Recent twitter entries...

Rabu, 31 Desember 2014

Misteri Angka Kesialan


Aku adalah amelia anisa, aku sangat senag hari ini karena aku akan berlibur.lita ke bandara dan menaiki pesawat,setelah kita menaiki pesawat kami ke bandara lalu ke sebuah hotel tapi kamar nya sdh penuh semua tapi hanya ada satu kamar yg ada kamar nomor 13! Karena sdh lelah km memutuskan untuk me reseved kamarnya 

Setelah dibersihkan kamarnya kami masuk ke dalamnya , arsitektur yg megah membuat kami makin nyaman terlebih lagi diluar ada bangku santai dan dibawahnya kolam renang, aku segera mengambil baju renang ku dan menggantinya Θĩ toilet. 

Belum sempat aku menutup pintunya tiba-tiba saja pintu itu tertutup sendiri aku kaget tapi berusaha untuk menutupinya aku berfikir ini eletrik tapi kalau eletrik saat kubuka seharusnya terbuka sendiri, aku menghapus pikiran aneh dan segera pergi 

Byurrrr.... Air-air ini terlihat segar dan Θĩ bawahnya batu alam yg berwarna abu-abu yg bagus sekali saat aku duduk Θĩ bangku santai tiba-tiba saja aku ditarik kedalam air sampai aku tak bisa bernafas dan segera berteriak" tolong-tolong!" 

Mama segera segera menyebur setelah mengganti bajunya dengan baju renang dan menarikku aku syok dan segera berhenti berenang karena kejadian itu aku jadi demam karena saking kaget selain demam aku juga flu.

Aku diajak keluarga untuk membeli makanan dan makan Θĩ hotel namun aku menolak karena aku pusing, mama memakluminya dan segera pergi, aku menonton kartun kesukaan ku yaitu oggy , dan amazing word of the gumball. 

Tapi entah mengapa tv itu mati dan terlihat sosok perempuan yg mirip dengan ku dia menatap tajam diriku dengan tatapan dendam entah apa yg merasuki dirinya agar bisa menakut-nakutiku tapi itu terlihat asli, dan tiba-tiba saja aku pingsan. 

Tiba-tiba aku ada Θĩ disebuah lorong kecil dan melihat sosok perempuan tadi dengan kaki seperti posisi sit-up sambil memeluk kakinya dan berkata : " Ƙάmǔ adalah amelia anisa kan! Kau kenapa menginap Θĩ kamar ini cepat pergi "*sambil mencakar ku* 

Aku ingin berbicara tapi tak bisa untuk berbicara dan tiba-tiba ku bangun dr mimpi rupanya aku bermimpi aku merasa tenang karena itu tidak benar dan langsung menonton tv lg tapi saat ku nyalakan ada bekas cakaran seperti perempuan td mencakar ku. 

Tiba-tiba mama masuk membawa kan aku makanan , mama bertanya apakah aku baik-baik saja karena aku sakit terlebih lagi adanya bekas cakaran ditanganku mama khawatir saking syok nya aku ingin bunuh diri!! 

Selesai makan aku tidur, didalam mimpi aku bertemu sosok perempuan itu dia berkata :" anisa tolong bantu aku!"
Aku:"aku aja G̲̮̲̅͡å kenal km tapi kok km minta tolong ke aku sih!" Lalu dia menjawab "aku ada Θĩ bawah kasur ini kasur ini tadinya memang bisa ditarik namun salah satu pelayan Θĩ hotel ini memakunya sehingga tak bisa digeser dan disana lah aku bertempat aku dibunuhnya lalu dikubur disitu karena takut ketahuan!" Aku kaget dan menjawab" tapi kenapa dia membunuhmu?" Dia menjawab "karena aku memberitau ke seorang pemilik hotel ini dia mencuri dompet sang pemilik hotel ini dia sangat marah lalu saat keluarga ku pergi untuk membeli makanan dia membunuhku! Dan dia menaruh mayatku dibawah kasur dan memakunya" 

Aku bangun dan memberi tau keluarga ku ada mayat dibawah kasur dan akhirnya mayat itu dibawa. Saat aku mimpi dia berkata terimakasih atas jasa ku dan berjanji tidak mengusik hidup ku lagi. Dan ternyata angka 13 angka kesialan.


Cerpen Karya Fanya Nesya.G.

Danau Pelangi



"Ada Kisah tentang danau pelangi. Dimana 7 mata air mengalir pula 7 air berwarna pelangi menuju danau itu. Letaknya di Negeri Bidadari dan dijaga oleh merpati ungu. Percaya tak percaya, merpati itu adalah burung legenda. Pengabdiannya menjaga danau itu, adalah bukti kesetiaannya pada cinta sejatinya yang menjelma menjadi 7 mata air Danau Pelangi. Temuilah dan kau dapatkan cinta sejati."

Kalimat demi kalimat itu terpaku rapi pada ingatanku. Mengalir dalam aliran darahku. Berdenyut menyusuri nadiku. Mengiang di telingaku. Dan membayang tiap malam di pelupuk mataku.
Kalimat kalimat itu pula yang menopang langkahku. Karna itulah kalimat terakhir yang aku dengar dari kakekku, sehari sebelum beliau tiada.
Terlalu takhayul? Terlalu "Negri Dongeng"? Yeah,,,maybe.
Sudah kakek bilang kan? Percaya tak percaya. Dan aku percaya, karna itulah kenangan terakhir yang aku miliki tentang kakekku.

"Nila, bangun sayang. Udah siang nih, tar keburu telat!" suara halus bak beledu membuyarkan mimpiku.
"Ehm....Maria...5 menit lagi yaa..."kembali aku tarik selimut menutupi telingaku.
"Eh? 5 menit lagi katamu? Sekarang udah jam 6.15!!"
"Hah???? kok ga bangunin aku dari tadi sih?"
"Sayaaaang...kakak udah bangunin kamu dari tadi Subuh dan kamu selalu bilang 5 menit lagi."
"Oh My God!!! Sekarang ada jamnya Mr Killer. Mampus aku kalo telat!" cepat cepat kusambar handuk dan melesat ke kamar mandi.
_

"Hoaaahm. . ." untuk kesekian kalinya aku menguap. Mata pelajaran Kimia yang sebenarnya aku suka rasanya tak menarik lagi. Hatiku sedari tadi berdendang riang menunggu bel istirahat berdentang, biar bisa tidur sejenak. Tapi apadaya? Waktu berjalan begitu lambat.
"Hei, Nil. Tidur jam berapa kamu semalam?" tanya Monic, teman sebangkuku. Aku menoleh, heran.
"Emang kenapa?"
"Abis ronda ya? dari tadi aku liatin kamu nguap mulu. Nangkep berapa maling?" Monic balik nanya.
"Semprul! aku tuh tidur jam 8 kaya biasanya. Cuma ga tau ni mata dari tadi gak bisa diajak kompromi. Pengennya istirahat mulu." jawabku. Monic cuma bisa ketawa tertahan. Takut ketahuan ma Bu Niza yang lagi nerangin rumus perkawinan antar ion.

Bel istirahat berdentang riang. semua murid dan tentu saja aku menghambur ke luar.
"Monic, aku ke UKS dulu ya? Kamu ga papa kan ke kantin sendiri? Ga bakalan ilang kan ya?" tanyaku usil :)
"yeee emang aku masih Playgroup?" Monic melotot ke arahku.
"kamu kan manula. hahaha. . . ."
"Iiih usil banget sih. sono sono ke UKS. Palingan juga mo bontik. ya kan?"
"Ozip deeh. . .Bye Monic.."
Saat inilah kisah dimulai.
_

*Ada kisah tentang Danau Pelangi*

Siang yang cukup terik. Tapi udara di dalam Gramedia lumayan adem. Em, , ,ralat deh. Lumayan sejuk, , ,lha ada banyak makhluk cakep seliweran. Lumayan pan bisa cari buku sambil nyelem. upz,,,sambil cuci mata gituuu. hehehe
"Eitz, ,tangan siapa nih?" reflexku saat sebuah tangan mengambil buku yang sedang dalam incaran tanganku.
"Eh, maaf mbak..." tangan itu menghilang. Aku menoleh and Oh My God. . .ada malaikat pencabut hati di depanku. Rasanya bola mata udah mau loncat aja liat tuh malaikat yang gantengnya parah bingits nongol di depan mata.
"Hellooow. . . .anybody here?" tanya suara selembut sutra itu (jiah mulai lebay kan bahasanya)
"Ehm, , ,yes, , ,my body here. . .upz. . .maksudku ada orang kok disini, , ,hehehehe, " aku nyengir malu. And tuh cowo cakep bales senyum maniiiiissss banget. Rela rasanya aku jilatin sebagai ganti lolipop satu toples di rumah.
"Oh, gitu. Rela yaa nyamain gw ama lolipop?" tanya tuh cowo, sambil senyum (tsaakeeep)
"???????" kok tau sih? kan cuma ngebatin.
"Keliatan dari muka kamu" lagi lagi dia menjawab kata hatiku
"ow, , ,gitu. hehehehe maaf deh, abis kamu manis sih" aseeek keluar kan rayuan maut nyaaa
"em, kenalin gw rama. Lo?" cowo itu mengulurkan tangan, yang langsung kujabat erat "Nila"
"Lagi cari buku ya?"
"Eh, , ,enggak. . .lagi nyariin kamu dari tadi. hehehe, , ,just kidding. Lagi nyari buku tapi ga nemu.Kamu?"
"udah nemu nih, mo bayar ke kasir. Kamu mau pulang apa masih nyari?"
"mau pulang." jawabku
"barengan yuk." ajaknya yang langsung kubalas dengan anggukan. dalam hati seneng banget kenal cowo tsaakeep parah gitu. yiihaaa. . .
Abis ke kasir, kita berdua keluar dari Gramedia. Kebetulan juga arah pulang kita sama, jadi deh barengan nyari angkot. Karna kondisi jalan yang lagi rame, aku ga liat kalau ada motor melaju kencang ke arahku. saat aku liat tuh motor udah sesenti dari kulitku. "Braaaak" Dan duniaku gelap.
_

*Dimana 7 mata air mengalir pula 7 air berwarna pelangi menuju danau itu*

Desir sang bayu membangunkan tidurku. Wangi teratai dan elusan mentari buatku terjaga. Saat kubuka mata, keasingan menyergapku.
"Dimana ini?" tanyaku, namun sepi.
Gemercik air terjun buatku tersentak dan whoaa. How amazing. Di depanku ada Danau dengan 7 mata air, dengan warna pelangi.
_

*Letaknya di Negeri Bidadari dan dijaga oleh merpati ungu*

"apa ini danau pelangi?" gumamku
"ya, ini danau pelangi." jawab seseorang. sontak aku menoleh.
"Rama?"
"Suatu kehormatan melihatmu disini, Ratuku."
"Ratumu?"
"Ya, sekarang kamu adalah Ratu Negeri Bidadari. Menggantikan Ratu Malika, yang telah tiada."
"Lelucon macam apa ini?"
"Ini bukan lelucon. Ini adalah jalan hidupmu"
"Tapi aku punya kehidupan lain, yang lebih real. Ini pasti cuma mimpi. Gak ada Negeri Bidadari, dan ga ada merpati ungu."

Aku menatap tak percaya pada sosok di depanku.
"Negeri Bidadari itu ada dan merpati ungu itu real. and it's your way, Nila" Suara Rama perlahan pudar seiring dengan sosoknya yang tiba tiba berubah menjadi merpati ubgu dan terbang melintasi Danau.
_

*Percaya tak percaya, merpati ungu itu adalah burung legenda*

"Percaya, Nggak, Percaya, Nggak, Percaya, Nggak, ,Percaya, ,"kelopak terakhir dari mawar putih yang kupetik mengatakan bahwa aku harus percaya. "Oke, aku percaya. Lalu apa? aku harus terjebak di Negeri Dongeng yang asing ini?"
"Nila, mau nggak mau kamu harus percaya. karna kamu udah ditakdirkan menjadi milikku."
"Kamu becanda kan?"
"Nggak, Nil. dengan semua ini, kamu masih berfikir aku cuma bercanda?"
"So, Legend be a real? a way? Rama, kita baru kenal dan tiba tba aku tersesat di Negri dongeng sialan ini! Dengan semua omong kosong ini! Where is my way? I want to go home!" teriakku.
"It's your home." Rama memelukku erat, dan air mataku tumpah.
_

*Pengabdiannya menjaga danau itu, adalah bukti kesetiaannya pada cinta sejatinya yang menjelma menjadi 7 mata air Danau Pelangi *

Mentari terbenam, menyisakan kesedihan dibalik malam. Burung hantu tak henti hentinya bernyanyi. dan disinilah aku, memandang gelapnya danau dari kejauhan.
"Cinta itu selalu kandas. Pupus. Musnah karna kutukan itu."

Perlahan cerita itu mengalir dari bibir Rama.
"Entah apa dosaku. Satu persatu permaisuriku hilang. Dan seketika mata air Danai itu bertambah satu." kegetiran itu mampu kurasakan.
"Tujuh ribu purnama sudah berlalu. Dan aku sudah lelah untuk mencintai. Aku kira aku tak kan mampu mencintai lagi, sampai aku bertemu kamu. Sudah kutahan, agar kamu tak perlu merasakan kepahitan ini, tapi tak mampu. Karna, bagai sudah di gariskan. aku jatuh lagi, sat melihat matamu."

Sunyi. Hanya desah nafas yang terdengar. Perlahan tangannya membelai rambutku.
"Lalu? Apa aku akan jadi yang kedelapan, Rama?" tanyaku
"aku gak tahu, Nil. Mungkin ya, Semoga tidak."
"Jika kita merasakan hal yang sama? Bukankah itu artinya adalah ya?" sesaat kusadari, semua telah terlambat. Saat Rama menjabat tanganku waktu itu, saat tangannya membelai rambutku,, saat nafasnya menjadi nafasku, saat cintanya adalah cintaku. Ya, aku juga Jatuh.
"Maafin aku, bila aku udah membuiat kamu mengalami hal yang sama. delapan ratus purnama pun ga akan bisa mengganti rasa bersalah karna cintaku sama kamu lebih dari yang sudah aku rasakan sebelum ini."
"Ya Rama. Aku rela, meski akhirnya aku hanya jadi mata air di danau ini. Meski harus musnah. Aku cinta kamu."
Aku memandang matanya, saat pusaran waktu menyedotku ke dalamnya. Dan semua menjadi hampa.
_

"Nila, , ,sadar sayank, ,"
"Nila, , ,banguun,"
"Nila, ,ini mama, , ,bangun sayank"

Apa sih ribut ribut? Aku membuka mata. Silau. Bau obat dimana-mana. dan warna putih yang membosankan.
"Em, ,ma, ,ma, ,"tenggorokanku kering, dan yang keluar hanya suara parau.
"Sayank, ,akhirnya kamu sadar juga, nak"
"Maa, aku dimana?" tanyaku
"Di rumah sakit, Nak. sudah sebulan kamu koma." jawab mama
"koma?" tanyaku bingung
"kamu ditabrak motor sayank, lukamu ga parah, tapi karna shock, kamu koma. Nila, Rama itu siapa?"
"Rama?"
"iya, kamu manggil namanya terus."
"aku ga tau mau. Ma, ,aku mau pulang"
"Iya sayank, nanti mama tanya ke dokter ya?"
_

*Temuilah dan kau dapatkan cinta sejati*

"Mohon tenang, hari ini kita ada temen baru." riki, ketua kelas, menggandeng seorang cowo di depan kelas."Silahkan perkenalkan diri kamu"
"Perkenalkan, Saya Rama Adi Purnama. Mulai hari ini saya akan belajar disini. Mohon kerjasamanya."

Degh.
No. Bukan dia kan? Tapi mata itu menatap tajam ke mataku.
"Kamu duduk sama Nila aja. Tuh kosong." Ucap Riki. dan copwo itu pun melangkah ke arahku. cowo itu, menaruh tasnya di meja, dan mengulurkan tangan. "Rama,"
"Nila," jawabku. menjabat uluran tangannya.
_

Bel pulang berdering nyaring. Segera ku masukkan buku bukuku ke tas.
"Nila, kamu pulang naik apa?" tanya Rama
"Naik bis, kenapa?"
"Bareng yuk. kan rumah kita searah."
"sok tau deeeh, Emang kamu tau rumahku dimana?"
''Mana mungkin aku ga tau rumah kamu? Ratuku?" Rama mengedipkan mata. dan itu bikin aku speechless.
"Gimana kabar kamu selama ini? Aku sempat khawatir." sejenak suaranya seperti jauh " Aku kira akan ada yang ke delapan."
"jadi, kamu Rama? Dan mimpi itu. . ."
"You know, and I know. I'ts real. Dan akhirnya, kutukan itu hilang. Berkat kamu, Nil." ucap Rama memotong pertanyaanku.
"aku kangen kamu, Rama"
"aku lebih rindu lagi, Nil"
"Aku kira itu mimpi. Dan kamu ga nyata. jadi, itu beneran real?"
"Yes Ma'am. I'ts real, and it's your way, Nila."

Nama : Hafidha Nilasari Mustofa

Umur : 20
Alamat : Malang
Email : swan409@yahoo.com
Add fb : facebook.com/hafidhanilasari

Bulanku, Bulan Kita



Selene looked for is own, she was confused. “where is it? Where is...?? Iplaced it there, right there, beside the earth!” then she saw 500,000 kilo metres away, there was alight. She said “that love has brought my lovely moon” and that’s when you gave a moon to light my nights and made my days..

Jam lima tepat. Sedikit remang di pandangan ku. Dunia terasa gelap, masih belum ada surya memancar. Kakiku beku, terpancar AC tepat di telapak. Aku semakin menarik selimutku dan benda hangat ini tersangkut, ada yang menarik kembal.  Kuterka dengan pandangan setengah sadar, ada siluet wanita disana. Aku semakin menarik selimutku dan dia balik menarik. Apa-apaan ?! Suara lembut wanita itu mulai terdengar. Lirih karena aku masih belum genap. Aku seperti kenal suara itu. Oh, itu mama.
“ayo bangun, hari ni kamu ujian
“hmm?” Beliau menarik selimutku dan melipatnya. Aku kedinginan, aku beranjak.

Aku siap sekolah! Aku bahagia hari ini. Hari ini ujian tengah semester, soal-soal bikinan guruku mungkin akan mudah seperti dahulu. Aku bahagia karena hari ini aku tidak akan bosan dan jenuh mendengar buntalan materi dari guru-guru hebatku. Selain itu, hari ini aku akan duduk di belakang Nafis, seorang temanku yang murah hati memberi jawaban, dan aku juga murah hati membagi jawaban dengannya. Aku sudah dua tahun satu kelas dengan dia. Dia tinggal jauh dari sekolahku, dia naik kendaraan umum setiap harinya. Dia kurus, susah gendut. Tapi dia tinggi, dan semakin meninggi, tapi normal untuk ukuran remaja cowok. Dia rapi, berwajah proporsional, dan jahil.

Ujian itu berlangsung cepat, karena aku menikmati setiap menit darinya. Dan tahun ini berlalu, meninggalkan gurat manis dan jengkel semacam cerita remaja. Aku senang di tahun ini bisa berkunjung ke Bali dengan teman-teman seangkatan, jengkel karena Nafis yang kulempar spidol dan penghapus papan, bahagia karena cinta monyet yang sempat datang. Dan Nafis melewatkan ini dengan satu perempuan cantik dan cerdas, sedangkan aku melewatkannya dengan dua laki-laki unik yang berkarakter bagai bibir dan sikut-tak bisa bertemu-. Mereka membuat drama dan realita yang memberiku pengalaman yang tak akan terulang lagi. Tapi Nafis.. ah Nafis.. aku pernah suatu ketika menatapnya dalam, tepat di kedua bola matanya yang damai... Lalu dia balik menatapku dengan mata lucunya... Kami terdiam beberapa detik, dan kami hanyut dalam senyuman...

Kau seperti air yang dapat kusentuh, dapat kurasakan, tapi tak pernah bisa kugenggam

Entah dimulai dari mana, Nafis dan aku semakin dekat, kian dekat, hingga aku dapat merasakan panasnya. Saat itu akhir tahun dan mendekati ujian nasional. Kami belajar bersama, berbagi ilmu bersama. Dia cerdas dalam hitungan, aku cerdas dalam bahasa. Kami bertukar pikiran, bertukar ilmu, dan sekaligus membangun kepercayaan secara implisit. Aku mulai merasa nyaman dan damai di dekat Nafis, mendengar suaranya, mencium harum dan merasakan hangat tubuhnya. Aku hafal bagaimana nadanya saat mengucap namaku, aku hafal bagaimana dan berapa sering dia berkedip. Bulu matanya tebal, membuat matanya terlihat menawan. Bibirnya tipis, dan telinganya yang membuat aku selalu ingin tersenyum. Seperti telinga gajah. Dulu aku berfikir tak akan mungkin aku bisa sedekat ini. Kami melewatkan 11 April bersama. Hari ulang tahun Nafis. Aku senang bisa merayakannya sebagai lebih dari sekedar teman biasa. Kami lebih dekat, dan semakin dekat.

Saat itu, seiring yakinnya aku dengan dia, kami bercerita tentang semua yang selama ini telah kami simpan. Kami sama-sama kagum. Tapi saat dia punya, tentu dia sangat sayang kepunyaannya, begitu juga aku. Tapi semua kalang kabut dan selalu kandas. Dia menungguku sendiri, dan dia jatuh cinta tanpa sengaja. Saat aku sendiri, dia masih hanyut dalam cerita dengan perempuan cantik dan cerdas itu. Saat dia sendiri, giliran aku yang menyamankan diri pada kehidupan seseorang. Dulu, aku ingin menyentuhnya, hanya sekedar tahu dia sedang apa, tapi tidak mungkin karena aku tidak akan pernah memulai duluan. Kemudian dia mulai mendekat tapi aku sempat ragu, karena aku tidak berani semua berakhir sama, dan aku yakin semua akan berakhir sama.

Aku merasakan keindahan, meskipun ada beberapa gangguan. Itu yang membuatku sempat berfikir untuk mundur. Tapi Nafis meyakinkanku, dan saat itu aku mulai bisa merasakan ketulusannya. Tapi dia juga sudah membuat keputusan untuk melanjutkan sekolah di luar kota. Yang pastinya akan memberi jarak untuk bertemu. Sementara aku tidak begitu suka jika hanya berkomunikasi melalui telfon atau pesan singkat. Aku tidak akan pernah tega menyuruhnya jauh-jauh dari Gresik-Sekaran-Lamongan hanya untuk menemuiku. Dia pasti lelah, dan aku akan selalu menyalahkan diriku jika dia lelah karena aku.

Nafis sempat menyatakan -itu- tapi sepertinya terlalu singkat meskipun kami sudah lama mengenal satu sama lain. Dan kisah ini berakhir dengan pengacuhanku. Aku membiarkan Nafis lelah dalam perjuangannya untuk aku, sementara aku tak merespon. Dan aku sampai sekarang menyalahkan diriku karena telah membuat dia lelah berjuang. Beberapa purnama telah kami lewati bersama, dan aku selalu ingat Nafis setiap aku melihat bulan purnama. Dalam beberapa malam lalu, aku sempat ber-angan untuk membalik semuanya dan memulai dari awal. Jika bisa memilih, aku ingin kembali di saat Nafis duduk 4 meter dariku, segaris lurus di depanku. Disitu aku menatapnya dalam, tepat di kedua bola matanya yang indah, lalu Nafis balas menatapku, dan kami hanyut dalam senyuman.

Manusia tak pernah bisa kembali ke masa lalu, dan merubah segalanya. Tapi satu kata maaf hari ini, bisa merubah segalanya di masa depan.

Cerpen Karya Shela Rizky Tarinda
Saya seorang pembaca dan penulis amatiran. Saya cinta menulis.
follow twitter @shelrt or add me on facebook Shela Rizky Tarinda. Visit my blog tarindaaa.blogspot.com

Selasa, 30 Desember 2014

Langit Bumi


Hari ini tampak cerah. Deburan ombak yang terdengar gemuruh di tambah kicauan burung-burung yang seperti sedang bernyanyi. Suara bel sepeda pun terdengar dari luar. Riani segera membuka pintu dan dilihatnya Ardian tengah berdiri menaiki sepeda. Ia terlihat lebih keren dengan kaos pendek dan topinya.
“Buruan dong, keburu siang nih. Katanya mau keliling naik sepeda.” ucap Ardian.
“Iya bawel, aku ambil sepeda dulu.” ucap Riani.
Mereka siap untuk pergi berkeliling dengan bersepeda santai. Mereka memanfaatkan waktu yang tersisa untuk bersenang-senang, sebelum mereka kembali ke Surabaya. Dikarenakan tugas penelitian tentang kebudayaan mereka ditugaskan pergi ke Bali selama dua minggu. mereka ditugaskan pergi ke Bali selama dua minggu. Mereka harus mendeadline laporan tersebut agar mereka bisa cepat pulang dan ketinggalan materi.
Puas berkeliling mereka beristirahat dan mampir ke sebuah rumah makan. Sambil membiacarakan rencana kepulangan ke Surabaya. Riani teringat sosok cowok yang ia temui kemarin di pantai. Melihat Riani yang tengah melamun, Ardian berniat mengngagetinya dan ia pun berhasil. Riani benar-benar kaget.
Di bawah sinar matahari yang terik, Ardian mencoba berkeliling mencari sebuah hadiah yang ingin ia berikan pada Riani. Ia berencana akan menyatakan perasaannya pada Riani mala mini. Sebagai malam terakir di Bali, Ardian mengajak Riani makan malam bersama. Ia tak sabar melihat ekspresi Riani akan seperti apa. Diterima atau tidak itu urusan belakangan, yang penting ia akan merasa lega.
Riani yang sedang menikmati suasana sore hari, bertemu kembali dengan sosok cowok itu. Kali ini cowok tersebut benar-benar mendatanginya. Ia merasa sedikit senang.
“Hai, sendirian aja nih. Mana pacar kamu itu? Kok nggak kelihatan.” ucap cowok itu.
“Pacar? Aku sendirian kok. Lagian aku belum punya pacar. Kalau yang biasanya sama aku itu sahabatku.” jelas Riani.
“Oh, aku kira dia pacar kamu. Bagus deh kalau gitu. Aku Niko, nama kamu?” ucap cowok itu.
“Aku Riani.”
Riani dan Niko pun melewati sore hari bersama-sama. Mereka saling bertukar cerita dan bercanda bersama. Entah apa yang dirasakan Niko. Sepertinya ia sangat ingin mengenal Riani lebih jauh. Begitu pun dengan Riani, perasaannya sangat senang saat bersama Niko. Ia seperti tak ingin Niko pergi.
Niko mengantar Riani kembali ke penginapan. Rasanya berat untuk pergi meninggalkan Riani. Tapi ia harus pergi. Ia tak mau berharap suatu hal yang tak pasti. Sebelum pergi Niko memberi Riani sebuah kotak.
“Tolong simpan ini baik-baik untukku.” ucap Niko.
“Apa ini?” tanya Riani.
“Nanti kamu juga tahu. Kamu boleh buka setelah kamu pergi dari sini. Karena saat itu aku sudah pergi dari sini.” ucap Niko.
Tanpa membalas perkataan Niko, Riani segera masuk dan meninggalkan Niko. Ia berdiri di samping jendela dan melihat Niko melangkah pergi meninggalkan penginapannya. Riani tak bisa berkata apa-apa. Tiba-tiba air matanya menetes. Ia tak tahu perasaan apa yang ia rasakan, ia ingin Niko selalu ada bersamanya namun itu tak mungkin. Kini Niko telah pergi. Riani benar-benar merasa kehilangan, belum pernah ia merasa kehilangan seperti ini.
Riani teringat akan janjinya makan malam bersama Ardian. Ia segera bersiap-siap untuk pergi ke restoran. Ia tak mau terlambat. Sesampainya di depan restoran, ia melihat Ardian telah menunggunya. Mereka segera masuk. Ardian membawa Riani ke tempat khusus yang telah ia pesan. Riani merasa bingung dengan semua perlakuan Ardian. Ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, sebenarnya ada apa dengan Ardian. Hidangan pun datang, mereka segera memakannya. Diiringi dengan alunan musik yang syahdu menambah suasana menjadi tabah romantis.
Selesai makan, Ardian menatap Riani terus menerus. Sampai Riani bingung sendiri. Akhirnya Ardian memulai pembicaraan. Ia mulai bercerita tentang dirinya saat bersama Riani dan perasaan yang ia rasakan. Ardian pun menyatakan perasaannya pada Riani. Riani yang mendengar semua itu terengang kaget. Ia tak tahu harus berkata apa, ia tak bisa menjawab. Ia hanya terdiam. Suasana pun menjadi sunyi.
Setelah malam kemarin, semuanya kembali seperti semula. Ardian menjemput Riani di penginapan dan mereka segera menuju ke bandara. Inilah hari terakhir mereka kembali ke Surabaya. Riani masih saja terdiam, ia takut Ardian marah.
“Kamu kenapa sih diam saja dari tadi. Kamu sakit or lagi bad mood?” ucap Ardian.
“Nggak kok, aku takut saja kamu marah gara-gara kejadian kemarin.” ucap Riani.
“Riani… Riani… kenapa aku musti marah sih, cuma gara-gara hal sepele kayak gitu. Justru aku takut kalau kamu akan pergi meinggalkanku hanya karena kejadian semalam. Aku itu nggak bisa marah sama kamu.” ucap Ardian.
“Kamu beneran nggak marah kan? Syukurlah.” ucap Riani.
“Aku tahu kok alasan kamu. Sekarang aku merasa lega karena tak ada lagi yang harus aku sembunyikan.” ucap Ardian.
Riani tersenyum sangat lega dan senang karena kejadian semalam tak akan merusak persahabatannya dengan Ardian. Aku yakin kamu akan mendapatkan orang yang jauh lebih baik dariku, Ardian, ucap Riani dalam hati.
Enam bulan kemudian…
Ardian berlari mengelilingi kampus mencari Riani. Ia mendengar kabar dari dosennya jika Riani akan dipindahkan orangtuanya ke Australia. Ardian ingin tahu apa alasan Riani pindah. Ia khawatir pada keadaan Riani. Karena sudah beberapa hari ia tak masuk, ia juga tak bisa dihubungi. Riani hanya bias menuruti kemauan ayahnya. Tak ada pilihan lain, mungkin disana nanti ia bisa melupakan Niko.
Ardian mendatangi rumah Riani. Dan akhirnya ia bisa bertemu Riani. Ia pun langsung memberi banyak pertanyaan pada sahabatnya itu. Riani tak tahu harus menjelaskannya mulai darimana.
“Apa harus kamu pergi ke Australia? Apa nggak ada cara lain untuk melupakan cowok itu?” tanya Ardian.
“Ayah yang minta aku untuk pergi kesana. Aku sendiri juga bingung. Saat aku tanya apa alasannya, ayah hanya bilang ada seseorang yang telah menungguku disana. Aku pikir mungkin disana aku bisa melupakan Niko.” ucap Riani.
“Siapa orang yang menunggumu?” tanya Ardian.
“Entahlah, aku tak mau tau soal orang itu. Yang pasti dia bukan Niko.”
“Apa kamu masih mengharapkan Niko?” tanya Ardian.
“Tentu saja tidak. Walaupun aku belum bisa melupakannya. Cinta itu nggak harus selalu ditunggu dan dikejar. Kalau jodoh pasti ketemu lagi.” ucap Riani.
Ardian hanya terdiam. Ia menatap Riani yang begitu tegar dan tak ambil pusing soal cinta. Mungkin benar, jika nanti Riani pergi ke Australia, dia akan menemukan pengganti Niko. Riani memandang keluar, ia lihat tetesan air hujan yang jatuh bebas ke bumi. Air itu jatuh tanpa beban. Tuhan, bisakah aku melupakan Niko, batin Riani. Berat rasanya tuk melupakan orang pertama yang membuatnya merasakan jatuh cinta.
Dua minggu terakhir, Riani selalu mendapat kiriman bunga. Entah siapa pengirim bunga itu. Setiap pagi ketika ia membuka pintu depan rumah pasti ada bungan dan secarik kertas yang berisikan sebuah kata-kata indah. Riani sempat takut dengan kejadian ini. Ia pun meminta Ardian untuk mencari tau pengirim bunga tersebut. Namun, Ardian tak juga menemukannya. Ini memang aneh, seolah-olah pengirim bunga ini sudah mengenal Riani dan sudah lama tak bertemu dengan Riani.
“Mungkin dia orang yang kamu kenal tapi dia menyembunyikan identitasnya.” ucap Ardian.
“Buat apa juga ngirimin bunga setiap hari.” Ucap Riani.
“Penggemar kali.” ucap Ardian.
Seminggu menjelang pesta pearayaan hari ulang tahun Riani, ia mendapat sebuah bunga disertai surat dan beberapa foto dirinya saat berada di Bali. Ia sangat kaget melihat foto itu. Siapa sebenarnya pengirim bunga itu. Apa maksud dari semua ini.
Semua persiapan telah selesai. Acara pesta perayaan pun siap digelar. Tepat pukul 20.00 WIB, pesta akan dimulai. Riani merasa sedikit tegang dan sedih karena ia harus berpisah dengan teman-temannya. Ardian pun menyusul Riani karenan ia tak kunjung keluar.
“Kok masih disini, temen-temen sudah menunggumu. Ayo keluar.” Ucap Ardian.
“Iya, bentar lagi aku kesana.” ucap Riani.
“Kamu kenapa sih? Apa ada yang mengganggumu?” tanya Ardian.
“Ayah belum datang, entah kenapa perasaanku sedikit kacau.” ucap Riani.
“Itu mungkin karena malam ini adalah malam perpisahan. Sudahlah, sekarang waktuya kamu untuk bersenang-senang.” ucap Ardian.
Riani pun beranjak dari kamarnya dan menuju ke tempat pesta. Ia menyambut kedatangan teman-temannya. Ia merasa senang karena orang-orang yang ia sayang telah datang ikut merayakan pesta ulang tahunnya. Satu demi satu acara pun dimulai. Sampai pada akhirnya adalah acara inti. Acara tiup lilin yang tak akan pernah ketinggalan.
“Ok, sebelumnya kamu harus make a wish dulu.” ucap Ardian.
Riani pun membuat permohonan. Tuhan pertemukan aku dengan Niko, mala mini juga, sebelum aku berangkat ke Australia besok, batin Riani. Kemudian ia tiup lilin yang telah tertata di atas kue.
“Ok, teman-teman malam ini Riani mendapatkan kado spesial dari someone lho. Mau tahu nggak kira-kira siapa orangnya.” ucap MC.
“Siapa tuh?” sorak Ardian dan teman-teman.
“Pertama kita lihat dulu layar yang berada di belakang kalian. Mulai.” ucap MC.
Tiba-tiba di sebuah layar ditayangkan foto-foto Riani dan ada beberapa kata-kata yang tak asing baginya. Ia teringat kata-kata itu ia dapat dari pengirim bunga yang misterius. Dan foto-foto itu ketika ia berada di Bali. Ia semakin bingung, siapa yang melakukan semua ini. Apakah mungkin, batin Riani. Tapi ia tak mau menduga-duga.
Dari belakang terdengar suara seorang laki-laki yang tak asing lagi di telinganya. Riani berpikir mungkin hanya suaranya saja yang sama.
“Riani, Happy Birthday.” ucap Niko.
“Niko.” Ucap Riani sambil menoleh ke belakang. “Ini beneran kamu. Aku nggak mimpi.” lanjutnya.
“Ini bukan mimpi. Maaf karena telah membuatmu menunggu selama ini. Maaf juga karena membuatmu takut dan khawatir.” ucap Niko.
“Jadi, pengirim bunga itu…” ucap Riani.
“Ya… itu aku. Habis kamu aku tunggu-tunggu nggak datang, jadi aku balik ke Indonesia.” Ucap Niko.
“Jadi, maksud ayah ada yang nunggu aku disana itu kamu.” ucap Riani.
“Iya. Terkadang cinta itu nggak perlu di kejar dan nggak usah di tunggu. Tapi karena aku tak ingin kehilangan kamu dan cintamu, makanya aku kesini. Dan aku punya kado spesial buat kamu.” ucap Niko sambil memberikan sebuah kotak cincin pada Riani.
Semua anak pun bersorak. Riani juga tak menyangka jika selama ini Niko juga mempunyai perasaan yang sama dengan dirinya. Tak lama kemudian ayah Riani pun datang. Riani menyambut kedatangan ayahnya.
“Selamat ulang tahun putriku.” ucap Ayah Riani.
“Terima kasih ayah.” ucap Riani.
“Dan ayah punya berita penting untukmu. Semuanya dengarkan. Besok Riani tidak jadi pergi ke Australia.” ucap ayah Riani.
“Apa? Ayah nggak bercanda kan?” tanya Riani.
“Iya, untuk apa juga kamu kesana. Toh pekerjaan ayah disana juga sudah selesai. Dan orang yang menunggumu juga sudah berada disini.” ucap Ayah.
Awalnya Riani bingung, namun setelah acara pesta berakhir Niko dan ayah Riani pun menjelaskan semuanya. Riani sangat senang karena orang yang ia sangat sayangi sekarang berada di sisinya. Ternyata jodoh itu pasti bertemu kembali. Jadi, jangan bingung ketika kehilangan seseorang yang kita cintai, mungkin Tuhan telah menyiapkan orang yang jauh lebih baik dari orang itu.
Cerpen Karangan: Umi Kusnul K

Buku Berdarah


18 oktober 2007
Di ruang kelas pulang sekolah…
Semua siswa-siswi sudah pulang, kecuali Dita dan Shilla. Sebelum pulang mereka diminta menempelkan hasil karya para siswa-siswi di mading. Kemudian turun hujan sehingga mereka berdua menunggu hujan reda. Sembari menunggu hujan, mereka berdua duduk-duduk di kelas.
“Lo jahat ya! Jahat banget sama gua!” Kata Dita.
“Emang gua salah apa sih?” Shilla heran.
“Udah, jangan munafik! gua kan udah pernah bilang kalo gua suka banget sama Ricky! Tapi kenapa lo malah jadian sama Ricky?” Tanya Dita.
“Tapi jujur, gua gak suka sama Ricky. Tapi Ricky yang nembak gua!” Kata Shilla.
“Iya gua tau! Lo gak suka kan sama Ricky? Tapi kenapa lo sampai jadian sama Ricky? padahal lo kan tau kalo gua sayang banget sama Ricky! Kenapa sih lo mesti nusuk gua dari belakang? Kenapa? gua ini sahabat lo Shilla” Kata Dita sambil terisak.
“Tapi… tapi…” Belum sempat Shilla melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba Dita menusuk Shilla dengan pisau. Seketika Shilla tergeletak di lantai bersimbah darah. Lalu Dita meneteskan darah di pisau ke buku diary milik Shilla.
“Ini pembalasan dari gua, selamat tinggal Shilla” lalu Dita meninggalkan mayat Shilla di kelas.
5 tahun kemudian…
“Anak-anak, kalian diminta untuk membuat sebuah puisi, yang terbaik akan dipajang di mading” kata Pak Andhika, guru Bahasa Indonesia.
“Baiik pak” akhirnya pelajaran selesai. Para siswa-siswi segera pulang.
Perjalanan pulang…
“Aih, gua gak jago bikin puisi” kata Nadine.
“gua sih gak terlalu” kata Vianni.
“gua sih bisa-bisa aja” kata Marchella.
“Iya, lo kan pinter. Gak kayak gua, bikin puisi aja gak bisa” kata Tiara.
Malam harinya…
“Hmm, kali ini bikin puisi apa ya?” Kata Marchella dalam hati.
“Aha!” Tiba-tiba Marchella menemukan ide.
Esok harinya…
“Ya, anak-anak. Sudah dikerjakan tugas yang bapak berikan kemarin?” Tanya Pak Andhika.
“Sudah pak”
“Nah, sekarang coba Marchella maju ke depan, bacakan puisi mu” kata Pak Andhika.
Marchella maju ke depan, sedangkan teman-temannya menunggu giliran dengan gelisah.
Ketika malam tiba
Aku termenung di sudut jendela
Memandangi langit malam
Yang penuh dengan bintang-bintang
Aku mencoba melihat kembali ke atas
Akhirnya telah tampak sang bulan
Bulan yang berdiam di langit
Ditemani oleh sang bintang
Andai saja tuhan memberiku sayap
Maka aku akan terbang ke atas
Jauh ke atas dan akan kuraih bintang-bintang di langit.
Setelah Marchella membacakan puisinya, seluruh siswa-siswi bertepuk tangan.
“Ya, sangat bagus Marchella! Good job” kata Pak Andhika.
Machella segera duduk kembali. Lalu, Pak Andhika memanggil murid-murid yang lain untuk membacakan puisi.
“Baiklah anak-anak, puisi yang akan dipajang di mading adalah milik Marchella, Dhika, Astri, Frans, dan Zee” kata Pak Andhika.
Selesai sekolah Marchella, Andi, Chintya, dan Dimas masih harus tinggal di sekolah untuk piket dan memajang puisi di Mading. Saat sedang menyapu, Marchella menemukan sesuatu di kolong lemari.
“Apaan sih?” Lalu Marchella mengambil benda itu.
“Hah? diary? punya siapa nih?” Marchella heran.
“Eh Marchella, ngapain lo jongkok disitu?” Tanya Dimas.
“gua nemuin diary” kata Marchella.
“Iih, punya siapa sih? Jangan sembarangan diambil” kata Chintya.
“Lo mah percaya takhayul banget” kata Andi.
“gua bawa pulang ah” kata Marchella.
“Terserah! Ya udah yuk kita pulang” kata Dimas.
Lalu mereka berempat segera pulang.
Di rumah, malam hari…
“Ini kira-kira punya siapa sih?” Kemudian Marchella membuka diary itu.
Milik: Ashilla Fiona Michella
Since: 19 maret 2006
“Ashilla itu siapa sih?” Marchella heran.
Marchella penasaran, ia membuka halaman terakhir di diary itu.
“Haaaahhhh!!” Marchella kaget, ada bercak darah di diary itu.
Lalu Marchella segera menutup buku itu dan menyimpannya di laci. Kemudian Marchella pergi tidur.
Malam semakin larut, tetapi Marchella belum bisa tidur. Kamarnya gelap, ia segera menyalakan lampu. Kemudian Marchella memberanikan diri untuk mengambil diary itu.
“Baca-baca aah” kata Marchella sembari membuka buku itu.
14 oktober 2007
Hari ini Ricky nembak aku. Sebenernya aku gak suka sama Ricky. Lagipula aku tau kalo Dita suka banget sama Ricky. Tapi Ricky udah lama banget suka sama aku. Dan Ricky kena penyakit kanker. Ricky bilang, hidup dia mungkin gak akan lama lagi. Karena kasihan, aku terima aja.
“Ricky? Dita? Mereka sebenernya siapa ya?” Marchella masih heran.
“Aah bodo amat lah. Ini kan diary orang. Tapi ngomong-ngomong ngapain juga ya gua bawa-bawa diary orang? Aah tapi kan gak ada yang punya. Mending gua bawa. Secara kan gua kepo. Hahahaha” Marchella tertawa sendiri.
Marchella segera meletakkan diary itu di laci. Lalu Marchella kembali tidur.
Esok harinya…
“Eh, kemarin ya gua nemu diary. Gak jelas gitu deh. Terus di belakangnya ada bercak darah” kata Marchella kepada teman-temannya.
“Terus lo bawa pulang?” Tanya Tiara.
“Yupz” kata Marchella.
“Emang lo gak takut apa?” Kata Vianni.
“Enggak” kata Marchella
“Eh, ngomong-ngomong itu diary punya siapa?” Tanya Nadine.
“Ashilla fiona Michella” jawab Marchella.
“Astaga naga bonar ebuset” Nadine kaget.
“Emang kenapa?” Tanya Tiara.
“Nih, jadi si Ashilla itu seangkatan sama kakak gua, si Naura. Kakak gua kan lulusnya tahun 2008. Tapi si Ashilla meninggal tahun 2007″ kata Nadine.
“Berarti Ashilla meninggal pas kelas SMA 2 dong” kata Vianni.
“Iya, kayak kita. Kita kan sekarang juga kelas SMA 2″ kata Nadine.
“Terus, kok bisa meninggal?” Tanya Marchella.
“Kalo gak salah sih dibunuh sama sahabatnya sendiri, si Dita. Ceritanya Dita sukaan sama cowok namanya Ricky. Terus Ricky malah jadian sama Shilla. Dibunuh deh” kata Nadine.
“Kok lo tau banget sih ceritanya?” Tanya Tiara.
“gua dikasih tau kakak gua” kata Nadine.
“Terus, si Shilla meninggal dimana?” Tanya Vianni.
“Kejadiannya di kelas kita” kata Nadine.
“Hiiiiyy!” Marchella bergidik ngeri.
Pulang sekolah…
“gua jadi penasaran sama kejadian itu” kata Marchella.
“Sama nih, gua pengen selidikin” kata Nadine.
“Kan kakak lo bisa kita mintain informasi” kata Marchella.
“Masalahnya kakak gua di kuliah di Amerika” kata Nadine.
“Yaah, terus gimana dong?” Kata Marchella.
“Gimana kalo kita ke ruang perpus aja? Siapa tau kita bisa nemuin data tentang Ashilla dan Dita” kata Nadine.
Di ruang perpus…
“Duh, buanyak banget” kata Nadine.
“Ribet nih carinya” kata Marchella.
Kemudian mereka mencari arsip tahun 2006-2007.
“Ini dia!” Kata Nadine.
“Apaan tuh?” Tanya Marchella.
“Ini arsip nya Ashilla dan Dita” kata Nadine.
Kemudian mereka berdua menyelidiki arsip itu.
“Ooo… gua dapet alamat mereka berdua” kata Nadine
Perjalanan pulang…
“Lo udah catat alamat mereka?” Tanya Marchella.
“Udah” kata Nadine.
“Terus kapan kita pergi?” Tanya Marchella.
“Besok. Kan besok hari sabtu” kata Nadine.
“Oh iya, libur” kata Marchella.
Di rumah…
“Haaa… Akhirnya bisa rebahan lagi di kasur yang serba empuk ini” kata Marchella sambil berguling-guling di kasur.
“Tapiii… Ini kok panas banget ya kayak di pantai kuta?” Tanya Marchella.
“Ooo iya! gua belum nyalain AC” lalu Marchella segera menyalakan AC.
Kemudian Marchella kembali mengeluarkan diary yang kemarin ia temukan. Tanpa sengaja Marchella membuka halaman terakhir.
“TOLONG AKU!” Tertulis sebuah kalimat di halaman terakhir.
“Hah? Ini tulisan siapa sih? Bikin merinding aja” kata Marchella.
Malam hari…
Marchella akan beranjak tidur. Matanya terasa berat. Saat Marchella sedang menatap ke kaca, ia melihat seorang perempuan. Perempuan itu berambut panjang sepinggang, memakai baju putih abu-abu, dan ada bekas tusukan di perutnya.
“Haaahhh!!! Hantu!! Hantuu!!” Marchella takut sekali.
Tiba-tiba mama Marchella masuk ke kamar Marchella.
“Ya ampun, kok teriak-teriak sih?” Tanya mama.
“Ma, ada hantu ma! Ada hantu!” Kata Marchella.
“Hantu? Aah masa sih?” Kata mama
“Bener mah!” Kata Marchella.
“Udah ah! Makanya kalo mau tidur berdoa! Jangan mikir yang aneh-aneh. Met bobo” kata mama.
“Iya ma, met bobo” lalu Marchella segera menutup diri dengan selimut.
Esok hari…
“Semalem gua ngelihat hantu” kata Machella.
“Hah? Hantu? Kayak gimana?” Tanya Nadine.
“Mirip sama foto Ashilla di buku arsip kemarin” kata Marchella.
“Terus?” Tanya Nadine.
“Di halaman paling belakang ada tulisan tolong aku. Jangan-jangan Ashilla yang minta tolong” kata Nadine.
“gua sih juga bingung” kata Nadine.
“Terus sekarang kita mau kemana?” Tanya Marchella.
“Ke Parung, Bogor” kata Nadine.
“Ngapain?” Tanya Marchella.
“Kita mau ke rumah Ashilla, di jalan kenari” kata Nadine.
Lalu Nadine menyerahkan kertas berisi alamat yang dilihatnya di buku arsip kepada Marchella.
Di rumah Ashilla…
“Permisi…” Kata Nadine sambil mengetuk pintu.
“Gak ada orang ya?” Tanya Marchella.
Lalu, dari seberang rumah datang seorang ibu tua.
“Adek nyari siapa?” Tanya ibu itu
“Nyari yang tinggal di rumah ini” kata Marchella.
“Penghuni nya udah pindah 3 tahun yang lalu. Kalo gak salah sih ke Semarang. Dengar-dengar sih, anak yang tinggal disini tuh dibunuh” kata ibu itu.
“Makasih ya bu” kata Nadine.
Lalu mereka segera naik ke mobil untuk melanjutkan perjalanan.
Di mobil…
“Rumah Dita dimana?” Tanya Marchella.
“Kan ada disitu neng, di jalan Cemara nomor 34″ kata Nadine.
“Oo iya, gua gak lihat kertasnya” kata Marchella sambil cengar-cengir.
“Uuu! Semprul!” Kata Nadine.
Tak lama, mereka sampai di rumah Dita.
Di rumah Dita…
“Permisi…” Nadi mengetuk pintu pagar.
“Iyaa…” Lalu seorang wanita membukakan pintu.
“Ada Dita gak bu?” Tanya Marchella.
Ibu itu hanya terdiam, lalu menangis.
“Ibu kenapa?” Tanya Nadine.
“Ayo, ikut ibu ke dalam” lalu Nadine dan Marchella masuk ke dalam rumah.
“Untuk apa kalian kemari?” Tanya Ibu itu.
“Kami mau menyelidiki kejadian pembunuhan 5 tahun yang lalu di sekolah kami” kata Marchella.
“Kalian pasti dari SMA melati Parung kan?” Tanya ibu itu.
“Iya bu. Nama saya Nadine, ini teman saya Marchella” kata Nadine.
“Oo, ibu ini mamanya Dita” kata ibu itu.
Lalu Nadine dan Marchella menceritakan kejadian pembunuhan itu.
“Begitu ceritanya” kata Marchella.
tak lama kemudian ibu itu menangis.
“Kenapa Bu?” Tanya Nadine.
“Waktu itu, pulang sekolah seragamnya Dita ada bercak darah. Lalu Dita menangis seharian di kamar. Terus Ibu tanya kenapa. Dita bilang dia merasa bersalah sama Ashilla. Dita bilang kalo Dita udah membunuh Ashilla” kata Ibu itu.
“Terus, gimana kelanjutannya?” Tanya Marchella.
“Pas esoknya, mayat Ashilla ditemukan. Dita langsung pergi ke acara pemakaman Ashilla. Sejak saat itu, Dita jadi anak yang pemurung. Dita dihantui rasa bersalah. Dan sekarang, Dita kena penyakit jiwa” kata Ibu itu sambil menangis.
“Hah?” Marchella dan Nadine kaget.
“lalu, Dita ada dimana?” Tanya Nadine.
“Sekarang Dita di RSJ. Kalau kalian mau ketemu, ayo sekalian antarkan ibu” kata Ibu itu.
Lalu mereka segera menuju RSJ.
Di RSJ…
“Dita ada di ruang melati. Kalian masuk saja” kata Ibu itu.
“Ibu gak mau masuk?” Tanya Marchella.
“Ibu gak kuat lihat kondisi Dita” kata Ibu itu.
Perlahan-lahan Nadine dan Marchella melangkah masuk ke ruang Melati. Di pojok kamar ada Dita yang sedang menangis.
“Dita…” Panggil Nadine.
“Ada apa?” Tanya Dita.
“Benar, kamu yang membunuh Ashilla?” Tanya Marchella.
“Iya… Mau apa tanya-tanya?!” Kata Dita sambil marah.
Lalu, Nadine memberikan diary Ashilla kepada Dita.
“Dulu, aku membunuh Ashilla karena dia jadian sama Ricky, orang yang aku suka. Aku cemburu sama Ashilla dan Ricky. Lalu, sejak pembunuhan itu aku menyesal telah membunuh sahabatku” kata Dita.
Nadine dan Marchella mendengarkan Dita.
“Andai saja, aku tidak membunuhnya. Sekarang aku tak ada kesempatan lagi untuk meminta maaf” kata Dita sambil menangis.
“Masih ada waktu untuk minta maaf. Ayo kita pergi ke makam Ashilla” kata Nadine.
lalu dengan pengawasan perawat, Nadine, Marchella, Ibu Dita, dan Dita pergi ke TPU parung.
Di TPU parung…
“Ini dia kuburan Ashilla” kata Nadine.
“Ashilla, maafin gua. Dulu gua udah membunuh lo. gua nyesel banget. Maafin gua ya. gua dihantui rasa bersalah sejak gua membunuh lo 5 tahun yang lalu. Maafin gua” kata Dita.
Tiba-tiba, dari kejauhan tampak Ashilla tersenyum kepada Dita. Dita juga ikut tersenyum.
Kemudian mereka pulang.
Seminggu kemudian…
Marchella dan Nadine sedang duduk berdua di kelas. Mereka sedang asyik mengobrol. Tiba-tiba, mereka melihat seseorang yang duduk di bangku paling depan.
“Siapa ya?” Tanya Nadine.
Orang itu berbalik, rupanya orang itu adalah Ashilla!
Selesai
Cerpen Karangan: Olivia Putri Hermawan
Facebook: Olivia Putri
Nama ku Olivia Putri Hermawan.
Hobi ku menulis cerpen dan cerbung.
Kalau mau tau lebih banyak tentang aku, silahkan follow twitter ku
@olivia86746072
Thanks….

Senin, 29 Desember 2014

Teman 4 Hari

Ya, perkenalkan namaku keyl rumania chester. Tapi aku lebih sering dipanggil keyl. Aku berumur 10 tahun, aku tinggal di canberra bersama keluargaku, sebenarnya aku orang asli indonesia. Ya begitulah, ayah mengikuti pekerjaannya. Aku kesepian di rumah, karena aku di rumah berdua dengan mbokku yang juga ikut ke canberra. Nama mbokku mbok lilis. Aku tidak ke sekolah karena aku baru kecelakaan 7 hari yang lalu sebelum pindah kesini. Kaki ku diperban, tangan ku diperban. Aku jadi seperti mumi, hahahahaha, ya lanjutkan ke topik. Aku sedang tertidur di kamar sambil memainkan laptop ku. Tok-tok-tok. Ada orang yang mengetuk pintu, “yaaa… Masuk”, yang masuk adalah seorang anak laki-laki membawa 1 set kotak scrabbel, yang aku bingung, siapa dia? Aku bingung dan terus menatapnya, dan ia lalu duduk di tempat tidurku. “kamu pasti bingung siapa aku kan?” katanya dengan wajah heran, “yaa…” jawabku. “perkenalkan nama ku mike dan berumur 10 tahun, aku asli canberra, tapi aku bisa bahasa indonesia karena aku pernah sekolah 4 tahun disana dan rumahku di jl. Wadlles no. 67, aku mencari teman dan yaitu… Kamu” katanya sambil tersenyum. “hmmm… Tapi bagaimana kamu bisa masuk kesini?” “aku sudah izin ke mbok mu, mbok lilis kan?” “ya” jawabku.
Lalu mike mengajakku untuk bermain scrabbel, aku bilang ke mike bahwa aku tidak tahu cara bermain scrabbel. Lalu ia memberitahu cara bermain scrabbel, caranya kamu menyusun kata-kata dengan huruf yang tersedia, contohnya fish, lalu huruf f kamu sambung ke kiri atau kanan dengan kata contohnya found. Aku begitu cepat mengerti. Aku tidak menceritakan hal ini kepada orangtua ku begitu juga dengan mbok lilis.
4 hari pun berlalu, pada hari yang ke-5 mike tidak datang, padahal aku sudah menyiapkan kue kismis dan teh untuknya. Aku baru menceritakan hal ini ke orangtua ku. Aku meminta orangtuaku membelikan scrabbel dan ke rumah mike akhirnya… Terwujudkan. Aku membeli scrabbelnya di toko yang bernama kinderville. Lalu aku menuju ke rumah mike menggunakan mobil hadiah ku waktu ulangtahun yang ke 8. Yang menyetir mobil ayah. Aku menuju ke rumah mike dengan kecepatan rata-rata.
Akhirya sampai juga. Ting-tong, aku menekan tombol bel yang ada di depan rumah mike. Keluarlah seorang ibu yang berumur kira-kira 32 tahun, mungkin itu ibunya mike. “maaf apakah saya bisa bertemu dengan mike?” “haaaa??? Siapa dia?” “bukannya dia anak ibu?” “tidak”. Lalu datang seorang nenek mungkin berusia 69, lalu nenek tersebut berkata, “mike dulu anak dari keluarga pemilik rumah ini, tapi 2 bulan sesudah tinggal disini dia kecelakaan dan meninggal, maaf ya nak”, kata nenek itu. Lalu aku jadi terpaksa pulang ke rumah dan menuju kamar menggunakan tongkat ku, sampai di kamarku aku berpikir, jadi dia siapa dong?
Cerpen Karangan: Dian Lamtiur Panjaitan
Facebook: Dian Panjaitan

Kisah Kita


Hai kawan.
Masihkah kalian mengingatku? Mengingat kisah persahabatan kita yang telah kita lalui bersama, bertahun-tahun yang lalu. Persahabatan yang tak hanya penuh canda dan tawa, tetapi juga isak tangis dan derai air mata. Kisah penuh mimpi sederhana, langkah awal menggapai cita-cita. Disertai bumbu-bumbu cinta khas anak remaja. Ah, sepertinya aku telah terseret ke arus nostalgia. Baiklah, biar kuulang sekali lagi segala kenangan yang masih melekat di otakku, serasa baru saja kemarin aku mengalaminya.
Dulu, tiga belas tahun yang lalu, kita berlima bertemu di sebuah SMA, lima siswa baru yang dengan penuh semangat melanjutkan pendidikan dan mengganti seragam putih-biru mereka dengan seragam putih abu-abu, seakan-akan saat-saat memakai seragam itulah yang sedari dulu mereka nantikan. Lima orang asing yang awalnya tak saling mengenal, namun kemudian menyunggingkan senyum satu sama lain. Lalu perkenalan yang tak lagi bisa dielak, ditambah lagi, ternyata kita berlima ditempatkan di satu kelas yang sama. Aku yang pendiam. Hani yang cerewet. Rama yang pemberontak. Bunga yang feminin. Dan Adit yang jahil. Pribadi yang berbeda-beda. Asal dan latar belakang keluarga yang jelas berbeda-beda pula. Namun siapa sangka, justru karena itulah kita bisa bersama, merasa tak lengkap tanpa kehadiran seorang di antara kita berlima.
Lalu peristiwa-peristiwa tak terlupakan itu berlanjut, saat kita bersama menyelesaikan berbagai tugas di ‘markas’ kita –gazebo di belakang rumahku– ditemani buku-buku yang berserakan dan remah-remah kue dimana-mana. Saat kita menertawakan Bunga yang jatuh saat bermain ice skating. Saat kita tersenyum geli melihat Adit yang seolah tak ada habisnya mengerjai Hani. Saat kita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saat melihat Rama (lagi-lagi) dikeluarkan dari kelas karena membuat gaduh. Hal-hal kecil yang tak akan bisa kita ulangi lagi, hal-hal kecil yang membuatku merasa bahagia karena bisa merasakannya bersama kalian. Yah, sayangnya, semua yang kita lalui tak hanya kisah bahagia, namun juga kisah-kisah sedih, yang sekarang mulai berkelebat di benakku.
Kau ingat? Saat aku menangis bak anak kecil saat adikku mengalami kecelakaan. Lalu kalian mengelilingiku yang tengah menangis, tanpa mengucap sepatah kata pun. Merasakan kesedihan yang sama denganku. Membuatku merasa lebih baik setelahnya. Lalu saat Hani yang mendadak menjadi pendiam, tak mengeluarkan sepatah kata pun hingga jam istirahat tiba. Hal yang mengkhawatirkan kita, tentu saja. Dan ternyata, malamnya ia bertengkar dengan orangtuanya karena tak ingin kuliah di jurusan yang diinginkan orangtuanya. Juga saat Adit yang tiba-tiba memarahi semua orang, memaki, dan menyumpah-nyumpah. Dan kalian ingat apa penyebabnya? Ya. Seseorang telah merusak kap mobil kesayangannnya hinga penyok tak berbentuk. Ah, saat itu benar-benar kalianlah yang telah menjadi pembangun dinding-dinding pertahanan kami yang mulai runtuh. Membuat kami kembali kuat seperti sedia kala.
Dan, akhirnya tiba saat itu. Saat serbuk ‘cinta’ mulai ditiupkan dan menggelitik rasa. Saat-saat yang membuat segalanya berubah. Menjadi lebih baik, namun juga jauh lebih buruk. Membuat segalanya tak akan sama lagi. Mungkin memang benar. Tak akan pernah ada kata sahabat dalam cinta, begitu juga sebaliknya. Dan mungkin itulah mengapa ‘cinta’ tak seharusnya merasuk ke lingkaran persahabatan. Beberapa orang menganggapku paranoid, tapi, tentu saja, seperti yang telah kuduga, hal itu terjadi. Lingkaran yang tak lagi menjadi sebuah lingkaran yang utuh, entah ujungnya yang putus ataukah membelok, aku tak lagi memerhatikan. Yang ku tau, lingkaran persahabatanku tak lagi utuh.
Kalian ingat saat itu bukan? Tangis konyol karena merasa dikhianati, kepalsuan dibalik sebuah senyum. Ah, masa-masa tanpa tawa dan kebersamaan yang menyakitkan. Lalu perlahan semua mulai menjauh, satu sama lain. Hingga waktunya kita benar-benar berpisah. Berkelana, menjelajahi dunia yang sesungguhnya. Masih dengan keheningan yang menyakitkan. Ah, aku hanya bisa berharap segala kesalahpahaman ini kelak berakhir. Agar kita bisa kembali tertawa bersama. Menangis bersama. Karena sesungguhnya, kisah kita tak seburuk itu. Terlalu banyak kenangan indah yang sayang jika hanya dikubur dalam-dalam, dianggap memori yang tak perlu diingat kembali. Hei teman, ketahuilah, aku merindukan kalian. Merindukan kembalinya tawa di antara kita.
Seseorang yang akan
selalu menjadi temanmu
Cerpen Karangan: Annida Safa Faila
Facebook: Aila Safa

Dirimu


Kau adalah sosok angkuh, dingin dan sejuta ego. Selalu kau ciptakan batas yang membuat orang ragu untuk mendekatimu. Entah terbuat dari apa dan kenapa batas itu ada? Dalam diam, kau menyimpan berlian indah yang terpendam dalam hidupmu sekaligus yang membuat kau berbeda dari yang lain. Itulah yang menyebabkan aku memendam rasa terhadap dirimu.
Sebelumnya aku tak tahu dan baru akhir-akhir ini aku tahu kalau ternyata dirimu sudah dimiliki oleh seseorang. Tapi terlambat, aku terlanjur menyayangimu. Aku sudah membuang jauh rasa maluku sebagai makhluk perempuan hanya untuk mengenal dan mencoba meraih dirimu.
Aku sadar saat ini juga rasa tak peduli tentang siapapun dirimu, bagaimanapun keadaanmu, aku tetap menyayangimu, dan akan terus menyayangimu apa adanya. Aku hanya bisa bersabar, berlatih menerima kenyataan pahit ini, dan siap akan resiko yang akan kuhadapi di kemudian hari. Aku tahu apa yang kuinginkan belum tentu bisa kumiliki. Dan dia, dia ada sebelum kita bertemu. Aku sadari semuanya, tapi aku sama sekali tak peduli. Aku tak bisa melupakanmu, karena aku tak mampu.
Apakah kau bahagia bersama dia?
Apakah kau sangat mencintai dia? Sebesar apa?
Apa yang paling kau sukai darinya? Dan apa yang paling kau benci darinya?
Masih adakah sedikit ruang di hatimu untuk diriku?
Banyak pertanyaan memenuhi otakku yang ingin kuketahui jawabannya dari bibir manismu, bukan dari perkiraanku saja.
Aku pernah berfikir untuk memilikimu walaupun hanya simpananmu ataupun terserahlah, jadi apapun yang kau mau. Yang penting aku bisa melihatmu setiap waktu. Tapi kenyataan berkata lain. Itu semua hanya khayalan belaka. Biarlah itu tetap jadi mimpi yang selalu menghiasi tidurku setiap hari.
Apakah kau tahu? Aku sengaja dekat dengan semua laki-laki yang aku temui. Untuk mencari yang sanggup menyamaimu dan membantuku melupakanmu. Aku tahu kau tak suka perempuan seperti itu, sama sekali tak suka. Kini aku menyesal, tak ku temui laki-laki seperti dirimu. Semua yang ku lakukan sia-sia, dan aku tetap memikirkanmu.
Harusnya aku rebut kau darinya!!

Cerpen Karangan: Muyassyaroh