Alunan suara Stinky masih terdengar dari mini compo kesayanganku, kupandangi foto Iqbaal yang tersenyum kanis dalam pigura di atas meja belajarku. Senyum itu, senyum yang selalu ku suka, rasanya bukan milikku lagi.
2 tahun yang lalu..
“hai.. boleh kenalan? Namaku Iqbaal” ujarnya mengulurkan tangan.
“Shalsa..” balas ku agak ragu.
“hai.. boleh kenalan? Namaku Iqbaal” ujarnya mengulurkan tangan.
“Shalsa..” balas ku agak ragu.
Seminggu ini perhatianku memang banyak tersita kepadanya, gayanya yang lucu dan sangat disegani seantero sekolah. Iqbaal adalah siswa kelas 12, sedangkan aku baru duduk di kelas 11.
“heii.. kenapa melamun?” tanya Iqbaal mengagetkanku.
Aku hanya menggeleng.
“ke kantin yuk” tambahnya sambil menggandeng lenganku, anehnya aku tak mampu menolak ajakannya.
Aku hanya menggeleng.
“ke kantin yuk” tambahnya sambil menggandeng lenganku, anehnya aku tak mampu menolak ajakannya.
Aku masih tampak kikuk ketika Iqbaal menyilahkan aku duduk, banyak mata yang memperhatikan kami, terutama Bella, teman sekelasku, ia menatap benci ke arahku, menurut gosip yang beredar, Iqbaal adalah kekasih gadis berponi itu.
“Kamu melamun lagi, ada apa?” Iqbaal kembali mengejutkanku.
“Aku yang harusnya bertanya, ada apa kamu mengajakku kesini?” ujarku setengah berbisik.
Aku mulai berani menatap matanya yang bagus dan teduh itu, ah.. tak ada seorang pun bisa memungkiri kalau Iqbaal memang sangat menarik.
Iqbaal malah tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku.
“cepat katakan ada apa, kamu tidak tahu apa kalau Bella terus memperhatikan kita. Aku tak ingin disebut Pho dan PPO alias perebut pacar orang” ujar ku kembali berbisik.
Iqbaal tertawa
“maksudmu aku pacaran dengan Bella? Siapa bilang? Justru hal ini yang ingin kukatakan kepadamu” ujarnya menghela nafas.
Aku sudah tak sabar menuggu pembicaraanya.
“Aku menyukaimu, kamu mau jadi pacarku?”
Aku melongo, terkejut bukan main.
“Jangan bercanda Iqbaal. Aku tidak punya waktu untuk melayani omong kosong mu!” ujarku menahan emosiku.
Enak saja kalau dia mau mempermainkan perasaanku.
Aku pun segera berlalu pergi.
“Shalsa.. aku serius!” ujarnya menatapku tajam.
Tappp..
Langkahku terhenti. Aku menghela nafas panjang. Ku dengar langkah kaki mendekatiku. Iqbaal menyentuh pundakku lembut, dan menatapku teduh. Aku tak membalasnya, aku membuang pandanganku.
“Shalsa, aku tahu ini terlalu cepat, tapi aku tak memintamu menjawabnya sekarang, biarkan waktu yang menjawabnya” tambah Iqbaal lagi.
Aku hanya diam mematung, bingung.
“Aku yang harusnya bertanya, ada apa kamu mengajakku kesini?” ujarku setengah berbisik.
Aku mulai berani menatap matanya yang bagus dan teduh itu, ah.. tak ada seorang pun bisa memungkiri kalau Iqbaal memang sangat menarik.
Iqbaal malah tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku.
“cepat katakan ada apa, kamu tidak tahu apa kalau Bella terus memperhatikan kita. Aku tak ingin disebut Pho dan PPO alias perebut pacar orang” ujar ku kembali berbisik.
Iqbaal tertawa
“maksudmu aku pacaran dengan Bella? Siapa bilang? Justru hal ini yang ingin kukatakan kepadamu” ujarnya menghela nafas.
Aku sudah tak sabar menuggu pembicaraanya.
“Aku menyukaimu, kamu mau jadi pacarku?”
Aku melongo, terkejut bukan main.
“Jangan bercanda Iqbaal. Aku tidak punya waktu untuk melayani omong kosong mu!” ujarku menahan emosiku.
Enak saja kalau dia mau mempermainkan perasaanku.
Aku pun segera berlalu pergi.
“Shalsa.. aku serius!” ujarnya menatapku tajam.
Tappp..
Langkahku terhenti. Aku menghela nafas panjang. Ku dengar langkah kaki mendekatiku. Iqbaal menyentuh pundakku lembut, dan menatapku teduh. Aku tak membalasnya, aku membuang pandanganku.
“Shalsa, aku tahu ini terlalu cepat, tapi aku tak memintamu menjawabnya sekarang, biarkan waktu yang menjawabnya” tambah Iqbaal lagi.
Aku hanya diam mematung, bingung.
Ternyata memang benar, waktu yang mendekatkan kami. Kami selalu bersama, Iqbaal juga tak lagi menyingung dan menanyakan perasaanku padanya. Yang ku tahu kami saling menyayangi.
Menjelang ujiaan akhir, Iqbaal sangat sibuk dan jarang menemuiku, dan akhirnya aku kehilangan kontak dengannya. Hingga saat pengumuman ujian dia datang menemuiku.
“Salsha, aku kangen kamu” ujarnya merangkulku.
Aku hanya tersenyum hambar.
“Selamat.. ku pikir kamu sudah melupakanku” ujarku pelan.
Iqbaal menggeleng cepat.
“Tidak Salsha, maafkan aku, aku terlalu tegang mengahadapi ujian ini, aku berjanji akan selalu bersamamu mulai saat ini” ujarnya menyentuh pipiku lembut.
Aku hanya mengiyakan ucapannya. Sepertinya rasa kesalku hilang seketika, mungkin karena aku terlalu mencintainya.
Namun nyatanya hanya hari itu Iqbaal kutemui, ia kembali menghilang, semua temanya sudah kutanyai, namun jawabnya sama ‘TIDAK TAHU’.
“Salsha, aku kangen kamu” ujarnya merangkulku.
Aku hanya tersenyum hambar.
“Selamat.. ku pikir kamu sudah melupakanku” ujarku pelan.
Iqbaal menggeleng cepat.
“Tidak Salsha, maafkan aku, aku terlalu tegang mengahadapi ujian ini, aku berjanji akan selalu bersamamu mulai saat ini” ujarnya menyentuh pipiku lembut.
Aku hanya mengiyakan ucapannya. Sepertinya rasa kesalku hilang seketika, mungkin karena aku terlalu mencintainya.
Namun nyatanya hanya hari itu Iqbaal kutemui, ia kembali menghilang, semua temanya sudah kutanyai, namun jawabnya sama ‘TIDAK TAHU’.
Aku kembali sendiri, hingga akhirnya aku melihat Iqbaal menggandeng Bella di toko buku. Aku segera berbalik dan menghindar berharap mereka tak melihatku.
“Iqbaal.. kamu menoreh luka yang dalam di hatiku. Setelah lama menghilang, kamu masih saja menyakitiku. Padahal dengan sabar aku menantimu, menunggu dengan segenap cinta yang selalu kamu tawarkan dengan indah, kamu pengecut.!”
Tiba-tiba saja aku jadi membenci Iqbaal.
“Iqbaal.. kamu menoreh luka yang dalam di hatiku. Setelah lama menghilang, kamu masih saja menyakitiku. Padahal dengan sabar aku menantimu, menunggu dengan segenap cinta yang selalu kamu tawarkan dengan indah, kamu pengecut.!”
Tiba-tiba saja aku jadi membenci Iqbaal.
—
“Salsha ada temen lo tuh” ujar adikku, Salsha mengetuk pintu kamar. Aku tersadar dari lamunanku.
Pasti Steffi, dia janji mau meminjam catatanku.
Aku segera merapikan rambutku dan segera menemuinya.
“masuk Steff.. tumben betah di luar.” ujarku sambil membuka pintu.
“Selamat malam Shalsa..” suara lirih itu membuatku terhenyak beberapa saat.
“Iqbaal.? Masuklah, silahkan duduk dan jelaskan apa maksudmu kesini”
“aku mau minta maaf..”
“untuk..?”
“semuanya..”
“memang apa salahmu, justru aku yang salah mencintai orang” balasku ketus
“Salsha dengar.. sebenarnya aku dan Bella bersahabat sejak kecil, Bella membencimu, karena kau lebih dari segalanya, ia menyuruhku menghancurkanmu, dia ingin kau mencintaiku dan kemudian melukai hatimu, bodohnya aku mau saja menuruti ide gilanya..” ujar Iqbaal panjang lebar.
Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya keras.
“Rencana Bella berhasil kan? dia sudah melihatnya sendiri” balasku mencoba tenang.
“kamu terlalu kuat dan sabar walau disakiti, kamu selalu bisa menghadapinya, kamu sangat tegar. Dan itu membuatku mencintaimu..”
Aku mengeluh dalam hati, jangan tawarkan cinta lagi untukku.
“ini kukatakan sejujurnya Shalsa, setelah sekian lama berpisah kupikir aku bisa melupakanmu, ternyata tidak. Bayanganmu selalu ada di benakku” ujar Iqbaal menatapku.
Mata itu masih saja seperti dulu, seperti magnet yang siap menarikku ke dalam.
“Kamu selalu datang dan pergi sesuka hatimu, tanpa peduli perasaanku, lalu kamu bilang kamu mencintaiku?” suaraku meninggi, emosiku sudah tak tertahankan, semuanya keluar begitu saja.
“aku bersungguh-sungguh, aku bersedia melakukan apa saja untukmu”
“maaf! simpan saja bualanmu itu, aku sudah tak tertarik lagi, mungkin ini termasuk skenariomu dengan Bella” ujarku menatapnya sinis.
Ya tuhaaan… Sebenarnya aku tak tega, tapi mau gimana lagi.
“percayalah Salsha..”
“selamat malam Iqbaal, ku harap ini pertemuuan terakhir kita” sahutku dingin dan segera berlalu.
Iqbaal menatapku iba.
Luka itu semakin terkoyak. Aku ingin memilikimu tapi apakah harus sesakit ini..?
Pasti Steffi, dia janji mau meminjam catatanku.
Aku segera merapikan rambutku dan segera menemuinya.
“masuk Steff.. tumben betah di luar.” ujarku sambil membuka pintu.
“Selamat malam Shalsa..” suara lirih itu membuatku terhenyak beberapa saat.
“Iqbaal.? Masuklah, silahkan duduk dan jelaskan apa maksudmu kesini”
“aku mau minta maaf..”
“untuk..?”
“semuanya..”
“memang apa salahmu, justru aku yang salah mencintai orang” balasku ketus
“Salsha dengar.. sebenarnya aku dan Bella bersahabat sejak kecil, Bella membencimu, karena kau lebih dari segalanya, ia menyuruhku menghancurkanmu, dia ingin kau mencintaiku dan kemudian melukai hatimu, bodohnya aku mau saja menuruti ide gilanya..” ujar Iqbaal panjang lebar.
Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya keras.
“Rencana Bella berhasil kan? dia sudah melihatnya sendiri” balasku mencoba tenang.
“kamu terlalu kuat dan sabar walau disakiti, kamu selalu bisa menghadapinya, kamu sangat tegar. Dan itu membuatku mencintaimu..”
Aku mengeluh dalam hati, jangan tawarkan cinta lagi untukku.
“ini kukatakan sejujurnya Shalsa, setelah sekian lama berpisah kupikir aku bisa melupakanmu, ternyata tidak. Bayanganmu selalu ada di benakku” ujar Iqbaal menatapku.
Mata itu masih saja seperti dulu, seperti magnet yang siap menarikku ke dalam.
“Kamu selalu datang dan pergi sesuka hatimu, tanpa peduli perasaanku, lalu kamu bilang kamu mencintaiku?” suaraku meninggi, emosiku sudah tak tertahankan, semuanya keluar begitu saja.
“aku bersungguh-sungguh, aku bersedia melakukan apa saja untukmu”
“maaf! simpan saja bualanmu itu, aku sudah tak tertarik lagi, mungkin ini termasuk skenariomu dengan Bella” ujarku menatapnya sinis.
Ya tuhaaan… Sebenarnya aku tak tega, tapi mau gimana lagi.
“percayalah Salsha..”
“selamat malam Iqbaal, ku harap ini pertemuuan terakhir kita” sahutku dingin dan segera berlalu.
Iqbaal menatapku iba.
Luka itu semakin terkoyak. Aku ingin memilikimu tapi apakah harus sesakit ini..?
TAMAT
Cerpen Karangan: Mutiara Septinola
Facebook: Mutiaraa Septinoola
pollow : @mutia_septi99 kalau mau liat karya aku yang lain yuk like : Imutiara septinola
Facebook: Mutiaraa Septinoola
pollow : @mutia_septi99 kalau mau liat karya aku yang lain yuk like : Imutiara septinola
Tidak ada komentar:
Posting Komentar