Minggu, 02 Agustus 2015
Si Bodyguard dan Sang Putri
Pada jaman dahulu kala, hiduplah seorang Pemuda yang sangat baik dan gagah. Dia bermimpi untuk membasmi semua kejahatan-kejahatan yang ada di dunia. dia pun mengembara pergi jauh dari tempat tinggalnya untuk memiliki ilmu bela diri dan hanya membawa baju ganti saja. Didalam perjalanan yang sangat amat jauh dari tempat tinggalnya perutnya mulai terasa lapar, dia melihat sorang Kakek-kakek yang sedang meminta-minta pada setiap orang yang lewat. dia pun meniru adegan Si Kakek. Tak lama, Si Pemuda pun mendapatkan uang dari hasil minta-mintanya. dia melihat ada 3 orang Pemuda yang menghampiri kakek tersebut. "Hey tua bangka bodoh, kalau kamu ingin uang kerja sana, jangan minta-minta terus, enak aja tinggal minta-minta, dasar tua bangka tak berguna mati saja kamu!!" kata Pemuda yang memarahi si kakek itu langsung mengambil uang hasil pintaanya dan memukulinya. Si Pemuda itu pun langsung membantu si kakek yang sedang di pukul. Karena tak bisa berbeladiri dia pun bonyok terkena pukulan oleh 3 orang tersebut. Si Kakek tersebut membantu membangunkan Si Pemuda yang menolongnya dan membawanya pulang ke rumah Si Kakek tersebut dan mengobatinya. "Hey kenapa kamu membantu aku yang tak berguna ini, dan bodohnya kamu memilih untuk dihajar oleh tiga orang itu?" Tanya Si kakek. "bodoh ... karena kamu itu sudah tua, makannya saya membantu kamu dan lebih memilih untuk dipukuli oleh 3 orang itu, apabila kamu tadi dipukuli, tulang-tulang kamu akan putus dan kamu tidak bisa berdiri lagi". Jawab Si Pemuda itu. "Apakah kamu pikir aku tak bisa berkelahi?" Tanya Si Kakek itu. Si pemuda itu pun tertawa terbahak-bahak. "Mana ada seorang kakek-kakek yang bodynya kurus, peot, dan keriput bisa berkelahi, paling kalau habis nendang pasti bakal encok." jawab Si Pemuda dan melanjutkan tawanya. Si kakek itu pun memukul sapu lidi yang ada di sampingnya ke pemuda itu. PLETAKKKK... "Adaw ... sakit dasar kakek bodoh!!" teriak Si Pemuda itu. "Lihat saya dengan cermat, dan jangan memasang muka bodoh atau pun muka pongo." Si Pemuda itu pun melihat gerakan beladiri Si Kakek tersebut. Tak lama kemudian si kakek itu pun menertawakan si pemuda tersebut. "Hahahahaha ... ternyata wajah pongo dan bodoh kamu itu seperti itu." Ledek si kakek itu sambil menertawai wajah Si Pemuda itu. setelah melihat gerakan beladiri itu si Pemuda itu langsung memnita untuk diajarkan beladiri dari Si Kakek. Kakek itu pun bertanya. "Seandainya, kalau kamu bisa menguasai ilmu beladiri, ilmu itu akan kamu gunakan untuk apa?" Dengan percaya dirinya Si Pemuda itu pun menjawab. "Di masa kecil saya, saya ingin bisa membasmi kejahatan." Si Kakek itu pun memukulnya lagi dan dengan sapu lidi di tempat duduknya berasal. "Bodoh kau ini, masalah di dunia ini tidak akan bisa kamu basmi, karena, dunia ini akan melahir kan seseorang dan apabila seseorang tersebut lahir, masalah juga akan muncul kembali dasar Dungu." Jawab Si Kakek denga kesal. "Suudah Kubilang sakit tahu, dasar kakek peot" Jawabnya sambil Kesal. "Baiklah ... apabila saya bisa menguasai ilmu beladiri, saya akan menolong orang yang sayangi." Jawab si Pemuda itu. "Baiklah ... sekarang pasang kuda-kudamu."
11 Tahun Kemudian Si Pemuda itu pun menjadi seorang Ayah yang sangat gagah, baik dan kuat. Dia memiliki Istri dan sekarang dikaruniai Anak laki-laki yang sekarang berumur 6 tahun bernama Radijan dia menjadi anak yang sangat baik dan menurut apa yang dikatakan oleh orangtuanya. keluarga tersebut menjadi keluarga yang ramah, baik dan banyak orang-orang yang menghormati keluarga tersebut. Anaknya yang berusia 6 tahun itu diajarkan oleh sang Ayah ilmu beladiri, untuk menjaga ibunya sewaktu-waktu ayahnya meninggal dan anaknya lah yang harus menjaga ibunya. Akan tetapi, Karena kekuatan yang dimiliki oleh Ayah tersebut banyak orang yang ingin mengalahkannya dengan berbagai cara. selang 1 tahun orangtuanya di racun oleh orang-orang yang ingin mengalahkan Ayahnya Radijan. Radijan pun di siksa oleh orang yang meracuni orangtuanya. orang-orang yang menghormati keluarga Radijan pun tak berani melawan orang-orang yang meracuni keluarga Radijan, karena takut dianiaya dan wilayah itupun di beri nama oleh orang-orang yang menyiksa keluarga Radijan yaitu Mujitara di Rajai oleh Bangtura.
Keesokan harinya, Radijan terbangun dan tak bisa mendengar dengan jelas. Radijan pun melihat orang-orang yang membunuh orang tuanya langsung pergi ketakutan Timur dan mengambil 2 pedang pemberian ayahnya . Hari mulai gelap, Radijan pun beristirahat di bawah pohon besar dan langsung tertidur. Dalam mimpinya dia memimpikan kematian kedua orang tuanya. Radijan pun terbangun dan matahari pun terang dengan sinarnya. Radijan pun mencari beberapa buah yang dapat mengisi perutnya dan berlatih ilmu beladiri dan mengembangkan dua peadang yang diajarkan ayahnya. Setelah berlatih Radijan pun mencari air terjun untuk membersikan badannya, Radijan pun melepaskan pakainya untuk membersihkan badanya sambil berlatih dalam air. Setelah itu Radijan melanjutkan perjalananya dan melihat seorang wanita seumurannya memakain gaun yang sangat cantikyang sedang asik bermain dengan beragam kupu-kupu. Radijan membuntuti wanita cantik itu. karena keasikan bermain, wanita itupun menuju ke jurang dan hampir jatuh ke jurang, Ibunya yang bernama Sari Turum Maya sedang mencari wanita cantik itu lalu berteriak, karena melihat anaknya yang akan masuk jurang, Radijan langsung berlari sangat kencang dan menggapai tangan wanita itu. Akhirnya wanita itu terselamatkan. Tak lama Ibunya langsung menghampiri mereka. "Anakku apakah kamu baik-baik saja, apa ada luka di kulitmu?" Tanya Ibunya yang sangat khawatir. "Tidak bu, aku baik-baik saja." Jawab anaknya. "Hey nak, nama kamu siapa, dimana tempat tinggal mu?" Tanya Ibu dari wanita itu. Radijan pun langsung lekas pergi. Karena tak di jawab perkataan ibunya, Wanita itu pun menghapirinya dan bertanya kembali. "Hey .. siapa namamu, terima kasih telah menolongku ya?" Tanya wanita itu. Radijan pun menjawab "Maaf pendengaranku kurang jelas.. Aku Radijan." Jawabnya dan langsung lekas pergi. Dari perkataanya Ibu dan anaknya sedikit bingung apa yang dikatakannya, memang kurang jelas karena lidahnya bekas siksaan waktu dulu. Radijan pun dibawa pergi oleh Ibu dan wanita itu ke Istana Kutamiji.
Sesampai di Istana mereka menghadap kepada Raja yang bernama Aji Maja Sejunjung dan melaporkan hasil kejadian yang mereka alami dan tak lama Radijan pun diangkat sebagai bodyguard Wanita tersebut atas nama Kerajaan wanita itu pun langsung menulis namanya di kertas yaitu Putri Ajeng Maya Sari dan memberikan kepada Radijan sebagai tanda berterima kasih sekaligus berkenalan. Banyak yang syrik kepada Radijan karena pertama kali bertemu langsung Diangkat menjadi bodyguard Putri Raja. Tanpa penglihatan keluarga Raja, Radijan selalu di cacimaki oleh prajurit kerajaan tetapi Radijan selalu melawan dan menganggap itu sebagai latihan agar bisa berbela diri. Karena Keseringan disiksa Radijan pun dapat mengatasi dan hampir mengalahkan semua prajurit dan prajurit pun mulai takut dengan kehebatan Radijan. Karena sudah lama jadi BodyGuard Putri. Raja mengetes kehebatan Radijan selama ini dan langsung bertarung dengan Jagoan Istana Kutamiji. Dalam pertarungan itu Radijan hampir mengalahkan Jagoan istana, akan tetapi Radijan masih menjadi BodyGuard Putri Ajeng Maya Sari, setelah itu Radijan menerima hadiah dua senjata mini yang lebih bagus dan lebih tajam dari sebelumnya dari Raja.
19 Tahun Lamanya Radijan dan Putri kini tumbuh dewasa dan masing-masing memiliki ilmu baru. Mereka selalu berlatih bersama setiap harinya. Dan tak terduga Kejahatan pun kini muncul di kawasan Istana oleh orang-orang licik yang ingin menguasai dunia istana yaitu Mujitara. Istana pun kini sedang membuat strategi untuk memusnahkan Mujitara. Putri pun langsung pergi mencari tempat keberadaan Raja Mujitara tanpa mengetahui strategi Istana. Radijan pun langsung mengikuti Putri untuk membantu mengalahkannya. Dalam perjalananya Putri dan Radijan di halangi oleh prajurit Mujitara, mereka langsung menghabisi prajuritnya. Tak lama Prajurit Istana Kutamiji memberikan informasi keberadaaan Raja Mujitara Bahwa kini sudah ada di Istana Mujitara. Mereka langsung bergegas pergi menuju istana dan langsung di hadang oleh Jagoan Mujitara. Dalam pertarungannya Putri langsung pergi melawan Raja Mujitara yang sudah membunuh Ibunya dan di hadang oleh prajurit Mujitara mereka pun langsung bertarung. Kini dalam Istana yang masih hidup hanya Radijan, Raja, dan Putri. Radijan pun berhasil membunuh jagoan istana Mujitara. Kini Rajidan bergegas pergi ke tempat pertarungan Raja Mujitara dan Raja Kutamiji, baru sampai ketempat pertarungan para Raja, Raja Kutamiji pun mati dikalahkan oleh Raja Mujitara tanpa sepengetahuan Putri. Setelah Radijan Melihat Raja Mujitara membunuh Raja Kutamiji, Radijan langsung membayangkan wajah orang yang telah membunuh orang tuannyadulu. Radijan pun mengamuk dan mengejar Raja Mujitara yang kabur menghampiri Putri Ajeng Maya Sari. Radijan pun berhasil menghadang Raja Mujitara dan berhasil membunuhnya. Setelah selesai pertarungan Putri dengan Prajurit Mujitara, Putri langsung melihat Radijan yang sedang Pembunuh Raja Mujitara, Dirubah mata penglihatannya oleh Raja Mujitara, Raja Mujitara menjadi Raja Kutamiji Ayahnya. Dan Rajidan pun sama mata penglihatanya di rubah oleh Raja Mujitara, Rajidan melihat raja Mujitara yang dibunuhnya menjadi Putri. Keduanya pun saling berbeda penglihatan. Merekapun saling mendendam dan bertarung satu sama lain. Putri mendendam karena Ayahnya yang telah mati dan Rajidan mendendam karena kematian Putri. mereka pun saling mengeluarkan kekuatan andalannya dan pertarungan merekapun sampai 4 Hari 3 Malam. Istana pun menjadi abu akibat pertarungannya tak ada 1 tumbuhan pun yang ada di wilayah istana ini. Pada 5 Hari 4 Malam mereka pun saling membunuh, dan penglihatan mereka pun kembali normal. Keduanya pun terkejut dan menyesal karena, selama ini mereka hanya di permainkan oleh kekuatan Raja Mujitara untuk saling menghancurkan
Dalam cerita dongeng diatas, kita mendapatkan amanat : yaitu, apa bila dalam sebuah keluarga, kelompok, rganisasi dll. Mendapat masalah, kita akan langsung masuk kedalam permainan pikiran kita, jika menyelesaikan dengan pikiran emosi, itu akan membuat kita bermusuhan, menyesal, dan berakhir hancuran.
Sabtu, 13 Juni 2015
Kisah Cinta Pertamaku
Waktu itu aku sudah berjanji pada hatiku untuk acuh kepada semua wanita,
entah kenapa, saat pertama kali aku melihat mu, nyaman sekali berada di dekatmu, rasanya ingin sekali menatap wajahmu lebih lama lagi, tapi aku selalu berpikir apakah aku pantas denganmumu ?, apakah kamu bisa mengerti aku ?
ku coba tuk memberanikan diri berkenalan dengamu dan mengajakmu jalan-jalan, ku hentikan langkah ini dan ku ucap kata
"aku mencintaimu"
"aku ingin kamu jadi milikku"
"kan ku bahagiakan kamu lebih dari kata bahagia"
aku terkejut saat kamu memeluk ku dan berkata "Aku ingin selalu berada di dekatmu" akhirnya kami pun jadian
tapi pada suatu saat kamu tak memperlihatkan diri lagi, hilang secara tiba-tiba, tanpa mengucapkan kata selamat tinggal dan perpisahan,
1 minggu telah ku lewati tanpa kehadiranmu, tak hentinya dalam waktu itu, aku terus memikirkan mu, ku ingin tahu keadaan mu, ku ingin tahu apakah aku pernah menyakitimu, dan ku ingin tahu apakah kamu bahagia saat aku memilikimu.
Dari kejadian itu aku mulai berpikir, mungkin belum saatnya aku memiliki kekasih, dan begonya diriku langsung mengatakan cinta.
saatku berusaha untuk melupakan kejadian itu, malah semakin dalam aku mengingat mu.
Kutulis ini sebagai tanda bahwa aku pernah memiliki dirimu kasih.
Hampa sekali diriku tanpa kehadiranmu
Maafkan aku bila ku menyakiti hatimu
Maafkan aku karena tak membahagiakan mu
Lembut belaian mu takkan tergantikan.
Cerpen Karangan : Roni Jamaludin
Rabu, 18 Februari 2015
Pemilik Mata Indah Itu
Kubuka mataku dan kulirik jam di handphoneku menunjukan pukul 17.07. Ah, lagi-lagi aku telat, pikirku.
Dengan cepat aku beranjak bangun dan bersiap-siap untuk pergi. Mini dress rajutan berwarna kuning dengan sendal berwarna serupa serta rambut yang diikat agak tinggi, begitulah kira-kira style ku sore ini. Tujuanku adalah pantai. Rumahku memang tidak terlalu jauh dari pantai yang biasa kukunjungi. Aku hanya melewati jalan setapak yang menghubungkan rumahku dengan pantai itu. Aku pasti terlambat lagi, pikirku.
Sesampainya di pantai ku edarkan pandanganku ke semua orang yang lalu lalang di pantai itu. Dan akhirnya pandanganku terhenti kepada seorang lelaki dengan gitarnya yang duduk di bawah pohon kelapa sambil memandang ke arah matahari yang akan menenggelamkan sinarnya.
Perlahan kulangkahkan kakiku untuk mendekatinya. Semakin dekat dan semakin dekat. Seketika itu juga ia menoleh kearahku. Dia menatapku dan tersenyum.
“Telat lagi ven? Sunsetnya udah lewat tuh”, Katanya.
“Tadi ketiduran”, jawabku singkat.
Lagi lagi dia menatapku. Menatap dengan mata coklatnya yang indah itu. Mata itulah alasan utamaku menghabiskan setiap soreku disini. Ya mata itulah yang menghipnotisku. Mata itu yang perlahan-lahan menimbulkan rasa rindu untuk melihatnya lagi. Mungkin ini yang dikatakan cinta tanpa alasan.
Yang ia tau alasan utamaku kesini adalah melihat sunset. Ah, padahal itu hanya alasan-alasanku yang selanjutnya.
Jika hari sudah mulai gelap pertemuan itu pun selesai. Begitulah pertemuanku setiap hari dengannya, selalu begitu. Sudah seperti ritual wajib untuk kami berdua. Hampir 4 bulan terakhir ini kami selalu melakukan ritual itu.
Esok harinya aku datang lebih awal dari kemarin. Sekitar pukul 16.36 aku sudah duduk manis menunggu pemilik mata indah itu. Kali ini dia yang terlambat, kataku di dalam hati sambil sedikit tertawa kecil. Pukul 17.00 dia belum juga muncul. Tidak biasanya, pikirku. Kira-kira setengah jam kemudian dia datang dengan berlari dan nafasnya yang tidak beraturan.
“Ah, aku telat” katanya sedikit berteriak sambil melihat ke arah matahari yang menampakkan cahaya kemerah-merahan.
“Darimana? Tumben” kataku penasaran.
“Tadi rencananya mau ngajak temen kesini, awalnya dia mau, tapi tiba-tiba dia bilang gak bisa. Kamu udah lama?”
“Lumayan”
“Maaf ya”
“Iya, santai aja”
Ia pun duduk di sebelahku, memetik gitarnya dan memainkan lagu sendu. Tidak biasanya dia memainkan lagu seperti ini. Biasanya selalu semangat. Dan itu, mata itu berbeda. Tidak pernah sebelumnya mata itu terlihat kosong dan hampa. Ada apa dengannya hari ini? Ah, mungkin hanya perasaanku saja.
—
Kring.. Kring.. Kring..
Jam wekker ku berbunyi. Biasanya jam itu menunjukan jam mandi soreku.
Sejetika mataku menjadi bulat membesar. Dengan setengah melompat aku bangun dari tempat tidurku dan langsung mencuci mukaku yang kusut.
Kuambil sweaterku dan langsung menuju pantai.
“Duh, ini sudah sangat sangatlah telat, dia pasti sudah lama berada disana duluan” kataku kesal.
Sampai di pantai langsung ketujukan pandanganku ke arah tempat duduk kami biasanya. Dia tidak ada. Entah kemana. Mungkin sedang membeli minuman, kataku mencoba menghibur diri.
Hari mulai gelap, dia tetap tidak ada menampakkan diri. Dapat kupastikan bahwa dia tidak datang sore ini.
Akhir-akhir ini dia tidak seperti pencinta sunset yang aku kenal. Dia berubah. Pernah suatu hari dia berkata bahwa ia tidak ingin melewati satu sore pun tanpa melihat matahari terbenam. Tapi hari ini dia mengingkarinya.
Keesokan harinya aku tidak terlambat, aku sengaja datang lebih awal, dan yang pasti hari ini aku tidak lagi ketiduran.
Sampai di pantai aku langsung memusatkan perhatianku ke bawah pohon kelapa, ya tempat favorit kami. Tapi aku sedikit binggung karena disana ada seorang lelaki dan seorang wanita anggun menempati tempat kami biasanya. Kuberanikan diri untuk berjalan mendekat. Semakin dekat aku semakin mengenali siapa laki-laki itu.
Ya, dia adalah lelaki pemilik mata indah yang kupuja selama ini. Tak lama kulihat wanita itu berdiri sambil menarik tangan lelaki itu.
“Sayang, antarin aku pulang yuk, udah sore”
“Tapi mataharinya kan belum terbenam, rugi kalau gak liat”
“Udah ah, kan bisa lain kali”
Kudengar sedikit pembicaraan mereka. Apa? Sayang? Jadi wanita itu pacarnya? Aku kira hanya aku yang akan selalu menemani setiap sorenya. Tapi ternyata aku salah. Dia sudah punya pujaannya sendiri, Bahkan jauh lebih cantik dan jauh lebih feminim dariku.
Aku pun berbalik arah setelah melihat mereka menjauh meninggalkan pantai. Kusesali semua waktu yang telah kusia-siakan setiap sorenya di 4 bulan terakhir. Tak terasa di jalan mataku meneteskan sedikit demi sedikit bukti kekecewaan.
Sore-sore selanjutnya tak pernah lagi kulihat lelaki bermata indah itu. Mungkin ia terlalu sibuk dengan urusannya. Bisa jadi urusan dengan pacarnya. Mungkin dia juga lupa akan janjinya pada matahari dan janjinya denganku, ya aku, gadis yang mencintainya lewat keindahan matahari terbenam.
Cerpen Karangan: Theodora Dayanti IRM
Facebook: Theo Callista
Nama saya Theodora Dayanti IRM, saya bersekolah di salah satu SMA Negeri di Kalimantan Barat, tepatnya di Sintang. Saya masih pemula untuk menulis cerpen, harap maklum kalau masih banyak kekurangan. Jika ingin lebih kenal saya add FB saya Theo Callista dan follow twitter saya @TheoCallista. terimakasih sudah membaca :)
Warna Warni Pelangi
Pernahkah kalian melihat pelangi? Jika sudah, apa yang kalian katakan? Sangat indah, bukan? Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Penuh dengam warna. Warna-warni yang menghiasi birunya langit, menciptakan nuansa damai jika melihatnya. Tapi apa kalian tahu, apa hubungan pelangi dalam kehidupan? Ya, itu sama seperti judul cerita di atas. Dan dalam cerita ini, kita akan membahas nya.
Suatu hari, ada seorang gadis kecil. Badannya kecil, tubuhnya ramping, wajahnya putih pucat. Ia harus menghabiskan hari-harinya dengan beraktivitas dalam kursi roda. Ia lumpuh, bahkan sejak lahir. Dan itu menjadikannya sedikit berbeda dari anak-anak lainnya. Hingga suatu hari, gadis kecil bertanya kepada Ibu nya,
“Ibu, boleh aku bertanya sesuatu?”
“Ya?”
“Ibu, Mengapa aku terlahir seperti ini, tidak bisa berjalan seperti Ibu dan Ayah. Mengapa aku terlahir jauh berbeda dengan yang lain, Bu?”
Sang Ibu terdiam, menelan ludah. Kemudian dengan pelan Ibu menjawab,
“Anakku, pernahkah kau melihat pelangi?” Gadis kecil itu mengangguk,
“Kau tahu, pelangi diciptakan dengan tujuh warna yang berbeda. Dan dari warna yang berbeda itulah, pelangi menjadi indah, bukan? Sama seperti kita manusia, kita terlahir dengan kondisi yang berbeda, dengan suara yang berbeda, dan wajah yang berbeda pula. Itu artinya, semua orang terlahir berbeda, dan perbedaan itulah yang menjadikan kita lebih semangat, saling bekerja sama, saling melengkapi dan sebaginya. Karena perbedaan itulah yang menjadikan dunia ini lebih indah.” Gadis kecil itu tersenyum, mengangguk, lalu mendekat ke arah Ibu nya.
“Terimakasih, Ibu…” Bisik gadis kecil itu. Kini ia sudah tahu, berbeda dari yang bukanlah hambatan dan masalah besar. Ia masih bisa hidup dengan bahagia, selama ia menikmati hidupnya, ya, hidupnya yang sama seperti pelangi…
Jadi, inti dari cerita ini, perbedaan bukanlah sesuatu yang menakutkan, bukan pula untuk dihina dan dicaci maki, namun untuk disyukuri. Percayalah, setiap orang terlahir memiliki kekurangan, kelebihan, dan perbedaan yang membuatnya untuk saling melengkapi. Sama seperti hal nya dengan pelangi, warna yang berbeda tidak menjadikannya buruk, namun warna-warna yang berbeda itulah saling melengkapi dan menjadikannya sebuah pelangi yang indah, yang membuat hati damai jika melihatnya…
Yang saya harap dari cerita kecil ini, hiduplah seperti pelangi. Meskipun dengan segala kekurangan dan kondisi yang berbeda. Hiduplah seperti pelangi, yang saling melengkapi satu sama lain, dan jadikanlah hidup kalian indah seperti indahnya pelangi…
Cerpen Karangan: Linarista
Facebook: Ellina Ariesta
Nama Lengkap: Ellina Ariesta Saputri
Nama Pena: Linarista
Akun Twitter: @3linaas
Asal Kota: Prabumulih, Sumatera Selatan
Asal Sekolah: SMP N 8 Prabumulih
Umur: 12 Tahun
Guru Yang Baik
Tia benar-benar jengkel mengajari adiknya, Yogi yang baru saja duduk di kelas 2 SD. Jangankan mengerti perkalian, penambahan dan pengurangan saja masih sering salah. Padahal ketika seusia Yogi, Tia sama sekali tidak mengalami kesulitan dalam pelajaran apa pun. Ia selalu duduk di ranking satu.
Berbeda dengan Yogi adiknya yang hanya memiliki nilai yang pas-pasan. Pokonya Tia tidak mau mengajari adiknya lagi. Keputusannya benar-benar bulat. “Tia, kalau bukan kamu, lalu siapa yang akan mengajari adikmu? Mama dan Papa kan harus bekerja sepanjang hari. Kamu kan kakaknya, berbaik hatilah pada adikmu sedikit,” keluh Mama. Tia hanya mendengus kesal.
Ting tong… terdengar bunyi bel pintu. Tia buru-buru lari ke depan. Krek! Udin temannya berdiri di depan pintu dengan senyuman khasnya. Teman sekelasnya itu memang suka sekali tersenyum lebar. “Selamat siang! Saya dari warung mie ayam Sedap yang baru saja buka. Saya mengantarkan pesanan 3 mie ayam komplet!” serunya penuh semangat.
“Hah? Apa-apaan kamu Udin? Kayaknya aku nggak pesan mie ayam deh!” kata Tia bingung. “Tapi… rasanya aku tidak salah alamat,” kata Udin ikutan bingung. “Ah, benar Udin. Tadi Tante yang pesan kepada ibumu. Semua jadi berapa harganya?” tanya Mama yang muncul dari dalam rumah.
“Semuanya jadi 15.000 rupiah, Tante,” jawab Udin riang. Mama menyerahkan uang pas di sambut Udin penuh suka cita. “Terima kasih, Tante. Selamat menikmati. Saya permisi dulu. Yuk Tia, aku duluan,” katanya berpamitan.
Tia membawa masuk mie ayam yang dibeli Mama. Ternyata rasanya enak. Yogi si penggemar mie ayam pun merengek minta tambah. Dasar payah! Anak itu bisanya hanya makan saja, keluh Tia dalam hati. Sejak saat itu keluarga Tia jadi sering berlangganan mie ayam di warungnya Udin. Karena tidak begitu jauh, kadang-kadang Yogi pergi berjalan kaki ke warung mie diantar Mbak Nia.
Di kelas pun, Udin sangat rajin mempromosikan mie ayam buatan ibunya. Ia membawa menu warung yang dipesan sehari sebelumnya untuk bekal makan keesokan harinya. “Tia, adikmu suka sekali dengan mie ayam ya. Hampir setiap hari dia main ke tempatku, lho. Kapan-kapan kamu datang juga dong. Sekali-sekali kutrakir deh!” kata Udin cengengesan.
“Beneran nih, Din? Kalau begitu, nanti siang aku datang ke warungmu, deh,” kata Tia yang disambut dengan senyum lebar khas Udin.
Siangnya, Tia benar-benar datang ke warung Sedap. Letaknya di ujung gang, hanya berbeda 5 rumah dari Tia. Yogi dan Mbak Nia juga diajak.
“Eh, Yogi datang lagi!” sapa Udin tersenyum. Warungnya bersih dan apik. Ibu Udin tersenyum manis melihat kedatangan kami. Dengan mata berbinar-binar, Yogi menghampiri Udin yang sedang mencuci mangkuk, sendok dan garpu.
“Kak Udin harus mencuci 17 mangkuk. Sekarang sudah dicuci 6, berapa mangkuk kotor yang tersisa?” tanya Udin pada Yogi seperti main tebak-tebakan. “Sebelas!” seru Yogi. “Wah pintar. Yogi sekarang bisa langsung menebak, ya. Sekarang coba tebak lagi. Kalau tadi ada 5 orang datang memesan mie ayam, masing-masing 3 mangkuk, ada berapa mie ayam yang harus Kak Udin buat?” tanya Udin lagi.
Lagi-lagi dengan cepat Yogi menjawab, “15 mangkuk mie ayam.” Tia benar-benar heran. Sejak kapan adiknya jadi pintar perkalian dan tambah kurang? “Pintar! Sekarang pertanyaan terakhir! Jika ada orang yang membeli lima mangkuk mie ayam komplet seharga lima ribu rupiah dan dua mangkuk pangsit rebus seharga tiga ribu lima ratus, lalu ia membayar dengan uang lima puluh ribuan, berapa kembaliannya?” tanya Udin.
Wah, ini pertanyaan yang cukup sulit bagi Yogi! Tia yakin adiknya pasti tidak bisa menjawab. Namun lagi-lagi dengan cepat Yogi menjawab, “Kembaliannya delapan belas ribu rupiah.” Tia tertegun mendengar jawaban Yogi. “Yak, seratus untuk Yogi. Hebat! Yogi pintar seperti Kak Tia, ya! Kak Udin tambah lagi dua pangsit rebus sebagai hadiah,” kata Udin bersemangat, disambut sorak gembira Yogi.
Sejak kapan Yogi akrab dengan Udin? Lagipula Udin kan tidak termasuk ranking sepuluh besar, kok bisa-bisanya ia mengajarkan matematika dengan mudah pada Yogi? Tia saja yang jauh lebih pintar tidak bisa. Rasanya Tia jadi malu sendiri.
Keesokan harinya, sewaktu istirahat, Tia memanggil Udin. “Apa yang kamu lakukan pada Yogi, Din? Kok dia tiba-tiba jadi pintar matematika? Tanya Tia. “Oh, itu. Yah, biasa saja sih. Aku tahu dari ibumu kalau Yogi butuh bantuan untuk belajar matematika. Jadi, setiap Yogi datang aku ajak dia menghitung tanpa ia sadari. Mula-mula menghitung sendok yang ada di atas meja, sampai soal tebak-tebakan yang kemarin. Yogi itu sebenarnya pintar lho, Tia! Ia cepat bisa. Habis kakaknya saja pintar, pasti adiknya juga pintar,” kata Udin memuji.
“Ah, tidak. Kamulah yang pintar mengajar, Udin. Kamu yang hebat. Selama ini aku tidak pernah berhasil mengajarkan Yogi. Maukah kamu mengajarkan aku caramu mengajar Yogi? Aku juga ingin mengajari Yogi,” kata Tia tulus.
Udin tersenyum lebar. “Tentu saja, dengan senang hati. Tapi, mie ayamnya tidak gratis, lho. Bangkrut aku kalau terus-terusan traktir kamu, hehe…” kata Udin cengengesan.
Udin… Udin… Dia memang teman Tia yang baik hati. Rupanya kali ini Tia si bintang kelas 5A harus mengaku kalah dari Udin yang biasa-biasa saja. Tidak, Udin bukan sekedar anak biasa. Ia bisa mengajari Rafly yang kurang pandai berhitung hingga lancar. Untung ada Udin.
Cerpen Karangan: Aldi Rahman Untoro
Blog: aldirahmanuntoro.blogspot.com
Menurut saya, menulis adalah kegiatan yang mudah dan menyenangkan.
Takkan Terpisah
Hai kawan, sebut saja aku sinta. aku bukan lah anak dari kalangan orang kaya, tapi aku berasal dari kalangan orang biasa aja, kadang kadang juga suka kurang uang. Aku sekolah di salah satu SMP negeri di parakansallak. Setiap hari aku berangkat naik angkot dari rumah ke sekolah, walaupun harus jalan sebentar sebelum naik angkot. Setiap hari yang aku jalani pasti ada kesan nya.
Di sekolah aku punya tiga orang sahabat yang dekat banget sama aku, sebut saja mereka rahma, nur dan selfi. Mereka itu baik banget sama aku. Setiap hari kita selalu bersama. Tapi ada satu masalah yang bikin persahabatan itu jadi bubar, gini ceritanya
Waktu itu lagi ada kelas diskusi, kita saling tentang pendapat. Tanpa sengaja nur kepeleset ngomong “dasar payah” entah kepada siapa omongan itu dituju, tapi rahma malah berfikir kalau nur menujukan omongan itu ke rahma. Rahma malah jadi minder. Kami sering menegaskan sama rahma supaya dia bangkit “ayolah rahma, to err is human” begitulah kata pepatah kamu harus bangkit. Rahma memang bahagia, tapi hatinya tetap sanksi.
Seminggu itu bagai terbentang tabir di antara kita aku malah lebih sering sama nur dan selfin tapi rahma selalu dengan yang lain. Kita selalu mengajak rahma, tapi banyak saja alasan yang dia keluarkan dari mulutnya.
Waktu itu jam istirahat, aku, nur dan selfi melihat rahma sedang duduk di bawah pohon sambil melamun, lalu kami mendekati.
“Hai rahma, lagi ngapain?” Kata ku sambil berusaha mendekati. Tetapi rahma tidak menjawab apa apa.
“Kamu masih marah yah sama aku? Maafin aku yah aku gak maksud ngomong ke kamu kok, beneran!” Kata nur sambil coba berusaha menegaskan.
“Aku gak papa kok, aku cuma mengartikan perkataan kamu aja, kalo aku itu memang gak tau apa apa” kata rahma lemas
“Aku yakin kok dibalik kekurangan kamu pasti ada kelebihan mu yang orang lain gak tau” kata selfi membangkitkan rahma.
“Makasih atas dukungan nya, kalian memang baik” kata ruli tersenyum.
“Jadi apakah kita masih tetap berteman?” Tanya ku
“Apakah kalian merasa pertemanan kita ini telah bubar?” Tanya rahma
“Ohoho enggak donk” kata selfi menjelaskan. Saat itu mereka berpelukan sambil tertawa bersama dan menjadi sahabat lagi.
Cerpen Karangan: Sinta Lestari
Sinar di Matamu
“Saskia… tungguin!”. Kudengar suara sahabatku memanggil. Ku berbalik dan melihatnya, benar memang itu suaranya. Laki-laki dengan wajah tampan, tapi sungguh demi segala yang pernah menginjak bulan aku sangat muak melihatnya. Dengan wajahnya yang tampan, dia belum tentu sama seperti yang digambarkan di dalam novel. Dia sangat jauh dari sebuah kesempurnaan. Jorok, itu adalah sebuah kata yang selalu kudengar dari banyak orang yang mendefinisikannya. Rambutnya gondrong yang jarang keramas dan jarang pula disisir, mungkin sudah jadi peternakan sekarang. Dia sering mandi, tapi bajunya itu loh gak pernah dicuci. Entar kalo dia udah malas pake pasti dia buang juga ke tong sampah, dia kan banyak uang. Celana jinsnya sengaja dirobek sana-sini yang mirip preman pasar, ugggh aku benci melihatnya. “Gembel” itulah panggilan kesayanganku padanya, walaupun kutahu dia anak orang kaya. Dan dengan senang hati dia akan memanggilku Gembrot, padahal aku sudah sangatlah kurus. Aku menatapnya jijik, dan mataku seolah berkata “Cepetan!!! kamu udah ganti baju belom? kenapa sih celana sama sepatu kamu dekil gitu? aduh kapan tuh rambut bisa dirapiin sendiri? jorok banget” aduh memikirkannya saja sudah muak setengah mampus. Dan akhirnya aku hanya berkata “cepetan..” dengan suara yang gak bentak-bentak plus lembut banget. Dia menghampiriku dan mengambil tanganku lalu seolah aku ini ibunya dia menaruh tanganku di jidatnya. Reseh!!!
Aku Saskia, seorang mahasiswi di ITB jurusan arsitektur dan sekarang sudah tahun kedua alias semester empat. Aku sangat menjunjung tinggi kerapian dan kebersihan. Tidak suka yang berlebel jorok. Kalau soal Boy itu lain halnya, dia memang sengaja mengikutiku selalu dan kuyakin menaruh perasaan lebih padaku. Dan sialnya aku sekelas dengannya di kampus, yang mau tak mau selalu bertemu dengannya dan yang paling sial dia selalu sekelompok denganku. Balik lagi ke aku, aku selalu berprinsip, bersih itu sebagian dari iman, hehehe. Dari SMA sampai sekarang aku selalu mempunyai tipe laki-laki idamanku itu harus Bersih, rapi, pintar, baik dan tulus. Sungguh sempurna, tentu saja ini bukan hanya gagasanku sendiri namun bersama Tari sahabatku dan mungkin seluruh wanita di dunia, mungkin. Kalau bisa dokter dan direktur yang masih muda, pikirku dari dulu. Karena kuyakin yang punya semua itu hanya dokter dan direktur.
“Sas.. entar malam ada acara?” tanya tari. “gak ada.. kenapa?”. “ya enggak, bukan aku yang nanya. Tuh si gembel yang nanya” serunya. Kutulis sesuatu di buku catatanku dan menyerahkannya pada tari “kamu gila ya, tau gak aku malas jalan sama cowok jorok”. “dianya maksa sih, tadi aku juga gak mau nanya tapi dianya ngancam” katanya sambil berteriak. Aku melihat ke belakang mencari-cari sosok si boy gembel. “kok dianya gak ada?” tanyaku pada tari. “aku disini gembrot” ku berbalik dan dia sudah ada di depan wajahku dekat pula. “ih minggir…” kataku ketus. “jadi ntar malam kan, aku jemput jam enam biar otak segeran dikit. Gak ada tapi-tapian pokoknya aku jemput. Bye…” katanya sambil berlalu. Aku hanya bengong-bengong heran. “Tuh anak sarap kali ya, belum nanya aku mau pergi apa gak.. eh udah nyerocos kaya kereta api”. “trima nasib aja deh sas.. dia naksir lo udah dua tahun. Dia ganteng kok, tinggal dipoles mentega dikit pasti enak kok. Kan kalo pacaran sama kamu, dia pasti berubah tuh. Emangnya gak sayang tuh kalo cewek lain yang bakalan ngerubah dia. Entar nyesel lagi.. trus nangis lagi deh kaya dulu.. waktu kamu nangisin…”. belum sempat dia melanjutkan kata-katanya aku sudah marah duluan “udah deh tar, gak usah bawa-bawa masa lalu aku malas bahas yang kaya gituan lagi”. Kata-kata tari yang terakhir tadi memang membuatku sedih, sudah empat tahun aku tak juga bisa melupakan Harry. Mengingat sampai sekarang aku masih sangat mencintainya walaupun mengingat wajahnya saja sudah tidak. Namun namanya memang sudah terukir permanen di relung hatiku. Dan jujur saja setiap kali berdoa sebelum dan sesudah tidur, namanya sudah paten terucap dari mulutku. Hanya satu permohonanku agar dia selalu bahagia dimanapun dia berada.
“selamat sore tante..” aku mendengar suara boy dari dalam kamar, huh aku malas sekali pergi dengannya. “Saskia.. ada temen kamu nih nyariin”. “entar ma..” jawabku. Aku memang sudah mandi, tapi melihatku memakai piyama dengan rambut yang masih awut-awutan boy bengong di hadapanku, namun aku juga bengong melihatnya berpakaian rapi, pakai parfum lagi baunya maskulin banget. “ngapain?” cetusku. “kita kan mo jalan, tadi aku udah bilang kan di kampus” katanya memelas. “malas ahh, kita disini aja gimana.. nonton gitu ato cerita kek apa kek” jawabku malas. “Sas.. entar aku ceritain rahasia aku deh, please sekali ini aja. Mungkin abis ini kamu gak mau jalan sama aku lagi gak apa”. Kata-katanya membuatku luluh, dan kubiarkan dia menunggu sampai sejam. Aku ingin membuatnya bosan, tapi ternyata dia sedang asik bercerita dengan mamaku dan anjing kesayanganku juga sedang tidur di pangkuannya.
“yuk jalan, udah jam tujuh nih. Daag mama” kataku padanya dan juga mama. “daag tante, entar kita bagi-bagi resepnya ya tante. Daag boy” katanya sok akrab dengan mama dan anjingku juga diberi nama sembarangan lagi.
Ternyata dia membawaku di tepi pantai, sambil makan jagung bakar. Aku teringat janjinya di rumah tadi. “oh ya boy.. tadi katanya kamu mau ceritain rahasia. Apaan?” kataku transparan. Dia diam saja, huh menyebalkan. Aku membiarkannya diam dan mengambil handphoneku tak kupedulikan lagi kehadirannya di sampingku. Sebuah pesan masuk “Sas. Bisa gak kamu merhatiin aku, kalau aku diam tanya kek”. Aku menatapnya, dan dia membalas tatapanku. Tatapannya teduh tidak seperti biasanya dan walaupun tidak begitu terang aku bisa melihat airmatanya. “what’s wrong?” tanyaku. Dia lalu menunduk “apakah kau tahu aku adalah anak dari keluarga yang broken home?” aku menggeleng. “dulu aku punya keluarga yang lengkap, aku adalah anak tunggal. Ayah dan ibuku seorang dokter. Aku sangat bahagia walaupun aku juga kesepian. Waktu itu aku sedang berjalan-jalan di rumah sakit tempat ayahku bekerja, dan aku melihat dia sedang memegang tangan seorang perawat dan bilang kalau sebentar lagi dia akan bercerai dengan ibuku. Aku berlari hendak bertemu dengan ibu dan aku terlambat, ibuku sudah tiada. Dia terkena serangan jantung, tak tahu apa penyebabnya. Saat itu ayahku menikah lagi, sampai sekarang aku selalu merasa ayah telah membunuh ibuku. Aku sudah tinggal terpisah dengan ayah sejak masuk SMA, aku sengaja melarikan diri. Dan saat lulus SMA aku dipaksa kuliah kedokteran, sungguh aku tak ingin mengambil jurusan itu. Saat itu aku ikut kakakku yang kuliah di kampus kita juga, aku tak berniat kuliah disitu namun saat itu memang ada yang ingin kukatakan padanya. Dia menjadi panitia penerimaan mahasiswa baru, kau mendaftar saat itu. Disitulah pertama kali aku melihatmu dan memutuskan agar kuliah di tempat yang sama denganmu. Aku juga tak mengerti, namun aku sangat ingin mencintaimu” katanya panjang lebar dan kulihat ada sebuah sinar di matanya saat dia bilang dia mencintaiku. “apakah kau bermaksud menembakku?” kataku bercanda. “untuk apa aku menembakmu, jelas aku sudah tau kau akan menolakku, bolehkah aku bertanya sesuatu? Mengapa kau selalu sendiri? apakah tak ada orang yang kau cintai?” katanya sambil menatapku. Raut mukaku langsung berubah menjadi dingin sedingin udara malam ini “aku tak mau membahas tentang itu”. “aku sudah menceritakan rahasiaku yang selalu kusimpan sendiri, kaulah yang pertama tahu. Apakah kau tidak ingin membaginya denganku?” melihat tak ada reaksi yang kukeluarkan akhirnya dia berkata “ya sudah, mungkin besok atau lusa atau beberapa tahun kemudian kau pasti bisa menceritakannya padaku”. Aku terus diam sampai dia mengantarkanku ke rumah. Dia memang tak bersalah, namun aku memang tak sanggup menjawab.
Beberapa minggu setelah kejadian malam itu, aku tak juga mau berbicara dengan boy. Aku juga tak tau kenapa. Dan berbeda dari biasanya, kali ini dia tidak berusaha mencari tahu tentang masalahku itu. Saat malam tiba, aku kaget melihat boy tiba-tiba datang di rumah membawa beberapa kantong berisi sayur-sayuran. “hai sas.. numpang masak ya”. Mama begitu menyukainya karena mereka punya hobby yang sama yaitu masak. Dan papa juga menyukainya karena mereka memang sama-sama pencinta sepak bola. Tapi aku tak peduli, aku asik-asik saja bermain dengan anjingku yang lucu. Papa membawakanku anjing itu saat dia pergi berlibur di china.
Setelah malam itu, aku tak lagi melihat batang hidung si gembel. Sudah sebulan tak kulihat dirinya. Mungkin berhenti kuliah atau cuti aku juga tak tahu. Namun karena dia sahabatku, ku sms saja dia “Gem, dimana?” dan dia membalas “aku udah pindah ke jakarta, mungkin bakal kuliah disini. bokap sakit”. Ternyata udah pindah di jakarta, setelah itu aku kehilangan kabarnya. Dia seperti hilang ditelan bumi. Namun kepergian boy tidak membuatku sedih, setelah dia pergi kursinya diganti oleh Harry. Sedih dan senang memang selalu satu paket, kata-kata itu kukutip dari sebuah film indonesia. Dia harry, cinta pertamaku. Sangat sulit awalnya bagiku, namun lama kelamaan aku sudah terbiasa. Dia tak banyak berubah, masih seperti harry yang dulu. Bedanya sekarang bukan aku yang mengejar-ngejarnya, tapi sebaliknya. Aku ingat dulu aku begitu mencintainya, namun ternyata dia berpacaran juga dengan sepupuku. Tapi dulu memang dia tak tahu aku menyukainya. Seandainya sekarang boy ada disini, pasti pertanyaannya dulu sudah kujawab.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Sudah empat tahun aku berpacaran dengan harry. Karena kami baru jadian setelah mendapatkan gelar sarjana. Dan tinggal menunggu bulan aku sudah akan menikah dengannya. Dan Tari, agggh dia sudah menikah duluan setahun setelah lulus kuliah.
Aku sedang rajin-rajinnya menyiapkan pesta pernikahanku. Namun harry, dia tidak sesemangat dulu. Aku juga tak tau kenapa. Malam itu aku sedang duduk di ruang tamu bersamanya sambil melihat beberapa majalah. “gimana kalau gaunnya yang ini?” tanyaku. Dia hanya bengong, lalu aku menyikutnya “hey.. kok bengong?”. “emmm.. gak kok aku lagi mikir aja din” katanya. “din? Siapa tuh? emangnya aku udin?” cetusku kesal, dari tadi aku bicara panjang lebar eh dianya ngelamun dan salah pula manggil namaku. “maaf sas..” katanya sambil menarikku kedalam pelukannya. Setelah itu tak ada lagi yang dia katakan dan langsung pamitan pulang.
“Tar.. temenin aku dong” kataku pada tari yang sedang asik memberi makan putrinya yang kedua. “kemana lagi?” tanyanya. “temenin aku liat-liat rumah sakit yang mau direnovasi, aku kan dapat bagian buat ngegambar”. “tunggu si alicia tidur siang ya”. “oke deh, trus sambil nunggu aku mau ngapain?”. “ya terserah, mau ikutin bobo kek, atau mau main sama si anisa tuh di depan” katanya sembarang. “suami kamu mana tar? Ini kan hari minggu, masa dia kerja juga sih”. “dia lagi tidur tuh kecapean”. “oh” gumamku.
Aku dan Tari berangkat menggunakan mobilku menuju rumah sakit tersebut. Sesampai disana kami melihat-lihat sekeliling. “Sas.. rumah sakitnya bagus juga ya, gak menakutkan” katanya sambil melihat-lihat halaman rumah sakit yang indah ditumbuhi bunga-bunga. Air mancur di tengah-tengah halaman juga sangat indah. “Sas?” panggil tari. “apaan?” tanyaku. “bukannya itu harry ya? Emang sakit apaan? kok kamu gak nemenin?”. “dia gak bilang kalo lagi sakit kok, entar ya” kataku sambil melangkah hendak menemui harry “Harry..” panggilku. Dia menoleh dan sedikit terkejut “oh hai.. ngapain?”. “aku? kamu kan udah tahu aku yang mau gambar rumah sakit ini. Kamu ngapain disini?”. “tadi aku temuin adik aku disini, anak papa”. “oh.. yang sering kamu ceritain itu ya? Mau pulang bareng gak?”. “boleh, skalian aku mau ngomong sesuatu” jawabnya. Akhirnya Tari membawa pulang mobilku sendirian karena dia malas menjadi obat nyamuk. Gak solider banget, dulu waktu dia asik-asik pacaran aku selalu jadi obat nyamuknya.
“mau ngomong apaan?” tanyaku padanya yang dari tadi diam. “Sas.. maafin aku”. “kenapa minta maaf, emang salah apa?” tanyaku heran. “denger ya, jangan kaget dan jangan nyelah dulu, please. Aku minta maaf, aku tak bisa menikah denganmu. Sungguh aku mencintaimu, namun aku tak bisa. Aku sudah lama menjalin hubungan dengan dokter dinda, dokter yang ada di rumah sakit tadi. Undangan yang dulu kucetak bukan undangan pernikahanku denganmu namun undanganku dengannya. Maaf aku menyakitimu. Aku akan menerima segala tuntutanmu”.
Aku merasa terpukul dan terhina, pantas saja dia tak mengijinkanku melihat undangan yang dulu dia cetak. Harusnya kau minta maaf karena sudah kedua kalinya membuatku terluka, kataku dalam hati. “hubungan kita berakhir, bukan karena kau yang mengakhirinya. Namun aku memang mengiginkannya. Antarkan aku ke rumah Tari” kataku pedas. “maaf saskia”. Aku tak bicara banyak lagi, karena hatiku begitu sakit. Setelah sampai di rumah tari dia memberikanku undangan tersebut. Hatiku seperti tersayat pedang tajam, sungguh pedihnya. Aku menangis di pangkuan Tari, untuk kedua kalinya aku menangis dengan alasan yang sama.
Minggu depan ternyata pesta pernikahannya. “Sas.. kamu bakalan pergi ke pestanya?”. “mungkin..” kataku lirih. “kau memang harus pergi, kau harus membuktikan bahwa kau bisa berdiri walaupun tanpa dia di sisimu”. Semalam Harry mengsmsku, katanya dia sangat merasa bersalah padaku. Memangnya hanya aku yang marah? Bagaimana keluargaku? Sungguh kau begitu jahat padaku.
Pernikahannya pun tiba. Hatiku sakit, namun kutahan semua amarahku agar aku tak menangis di pernikahan mantan kekasihku tersebut. Aku melihat sekeliling, banyak tamu yang datang. Beberapa kukenal sebagai teman-teman SMA dan teman kuliah, ada juga teman kantornya. Ternyata hanya aku yang bego, semua orang tahu kekasihnya adalah dokter dinda, seorang dokter cantik yang masih muda. Ku berbalik dan bugg, sebuah minuman yang untung saja berwarna bening tumpah ke bajuku. Bukannya marah aku malah minta maaf “maaf ya.. maaf..”. “Saskia gembrot?” panggil seseorang yang menabrakku tadi. Kulihat wajahnya, dan aku memang mengenalnya. Bagaimana tidak? Siapa lagi yang akan memanggilku gembrot kalau bukan dia, Sudah tahu aku punya badan yang kurus. Tapi dia tampak begitu berbeda, dia rapi dengan setelan jas hitamnya, rambutnya juga ditata rapi, bahkan bau parfumnya saat datang ke rumahku dulu tak pernah berubah. “Boy?”. “iya ini aku boy, apa yang membawamu kemari?” tanyanya. “mau mendengar sebuah cerita?” tanyaku akhirnya setelah lama berdiam.
Delapan tahun yang lalu boy menceritakan kesedihannya padaku di tempat ini. Di tepi pantai, sambil makan jagung bakar. Aku menatap kosong di depan. “what’s wrong?” waktu seakan terulang, dulu itu adalah pertanyaanku padanya. “Harry.. dia adalah cinta pertamaku. Dulu waktu kita kuliah kau pernah bertanya kan, itu adalah jawabanku. Aku sangat mencintainya, sampai skarang malahan. Kami sempat pacaran empat tahun, dan beginilah caranya mengakhiri. Aku pikir dia adalah orang yang akan mendampingiku” aku tertawa sinis. “Harry adalah kakak tiriku, kau tahu itu? Dia merebut ayah dan juga cintaku”. Aku menatapnya tak percaya. Ternyata adik yang sering harry ceritakan itu boy. Berarti dia adalah dokter yang ada di rumah sakit itu juga. Dari kata-katanya aku tahu bahwa dia mencintai dokter dinda, walaupun dia tak menjelaskannya secara langsung. “bolehkah aku bertanya? Mengapa kau bisa menjadi seperti ini? Aku pikir kau tak ingin jadi dokter” tanyaku penasaran. “karena ini adalah permintaan ayahku yang terakhir saat itu”.
Aku menyelesaikan tugasku untuk menggambar rumah sakit itu. Sekarang aku selalu bersama boy, karena tari semakin sibuk mengurus rumah tangganya. Aku sengaja cepat menyelesaikan gambarku karena hatiku sakit setiap kali mengingat rumah sakit itu adalah tempat bekerjanya dokter dinda. Sudah satu tahun berlalu, aku masih saja teringat dengan cinta pertamaku. Sungguh sial, Walaupun aku sudah berusaha.
Aku terkejut melihat kehadiran boy di rumahku sore ini. “ngapain?” tanyaku pedas. “mama kamu ada gak?” tanyanya sambil melirik ke dalam rumah. “emang kenapa tanya mama?”. “pengen masak bareng”. Huh.. dasar sih boy, dia tahu saja kalau mama senang masak. Anjingku juga senang dengannya. Aneh saja melihatnya, semua sepertinya senang dengannya. Akhir-akhir ini aku tahu dia menyukaiku lagi, aku juga tahu dari tari. Tiap malam dia selalu tepat waktu mengsmsku seperti minum vitamin saja. Karena dia aku mulai lupa pernah disia-siakan.
“enak gak?” tanyanya saat sedang makan di restoran langganannya katanya. Malam ini dia memang mengajakku makan di luar tidak seperti biasanya dia membawa bahan mentah dan memasak di rumahku. “lumayan” kataku sambil melanjutkan makan. “Sas.. mau gak nikah sama aku?” tanyanya tiba-tiba. “hah?”. “iya nikah.. entar ketuaan loh, udah dua sembilan tahun kan”. Aku semakin bingung. “Sas.. tahu gak aku nungguin kamu lama banget”. “entar deh.. bukannya kamu cinta sama dokter dinda ya?”. “ampun deh sas.. yang aku maksud waktu itu kamu kali”. Lama kami terdiam. “gimana? Mau gak?” tanyanya sekali lagi, namun aku hanya terus diam. Sampai dia mengantarkanku, aku terus diam. Saat keluar dari mobilnya aku melihat raut wajahnya yang ceria berubah menjadi suram dan setelah semua kata-kata sudah kurangkai dengan indah aku masuk kembali ke mobilnya. Dia hanya menatapku bingung, kemudian kucium pipinya “maaf membuatmu menunggu, aku bingung harus manjawab apa. Tapi yang pasti aku sangat ingin menikah denganmu. Aku ingin mengucapkan janji suci itu di hadapan Tuhan bersamamu”. Lalu dia memelukku erat dan berkata “terima kasih walaupun terlambat aku tetap mencintaimu. Bagaimana kalau minta restunya sekarang” sudah sekian lama sejak aku pertama kali melihat sinar di matanya, dan malam ini cahaya itu kembali bersinar.
Aku hanya tersenyum. Sejujurnya ini sudah jam dua belas malam, mama dan papa pasti sudah tidur. Dengan wajah yang enggan mama dan papa mendengarkan lamaran boy. Dan dengan enggan dan tanpa menjawab mama dan papa kembali ke kamar. Aku menahan tawa karena melihat wajah boy sedih. Tak lama papa bersuara dari kamar “Boy.. kasih papa keturunan sebelas ya, biar bisa bikin kesebelasan” akhirnya aku tertawa bersama boy. Aku memang yakin mama dan papa mengizinkan karena baru beberapa hari yang lalu mama dan papa mendesakku untuk segera menyatakan cinta pada boy, gila kali ya. Bagaimana tak suka, boy jago masak seperti mama dan gila bola kayak papa.
Beberapa bulan kemudian aku menikah juga dengan boy, tak mau menunggu lama. Aku takut ketuaan seperti kata boy. Akhirnya aku dikaruniai tiga orang anak dengan dua kali melahirkan. Karena yang kedua kalinya kembar sepasang. Yang pertama kuberi nama Sazzy dan si kembar Ferel dan Felicia. Keluarga yang bahagia pikirku. Aku sangat menyayangi suamiku dan juga ketiga anakku yang menggemaskan. Boy juga sangat perhatian pada mereka, mengingat pekerjaannya sebagai dokter yang sibuk dan aku memutuskan untuk mengurus rumah tangga saja. “Setiap kali kau lupa pernah mencintaiku, aku akan dengan senang hati mengingatkan” kataku setiap bangun pagi tentu saja setelah aku berdoa pada Tuhan.
Cerpen Karangan: Sherly Yulvickhe Sompa
Facebook: Sherly Yulvickhe Sompa
Minggu, 15 Februari 2015
Berawal Dari Facebook
hari senin adalah hari paling menyebalkan ....
gua berangkat sekolah pukul 07:40 sesampai di sekolah siswa - siswi pun bergegas meninggalkan kelas untuk berkumpul di lapangan dan melaksanakan upacara hari senin ...
gua mulai masuk ke gerbang sekolah dengan santai, tiba - tiba gua di jewer oleh pak ainin selaku ketua kesiswaan "kamu ya orang lain baru datang juga langsung buru - buru ke tengah lapangan, tapi kamu malah santai - santai aja, cepet kamu langsung ke lapangan aja." gua langsung lari sambil memegang kuping gua yang berwarna merah, gua langsung mengambil barisan ke tiga di depan karena taku di omelin lagi. "Ron kenapa kuping mu merah begitu ? abis di jewer ya ? sama siapa ? sini biar gua tabok tuh orang" bisik Bejo. "bener lu mau tabok tuh orang? emeang lu brani ?" tanya balik gua. "ya berani lah, ah elu kayak belum kenal gua aja ron lu tau kan gua?"
"kagak"
"kmfrt lu". "emang siapa sih yang ngejewer lu? berani - braninya tuh orang ngejewer temen gua"
"bener ya, ntar lu tabok tuh orang? awas lu, kalo- kgk lu traktir gua makan"
"iya bener gua janji mau traktir, biar gua tabok tuh orang, belum tau rasanya di tabok super hero apa tuh orang"
"yang ngejewer telinga gua ampe merah tu, pak haji ainin selaku ketua kesiswaan"
"kmfrt lu tong, mana gua brani, guru killer gitu"
"eetttttt, tapi lu udah janji mau traktir gua kan"
"kmfrt lu ron"
upacara pun selesai, seluruh siswa-seiswi meninggalkan lapangan sekolah, setelah sampai di kelas gua langsung mengambil handphone dan membuka facebook dan membaca status orang juga ngelike, tapi tiba - tiba gua menemuka foto cewe cantik, gua langsung ngeliat profilnya, dan bener orangnya cantik tanpa editan, gua langsung chat tuh cewe, dan dia juga langsung ngebalis chat gua, dan gua enggk mikir panjang apa dia udah punya pacar apa belom yang penting gua kenal dulu ama tuh orang, gua langsung nge add dia, dan dia juga langsung ngekonfirmasi gua.
jam 10 malam chatingan sama dia pun berakhir ... gua liat lagi profil tuh cewe dan gua baca status - statusnya dan gua menemukan beberapa hasil postingannya "
1. kerasa banget sakinya. baru bangun langsung ngeliat DP dia. :'( T_T
2. gak ada yang spesial di hari minggu. yang ada hanya kesedihan & air mata saja :'(
3. Taman Jomblo. :D :v
4. katanya taman jomblo tpi kok banyak yg pacaran. :v jadi ngiri . :'(
asyik ini cewe udah putus ama pacarnya, giliran gua buat nembak tuh cewe, gua pun langsung ngecaht lagi tuh cewe
Roni : "hmm ... sorry sebelummnya gua mau nanya dong boleh, gmna ya ? kamu udah punya pacar belum ?" tak lama dia langsung ngebales chat gua
...... : "wew ... aku baru putus :'( " gua langsung ketawa bahagia HAHAHAHAHA =D
Roni : " sorry ... gua gak maksud untuk ngungkit lagi."
...... : "iya gpp kok"
Roni : " mau gk kamu jadi pembantu ku"
...... : " maksudnya ?"
Roni : "enggk, bukan, maksudnya kamu mau gak jadi pacar aku ?"
...... : "gk ah, aku gk percaya sama orang yang ngataiin cinta enggk di depan aku"
Roni : "oke, besok kita ketemuan, kamu maunya di mana ?" anjrit jauh amat itu kan di bandung lah gua, gua kan di purwakarta
...... : "di taman, taman jomblo, aku tunggu kamu disna jam 10 siang, nanti aku pake baju kuning dan memakai pita di rambut warna merah"
Roni : "oke tunggu aku besok di sana."
gua pun langsung nyari nomer hp tuh cewe di profilnya dan pas nomernya ada, gua langsung telphon dia, dan ternyata di angkat, gua langsung buru-buru matin kan telphonnya, dan gua langsung nyari lokasi taman jomblo, dan ketemu juga lokasinya, setelah itu, gua langsung matiin PC, dan langsung tidur...
ke esokan harinya, gua langsung bolos sekolah, demi cewe cantik itu yang mau nerima gua, dan gua langsung manasin motor gua, 5 menit kemudian gua langsung pergi ke lokasi ....
sesampai di sana gua langsung nyari tuh cewe, tak lama kemudia gua liat tuh cewe, dan benar dia memakai baju kuning juga memakai pita di rambutnya berwarna merah, pas gua mau ngedekit tuh cewe ada dua orang laki sama cewe yang menghapirinya, gua langsung duduk di belakang merka buat mengintip mereka, mungkin tuh cewe yang sama laki tadi temen deketnya, tapi pas gua intip lama - lama laki yang tadi sama cewe dia langsung nembak cewe yang gua incar, dan gua ngedenger kata laki itu " sorry na, waktu gua mutusin kamu itu, gua mau nyoba apa gua bisa ngelupain kamu atau tidak, dan ternyata gua udah jadian juga, gua masih inget kamu na, gua enggk bisa ngelupain kamu na, dan sekarang gua udah mutusin ama pacar gua, dan .... kamu mau gak balikan lagi sama gua gak?" cewe yang gua taksir pun langsung memeluk tuh laki dengan erat, gua pun langsung nelphon cewe inceran gua "Terimakasih udah nyambut kedatangan gua"
Selesai
Cerpen Karangan :Roni Jamaludin
Rabu, 21 Januari 2015
Memang Harus Sendiri
Namaku nia, aku sekolah di salah satu smp terdekat di sekolah ku. Pagi yang cerah, burung-burung bersahutan, menyambut datangnya pagi. Pagi itu aku begitu bersemangat karena aku akan datang ke sekolah yang aku inginkan dari dulu. Pagi itu pun pembina/guru memberi hal hal yang harus dibawa yang nantinya akan digunakan untuk atribut masa orientasi siswa (mos). Dan setiap siswa pun disuruh untuk mencari nama mereka sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh pembina.
Akhinya aku pun menemukan namaku di gugus 8. Aku pun duduk di urutan nomor 2 paling belakang. Aku duduk diam di sebuah kursi dan tenyata di sebelahku ada seorang perempuan, sebenarnya aku mau menyapanya tapi aku segan malihat mukanya yang jutek.
Pada saat senior mos mulai memperkenalkan diri ada satu senior yang membuat perhatianku hanya tertuju padanya. Apakah ini yang dinamakan getaran cinta… hah udah jangan banyak ngayal..
Hari demi hari ku lewati, aku pun masuk di ekskul pmr dan kebetulan senior mos yang membuat perhatianku tak teralihkan itu juga menjadi anggota pmr. Rasanya seneng banget, dengan itu aku bisa mengenalnya lebih jauh.
Seiring berjalannya waktu aku pun sudah dua bulan mengikuti ekskul pmr. Pada saat semua junior sedang duduk di sebuah lapangan rumput kami pun bersenda gurau bersama para senior. Gak tau kenapa aku dipanggil oleh salah satu senior untuk maju ke depan, dan ternyata abang senior yang kusukai itu juga maju bersamaku dan kami pun bersalaman.
“adek” dengan nada sok imut
“iya bang” nada malu-malu
“nama adek siapa” sok imut lagi
“nia bang”
Dan setelah itu kami pun dipersilahkan itu duduk kembali ke tempet semula. Betapa senangnya hatiku bisa bersalaman dengan dia erat lagi.
Tapi, aku bertanya–tanya darimana senior tau kalau aku suka pada bang senior itu. Dan ternyata aku tau siapa yang membocorkan itu yaitu dion.
“grgrgrgr” nada kesal
Kesal juga ada, seneng juga ada huaaaa campur aduk deh.
“adek” dengan nada sok imut
“iya bang” nada malu-malu
“nama adek siapa” sok imut lagi
“nia bang”
Dan setelah itu kami pun dipersilahkan itu duduk kembali ke tempet semula. Betapa senangnya hatiku bisa bersalaman dengan dia erat lagi.
Tapi, aku bertanya–tanya darimana senior tau kalau aku suka pada bang senior itu. Dan ternyata aku tau siapa yang membocorkan itu yaitu dion.
“grgrgrgr” nada kesal
Kesal juga ada, seneng juga ada huaaaa campur aduk deh.
Bulan pun berganti, hari pun berganti. Pada saat itu aku sedang ke kantin bersama beberapa temanku. Dan kulihat ada abang senior yang sedang duduk-duduk bersama teman-temannya. Dan ada salah satu junior pmr yang mau menyalami pmr abang senior itu dan abang itu bilang
“gak usah dek abang udah keluar dari pmr”
“ya udah bang”
Tiba–tiba dia pun memberitahu kepadaku dan teman–temanku bahwa dia sudah keluar dari pmr. Ya allah betapa sedihnya hatiku mendengar dia sudah keluar aku pun sudah tidak semangat lagi untuk latihan pmr, namun aku harus membuang jauh-jauh dia dari hatiku.
“gak usah dek abang udah keluar dari pmr”
“ya udah bang”
Tiba–tiba dia pun memberitahu kepadaku dan teman–temanku bahwa dia sudah keluar dari pmr. Ya allah betapa sedihnya hatiku mendengar dia sudah keluar aku pun sudah tidak semangat lagi untuk latihan pmr, namun aku harus membuang jauh-jauh dia dari hatiku.
Ada temanku bernama lia dia salah satu anak kelas tujuh juga sama seperti aku. Dia menceritakan bahwa abang senior itu menembak salah satu anak di kelas itu yang namanya ola. Hatiku seperti ditusuk-tusuk.
Sekarang aku menjalani hariku seperti biasa, pada saat aku baru datang ke sekolah tiba-tiba si lia memberi tau kalo si ola sudah putus sama abang senior itu wah seneng banget.
Pada saat itu aku ada di kelas sedang ngobrol-ngobrol sama teman sekelompokku. Dan dia mengikuti ekskul catur dan kebetulan juga abang senior itu juga mengikuti ekskul catur juga dan dia bilang sama abang senior itu kalo aku suka sama abang itu tapi respon abang itu cuma bisa saja. Aku sedih kenapa dia tidak memberikan respon yang tidak biasa saja.
Dan pada saat pulang dari latihan pmr berama lia dan dia cerita kalo si ola mau clbk sama abang senior itu. Aku mendengarnya sangat sedih. Aku tidak mau berlarut–larut dalam kesedihan aku mulai merenung untuk apa aku menunggu cinta yang tak pasti dan aku berfikir aku harus fokus kepada sekolah daripada memikirkan dia yang tidak memberikan respon. Dan aku memang harus sendiri aja.
Sekian
Cerpen Karangan: Lili Susanti
Facebook: Li Li / https://www.facebook.com/profile.php?id=100006715869648
hay ini cerpen pertamaku lho
apabila ada kesalahan mohon dimaafkan …
BYE….
Facebook: Li Li / https://www.facebook.com/profile.php?id=100006715869648
hay ini cerpen pertamaku lho
apabila ada kesalahan mohon dimaafkan …
BYE….
Ingin Kumiliki
Alunan suara Stinky masih terdengar dari mini compo kesayanganku, kupandangi foto Iqbaal yang tersenyum kanis dalam pigura di atas meja belajarku. Senyum itu, senyum yang selalu ku suka, rasanya bukan milikku lagi.
2 tahun yang lalu..
“hai.. boleh kenalan? Namaku Iqbaal” ujarnya mengulurkan tangan.
“Shalsa..” balas ku agak ragu.
“hai.. boleh kenalan? Namaku Iqbaal” ujarnya mengulurkan tangan.
“Shalsa..” balas ku agak ragu.
Seminggu ini perhatianku memang banyak tersita kepadanya, gayanya yang lucu dan sangat disegani seantero sekolah. Iqbaal adalah siswa kelas 12, sedangkan aku baru duduk di kelas 11.
“heii.. kenapa melamun?” tanya Iqbaal mengagetkanku.
Aku hanya menggeleng.
“ke kantin yuk” tambahnya sambil menggandeng lenganku, anehnya aku tak mampu menolak ajakannya.
Aku hanya menggeleng.
“ke kantin yuk” tambahnya sambil menggandeng lenganku, anehnya aku tak mampu menolak ajakannya.
Aku masih tampak kikuk ketika Iqbaal menyilahkan aku duduk, banyak mata yang memperhatikan kami, terutama Bella, teman sekelasku, ia menatap benci ke arahku, menurut gosip yang beredar, Iqbaal adalah kekasih gadis berponi itu.
“Kamu melamun lagi, ada apa?” Iqbaal kembali mengejutkanku.
“Aku yang harusnya bertanya, ada apa kamu mengajakku kesini?” ujarku setengah berbisik.
Aku mulai berani menatap matanya yang bagus dan teduh itu, ah.. tak ada seorang pun bisa memungkiri kalau Iqbaal memang sangat menarik.
Iqbaal malah tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku.
“cepat katakan ada apa, kamu tidak tahu apa kalau Bella terus memperhatikan kita. Aku tak ingin disebut Pho dan PPO alias perebut pacar orang” ujar ku kembali berbisik.
Iqbaal tertawa
“maksudmu aku pacaran dengan Bella? Siapa bilang? Justru hal ini yang ingin kukatakan kepadamu” ujarnya menghela nafas.
Aku sudah tak sabar menuggu pembicaraanya.
“Aku menyukaimu, kamu mau jadi pacarku?”
Aku melongo, terkejut bukan main.
“Jangan bercanda Iqbaal. Aku tidak punya waktu untuk melayani omong kosong mu!” ujarku menahan emosiku.
Enak saja kalau dia mau mempermainkan perasaanku.
Aku pun segera berlalu pergi.
“Shalsa.. aku serius!” ujarnya menatapku tajam.
Tappp..
Langkahku terhenti. Aku menghela nafas panjang. Ku dengar langkah kaki mendekatiku. Iqbaal menyentuh pundakku lembut, dan menatapku teduh. Aku tak membalasnya, aku membuang pandanganku.
“Shalsa, aku tahu ini terlalu cepat, tapi aku tak memintamu menjawabnya sekarang, biarkan waktu yang menjawabnya” tambah Iqbaal lagi.
Aku hanya diam mematung, bingung.
“Aku yang harusnya bertanya, ada apa kamu mengajakku kesini?” ujarku setengah berbisik.
Aku mulai berani menatap matanya yang bagus dan teduh itu, ah.. tak ada seorang pun bisa memungkiri kalau Iqbaal memang sangat menarik.
Iqbaal malah tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku.
“cepat katakan ada apa, kamu tidak tahu apa kalau Bella terus memperhatikan kita. Aku tak ingin disebut Pho dan PPO alias perebut pacar orang” ujar ku kembali berbisik.
Iqbaal tertawa
“maksudmu aku pacaran dengan Bella? Siapa bilang? Justru hal ini yang ingin kukatakan kepadamu” ujarnya menghela nafas.
Aku sudah tak sabar menuggu pembicaraanya.
“Aku menyukaimu, kamu mau jadi pacarku?”
Aku melongo, terkejut bukan main.
“Jangan bercanda Iqbaal. Aku tidak punya waktu untuk melayani omong kosong mu!” ujarku menahan emosiku.
Enak saja kalau dia mau mempermainkan perasaanku.
Aku pun segera berlalu pergi.
“Shalsa.. aku serius!” ujarnya menatapku tajam.
Tappp..
Langkahku terhenti. Aku menghela nafas panjang. Ku dengar langkah kaki mendekatiku. Iqbaal menyentuh pundakku lembut, dan menatapku teduh. Aku tak membalasnya, aku membuang pandanganku.
“Shalsa, aku tahu ini terlalu cepat, tapi aku tak memintamu menjawabnya sekarang, biarkan waktu yang menjawabnya” tambah Iqbaal lagi.
Aku hanya diam mematung, bingung.
Ternyata memang benar, waktu yang mendekatkan kami. Kami selalu bersama, Iqbaal juga tak lagi menyingung dan menanyakan perasaanku padanya. Yang ku tahu kami saling menyayangi.
Menjelang ujiaan akhir, Iqbaal sangat sibuk dan jarang menemuiku, dan akhirnya aku kehilangan kontak dengannya. Hingga saat pengumuman ujian dia datang menemuiku.
“Salsha, aku kangen kamu” ujarnya merangkulku.
Aku hanya tersenyum hambar.
“Selamat.. ku pikir kamu sudah melupakanku” ujarku pelan.
Iqbaal menggeleng cepat.
“Tidak Salsha, maafkan aku, aku terlalu tegang mengahadapi ujian ini, aku berjanji akan selalu bersamamu mulai saat ini” ujarnya menyentuh pipiku lembut.
Aku hanya mengiyakan ucapannya. Sepertinya rasa kesalku hilang seketika, mungkin karena aku terlalu mencintainya.
Namun nyatanya hanya hari itu Iqbaal kutemui, ia kembali menghilang, semua temanya sudah kutanyai, namun jawabnya sama ‘TIDAK TAHU’.
“Salsha, aku kangen kamu” ujarnya merangkulku.
Aku hanya tersenyum hambar.
“Selamat.. ku pikir kamu sudah melupakanku” ujarku pelan.
Iqbaal menggeleng cepat.
“Tidak Salsha, maafkan aku, aku terlalu tegang mengahadapi ujian ini, aku berjanji akan selalu bersamamu mulai saat ini” ujarnya menyentuh pipiku lembut.
Aku hanya mengiyakan ucapannya. Sepertinya rasa kesalku hilang seketika, mungkin karena aku terlalu mencintainya.
Namun nyatanya hanya hari itu Iqbaal kutemui, ia kembali menghilang, semua temanya sudah kutanyai, namun jawabnya sama ‘TIDAK TAHU’.
Aku kembali sendiri, hingga akhirnya aku melihat Iqbaal menggandeng Bella di toko buku. Aku segera berbalik dan menghindar berharap mereka tak melihatku.
“Iqbaal.. kamu menoreh luka yang dalam di hatiku. Setelah lama menghilang, kamu masih saja menyakitiku. Padahal dengan sabar aku menantimu, menunggu dengan segenap cinta yang selalu kamu tawarkan dengan indah, kamu pengecut.!”
Tiba-tiba saja aku jadi membenci Iqbaal.
“Iqbaal.. kamu menoreh luka yang dalam di hatiku. Setelah lama menghilang, kamu masih saja menyakitiku. Padahal dengan sabar aku menantimu, menunggu dengan segenap cinta yang selalu kamu tawarkan dengan indah, kamu pengecut.!”
Tiba-tiba saja aku jadi membenci Iqbaal.
—
“Salsha ada temen lo tuh” ujar adikku, Salsha mengetuk pintu kamar. Aku tersadar dari lamunanku.
Pasti Steffi, dia janji mau meminjam catatanku.
Aku segera merapikan rambutku dan segera menemuinya.
“masuk Steff.. tumben betah di luar.” ujarku sambil membuka pintu.
“Selamat malam Shalsa..” suara lirih itu membuatku terhenyak beberapa saat.
“Iqbaal.? Masuklah, silahkan duduk dan jelaskan apa maksudmu kesini”
“aku mau minta maaf..”
“untuk..?”
“semuanya..”
“memang apa salahmu, justru aku yang salah mencintai orang” balasku ketus
“Salsha dengar.. sebenarnya aku dan Bella bersahabat sejak kecil, Bella membencimu, karena kau lebih dari segalanya, ia menyuruhku menghancurkanmu, dia ingin kau mencintaiku dan kemudian melukai hatimu, bodohnya aku mau saja menuruti ide gilanya..” ujar Iqbaal panjang lebar.
Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya keras.
“Rencana Bella berhasil kan? dia sudah melihatnya sendiri” balasku mencoba tenang.
“kamu terlalu kuat dan sabar walau disakiti, kamu selalu bisa menghadapinya, kamu sangat tegar. Dan itu membuatku mencintaimu..”
Aku mengeluh dalam hati, jangan tawarkan cinta lagi untukku.
“ini kukatakan sejujurnya Shalsa, setelah sekian lama berpisah kupikir aku bisa melupakanmu, ternyata tidak. Bayanganmu selalu ada di benakku” ujar Iqbaal menatapku.
Mata itu masih saja seperti dulu, seperti magnet yang siap menarikku ke dalam.
“Kamu selalu datang dan pergi sesuka hatimu, tanpa peduli perasaanku, lalu kamu bilang kamu mencintaiku?” suaraku meninggi, emosiku sudah tak tertahankan, semuanya keluar begitu saja.
“aku bersungguh-sungguh, aku bersedia melakukan apa saja untukmu”
“maaf! simpan saja bualanmu itu, aku sudah tak tertarik lagi, mungkin ini termasuk skenariomu dengan Bella” ujarku menatapnya sinis.
Ya tuhaaan… Sebenarnya aku tak tega, tapi mau gimana lagi.
“percayalah Salsha..”
“selamat malam Iqbaal, ku harap ini pertemuuan terakhir kita” sahutku dingin dan segera berlalu.
Iqbaal menatapku iba.
Luka itu semakin terkoyak. Aku ingin memilikimu tapi apakah harus sesakit ini..?
Pasti Steffi, dia janji mau meminjam catatanku.
Aku segera merapikan rambutku dan segera menemuinya.
“masuk Steff.. tumben betah di luar.” ujarku sambil membuka pintu.
“Selamat malam Shalsa..” suara lirih itu membuatku terhenyak beberapa saat.
“Iqbaal.? Masuklah, silahkan duduk dan jelaskan apa maksudmu kesini”
“aku mau minta maaf..”
“untuk..?”
“semuanya..”
“memang apa salahmu, justru aku yang salah mencintai orang” balasku ketus
“Salsha dengar.. sebenarnya aku dan Bella bersahabat sejak kecil, Bella membencimu, karena kau lebih dari segalanya, ia menyuruhku menghancurkanmu, dia ingin kau mencintaiku dan kemudian melukai hatimu, bodohnya aku mau saja menuruti ide gilanya..” ujar Iqbaal panjang lebar.
Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya keras.
“Rencana Bella berhasil kan? dia sudah melihatnya sendiri” balasku mencoba tenang.
“kamu terlalu kuat dan sabar walau disakiti, kamu selalu bisa menghadapinya, kamu sangat tegar. Dan itu membuatku mencintaimu..”
Aku mengeluh dalam hati, jangan tawarkan cinta lagi untukku.
“ini kukatakan sejujurnya Shalsa, setelah sekian lama berpisah kupikir aku bisa melupakanmu, ternyata tidak. Bayanganmu selalu ada di benakku” ujar Iqbaal menatapku.
Mata itu masih saja seperti dulu, seperti magnet yang siap menarikku ke dalam.
“Kamu selalu datang dan pergi sesuka hatimu, tanpa peduli perasaanku, lalu kamu bilang kamu mencintaiku?” suaraku meninggi, emosiku sudah tak tertahankan, semuanya keluar begitu saja.
“aku bersungguh-sungguh, aku bersedia melakukan apa saja untukmu”
“maaf! simpan saja bualanmu itu, aku sudah tak tertarik lagi, mungkin ini termasuk skenariomu dengan Bella” ujarku menatapnya sinis.
Ya tuhaaan… Sebenarnya aku tak tega, tapi mau gimana lagi.
“percayalah Salsha..”
“selamat malam Iqbaal, ku harap ini pertemuuan terakhir kita” sahutku dingin dan segera berlalu.
Iqbaal menatapku iba.
Luka itu semakin terkoyak. Aku ingin memilikimu tapi apakah harus sesakit ini..?
TAMAT
Cerpen Karangan: Mutiara Septinola
Facebook: Mutiaraa Septinoola
pollow : @mutia_septi99 kalau mau liat karya aku yang lain yuk like : Imutiara septinola
Facebook: Mutiaraa Septinoola
pollow : @mutia_septi99 kalau mau liat karya aku yang lain yuk like : Imutiara septinola
Bintang Bersinar Lagi
Gemerlap panggung dengan lampu warna-warni tertata megah. Ribuan penonton berteriak memanggil namaku sambil mengangkat poster bergambarkan wajahku. Dadaku bergejolak, nafasku tak beraturan, dan jantungku mengalun tanpa irama. Disitulah aku berdiri, berusaha membalas dengan senyuman senang berpadu haru. Dentingan musik sudah mulai berirama, ku ambil nafas panjang masuk dan menikmati irama demi irama tembang kenangan yang ditantangkan juri. Setelah saatnya tiba aku mulai bernyanyi, mencoba menjiwai lagu sebisaku. Ku gengam mic erat, kupejamkan mataku rasanya saat ini aku berada di Banyuwangi malam.
Tahun 1999 aku masih SD kelas 2 aku berlari dengan tangan menggenggam botol plastik bekas air mineral, aku berlari menuju ke sebuah daratan tinggi yang biasa disebut gumuk disana ditanami ratusan pohon kakao. Dengan nafas terenggah-enggah aku tiba di atas. Aku berdiri memandangi puluhan hektar sawah yang membentang. Angin menyentuh rambutku pelan, aku berteriak lantang.
“Wahai alam dengarkan aku… dengarkan suaraku…” Angin berhembus lagi, dan aku berteriak lagi.
“Aku nanti akan jadi orang terkenal, menjadi penyanyi ibu kota” teriak ku lagi, namun kali ini angin tak lagi berhembus. Seorang petani yang sedang menjaga padi dari serangan burung menyahut dengan suara keras, sehingga dapat ku dengar dari atas gumuk.
“Semoga nak… kamu bisa jadi orang terkenal dan membanggakan wilayah kita ini..”
“aku pasti bisa menjadi orang hebat… pak lik..” teriakku lagi, disitu aku selalu menghabiskan waktu dan suaraku untuk bernyanyi, aku tak ingin mengganggu orang dengan suaraku yang melengking tinggi, sehingga aku membuat konser tunggal, menganggap gumuk itu adalah sebuah panggung megah, botol bekas air mineral sebagai mic, dan padi-padi menguning adalah ribuan manusia yang menyaksikanku. Penonton setia yang selalu melambai-lambai dan bergoyang-goyang tertiup angin sore.
“Berkibarlah benderaku.. lambang suci gagah perwira.. di seluruh pantai Indonesia kau tetap pujaan bangsa…” Suaraku menggema bersahut-sahutan terbawa angin. Aku senang sekali menyanyikan lagu-lagu nasional saat itu
Hingga pada suatu ketika, saat aku kelas IV aku dan lima temanku menjuarai lomba paduan suara tingkat Kabupaten di Pendopo Banyuwangi. Itulah penghargaan pertamaku. Dan saat kelas VI aku menjuarai lomba tari tradisional tunggal tingkat Provinsi. Kata ibuku, ayah selalu membanggakanku di depan rekan-rekannya, ayahku bekerja di Kantor Kecamatan sebagai tukang kebun namun selalu mendapat kepercayaan pak camat. Disana ayahku seperti asisten pribadi Pak Pamat. Ibu juga memberitahukanku kalau Pak Camat mengucapkan selamat untukku. Kupajang piala pertamaku di ruang tamu dengan tujuan kalau tamu-tamu yang berkunjung melihat prestasiku.
“Wahai alam dengarkan aku… dengarkan suaraku…” Angin berhembus lagi, dan aku berteriak lagi.
“Aku nanti akan jadi orang terkenal, menjadi penyanyi ibu kota” teriak ku lagi, namun kali ini angin tak lagi berhembus. Seorang petani yang sedang menjaga padi dari serangan burung menyahut dengan suara keras, sehingga dapat ku dengar dari atas gumuk.
“Semoga nak… kamu bisa jadi orang terkenal dan membanggakan wilayah kita ini..”
“aku pasti bisa menjadi orang hebat… pak lik..” teriakku lagi, disitu aku selalu menghabiskan waktu dan suaraku untuk bernyanyi, aku tak ingin mengganggu orang dengan suaraku yang melengking tinggi, sehingga aku membuat konser tunggal, menganggap gumuk itu adalah sebuah panggung megah, botol bekas air mineral sebagai mic, dan padi-padi menguning adalah ribuan manusia yang menyaksikanku. Penonton setia yang selalu melambai-lambai dan bergoyang-goyang tertiup angin sore.
“Berkibarlah benderaku.. lambang suci gagah perwira.. di seluruh pantai Indonesia kau tetap pujaan bangsa…” Suaraku menggema bersahut-sahutan terbawa angin. Aku senang sekali menyanyikan lagu-lagu nasional saat itu
Hingga pada suatu ketika, saat aku kelas IV aku dan lima temanku menjuarai lomba paduan suara tingkat Kabupaten di Pendopo Banyuwangi. Itulah penghargaan pertamaku. Dan saat kelas VI aku menjuarai lomba tari tradisional tunggal tingkat Provinsi. Kata ibuku, ayah selalu membanggakanku di depan rekan-rekannya, ayahku bekerja di Kantor Kecamatan sebagai tukang kebun namun selalu mendapat kepercayaan pak camat. Disana ayahku seperti asisten pribadi Pak Pamat. Ibu juga memberitahukanku kalau Pak Camat mengucapkan selamat untukku. Kupajang piala pertamaku di ruang tamu dengan tujuan kalau tamu-tamu yang berkunjung melihat prestasiku.
Dengan berbekal dua piagam kejuaraan yang kumiliki, aku mudah mencari SMP terfavorit di daerahku. Kata orang-orang SMP nya anak-anak pintar, aku salah satunya. Aku mengikuti berbagai extra yang aku sukai seperti extra paduan suara, extra tari, extra musik dan extra teater. Aku juga aktif dalam organisasi Osis dan Dkg. Hari-hariku semakin sibuk, kewalahan dengan jadwal yang padat. Tiga tahun full masa smpku tersita untuk fokus terhadap sekolah, extra dan organisasi. Aku tak peduli dengan dunia luar itu apa. Aku menghabiskan waktu di sekolah hingga larut-larut malam, sampai terkadang ibu sangat menghawatirkan keadaanku. Namun tetap saja saat itu yang aku fikir adalah bagaimana caranya nilai akademisku tetap 9 atau naik hingga 100 dan nilai non akademisku maksimal.
Berkat ketekunan dan doa akhirnya itu semua dengan mudah aku raih. Di akhir kelas tiga aku mendapat NUN tertinggi, yang lebih membanggakan lagi aku menjuarai lomba piano tingkat provinsi. Ketika pulang wisuda SMP orangtuaku menghadiahi aku sepeda motor. Aku jingkrak-jingkrak senang, yang lebih senang lagi ibu bilang kepadaku kalau aku akan punya adik lagi. Aku memiliki satu adik laki-laki namanya Dion kuharap ibu membirikan adik perempuan untukku.
Aku memilih SMAN favorit yang berada di jantung kota Banyuwangi, karena sekolahnya jauh dari rumah. Ayah memutuskan agar aku kost. Ibu tak tega melihatku mengendarai motor pulang pergi sekolah. Aku nurut saja. Masih sama seperti SMP aku menarget prestasi nilai minimal akademis 9 walaupun aku ikut Osis, Da dan Extra Musik. Siapa sih yang tak mengenal nama Bintang Ilham Erlangga? Bintang yang multitalenta bersinar setiap saat. Namun semua itu membentukku menjadi manusia yang tak memiliki rasa solidaritas, aku lebih senang individual dalam pelajaran. Aku tak peduli teman-teman tak menyukaiku toh aku bisa sendiri. Apapun aku bisa sendiri dan aku juga tak mau mengganggu mereka. Aku berinteraksi dengan teman ketika berorganisasi selain itu aku ingin kita bersaing. Aku pintar mengasah bakat-bakat yang aku miliki bahkan bakat yang terpendam sekaligus; menulis misalnya. Diam-diam aku suka menulis puisi, mengarang cerita bebas bahkan membuat komik dengan animasi yang kubuat sendiri.
Saat menjelang ujian semester 2 ayah menelfonku kalau ibu berada di rumah sakit. aku tahu kalau ibu akan melahirkan adikku. Sepulang sekolah aku ke rumah sakit naik bus kota. Sesampainya di rumah sakit, ayah dengan air mata yang berlinang memelukku erat. Ayah yang selama ini gagah kini lemah, ia seperti manusia tanpa roh. Sedangkan adikku Dion yang masih berusia 12 tahun menangis di depan pintu kamar operasi.
“Ibumu keguguran Ham dan nyawa mereka berdua tak terselamatkan.” Suara itu bagaikan petir yang menyambar, aku tak kuasa menahan air di kelopak mataku. Baru saat itulah aku tahu apa yang dirasakan ayahku. Ayahku telah kehilangan dua sayapnya. Namun apa daya, aku bisa apa? itulah takdir dari Tuhan. Aku hanya bisa menguatkan ayahku yang lemas memucat. Adik dan ibuku telah tiada pada 04 Juni 2007. Saat itulah aku benar-benar berduka. Aku tak bisa berbuat apa-apa dengan kesedihanku. Aku menangis, mengingis dan menangis di belakang ayah.
“Ibumu keguguran Ham dan nyawa mereka berdua tak terselamatkan.” Suara itu bagaikan petir yang menyambar, aku tak kuasa menahan air di kelopak mataku. Baru saat itulah aku tahu apa yang dirasakan ayahku. Ayahku telah kehilangan dua sayapnya. Namun apa daya, aku bisa apa? itulah takdir dari Tuhan. Aku hanya bisa menguatkan ayahku yang lemas memucat. Adik dan ibuku telah tiada pada 04 Juni 2007. Saat itulah aku benar-benar berduka. Aku tak bisa berbuat apa-apa dengan kesedihanku. Aku menangis, mengingis dan menangis di belakang ayah.
Pada tahun 2010 aku lulus SMA, aku mendapat beasiswa di salah satu Universitas Tinggi Negeri di Jawa Barat, S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). Atas restu ayah aku berangkat ke Depok dengan uang yang tak begitu banyak karena aku mendapat subsidi dari pemerintah per bulannya. Tak lupa aku membawa gitar yang dibelikan ibuku beberapa tahun lalu saat aku masih aktif di extra musik SMP, Kata ibu gitar ini akan menolongku dalam keadaan apapun.
Pada semester pertama aku menjalani kuliahku dengan semangat, di bulan berikutnya, bulan berikutnya dan bulan bulan berikutnya lagi sampai genap satu semester. Namun ternyata jalan tak selalu indah. Jalan tak selalu seperti apa yang diatur manusia. Di sana aku kesulitan mencari teman sulit mencari orang-orang baik. Apa mungkin inilah karma? Tak ada yang mau mengenalku. Apa karena aku adalah orang Banyuwangi. Kenapa? ada apa? kenapa mereka semua takut kepadaku? santet, yeah santet? Aku mencoba menekankan lagi kalau daerahku memang terkenal dengan ilmu hitamnya namun dulu, dulu sekali pada zamannya nenek moyang. Aku hanya bisa bilang kalau Banyuwangi adalah penyumbang oksigen, Banyuwangi wilayah hijau penuh kedamaian dan Banyuwangi adalah kota yang exsotis dan aku hanya mahasiswa biasa. Manusia pada umumnya. Aku punya Allah bukan santet atau ilmu hitam. Namun bukan itu alasannya. Alasanya adalah aku manusia yang terlalu idealis dan individualis. Kalau aku bisa apapun tanpa teman kenapa aku mencari teman? Kenapa ya? untuk apa? aku mencoba mencari-cari di internet kenapa manusia membutuhkan teman. Ternyata jawabanya adalah manusia memang terciptakan untuk saling berdampingan, bersosialisasi bahkan berpasang-pasangan. Kalau memang begitu aku harus berinteraksi dengan banyak orang dan ternyata itu menyenangkan. Menyenangkan sekali.
Pada semester pertama aku menjalani kuliahku dengan semangat, di bulan berikutnya, bulan berikutnya dan bulan bulan berikutnya lagi sampai genap satu semester. Namun ternyata jalan tak selalu indah. Jalan tak selalu seperti apa yang diatur manusia. Di sana aku kesulitan mencari teman sulit mencari orang-orang baik. Apa mungkin inilah karma? Tak ada yang mau mengenalku. Apa karena aku adalah orang Banyuwangi. Kenapa? ada apa? kenapa mereka semua takut kepadaku? santet, yeah santet? Aku mencoba menekankan lagi kalau daerahku memang terkenal dengan ilmu hitamnya namun dulu, dulu sekali pada zamannya nenek moyang. Aku hanya bisa bilang kalau Banyuwangi adalah penyumbang oksigen, Banyuwangi wilayah hijau penuh kedamaian dan Banyuwangi adalah kota yang exsotis dan aku hanya mahasiswa biasa. Manusia pada umumnya. Aku punya Allah bukan santet atau ilmu hitam. Namun bukan itu alasannya. Alasanya adalah aku manusia yang terlalu idealis dan individualis. Kalau aku bisa apapun tanpa teman kenapa aku mencari teman? Kenapa ya? untuk apa? aku mencoba mencari-cari di internet kenapa manusia membutuhkan teman. Ternyata jawabanya adalah manusia memang terciptakan untuk saling berdampingan, bersosialisasi bahkan berpasang-pasangan. Kalau memang begitu aku harus berinteraksi dengan banyak orang dan ternyata itu menyenangkan. Menyenangkan sekali.
Semester dua telah berlalu, diiringi angin pagi. Aku menelusuri koridor kampus, saat itu masih sepi namun entah kenapa aku ingin pergi ke perpustakaan. Ada yang menuntunku berjalan kesana. Aku mendengar suara sepatu ber hak tinggi berirama di belakangku, seperti mengikuti langkahku. Aku berhenti suara sepatu itu juga berhenti tepat di belakangku. Aku menoleh ke arahnya. Perempuan. Perempuan cantik. Cantik sekali. dia tersenyum kepadaku. Aku juga tersenyum kepadanya. Aku tak tahu kenapa ada getaran di hatiku sedemikian rupa yang tak dapat kuungkapkan? Apa ini jatuh cinta? Apa ini namanya jatuh cinta? Selama ini aku tak pernah merasakan jatuh cinta. Aku tak pernah dekat dengan perempuan! Sama sekali.
“hai.. kenapa bingung?” ucapnya, bibir tipisnya mengayun indah.
“ma.. mau ke perpustakaan..” ucapku gemetar.
“sama dong.. kenalin gue Amelia dari Fakultas Ilmu Ekonomi..” dia mengatungkan tangannya dan aku meraih tanganya. Kami bersalaman.
“Bintang.. FKM” ucapku singkat. Kami melangkah bersama, berjalan sambil ngobrol ini itu. kami saling tanya dan saling ingin tahu. Di perpustakaan kami mencoba akrab. Begitu cepat dan singkat perkenalan kita. Kami menceritakan diri masing-masing, ternyata perempuan cantik itu berasal dari Jember, kami berdua ternyata bertetangga. Tak lupa kami bertukar nomor hp dan berharap bisa bertemu lagi. Itulah pertemuan pertama aku dan dia. Kusimpulkan dia cinta pertamaku.
“hai.. kenapa bingung?” ucapnya, bibir tipisnya mengayun indah.
“ma.. mau ke perpustakaan..” ucapku gemetar.
“sama dong.. kenalin gue Amelia dari Fakultas Ilmu Ekonomi..” dia mengatungkan tangannya dan aku meraih tanganya. Kami bersalaman.
“Bintang.. FKM” ucapku singkat. Kami melangkah bersama, berjalan sambil ngobrol ini itu. kami saling tanya dan saling ingin tahu. Di perpustakaan kami mencoba akrab. Begitu cepat dan singkat perkenalan kita. Kami menceritakan diri masing-masing, ternyata perempuan cantik itu berasal dari Jember, kami berdua ternyata bertetangga. Tak lupa kami bertukar nomor hp dan berharap bisa bertemu lagi. Itulah pertemuan pertama aku dan dia. Kusimpulkan dia cinta pertamaku.
Hari berganti hari aku semakin nafsu untuk menemuinya. Kami sering janjian di perpustakaan. Lama kelamaan kami berani keluar, ke bioskop, ke pantai, ke restoran dan kemana-mana, aku mencoba menyatakan perasaanku. Aku dan dia menjadi pasangan kekasih. Aku mencintainya. Sungguh sangat mencintainya.
Aku menceritakan kedekatanku dengan Amelia kepada ayah, namun pendapat ayah aku tak boleh pacaran dulu sampai aku lulus dan sarjana. Namun aku tak peduli larangan ayahku. Aku tetap saja pacaran dengan Amelia. Kebutuhanku pun semakin banyak, sebagai laki-laki aku mencoba memberi kebahagiaan untuk Amelia walaupun kutahu ia tak menginginkan aku itu, uang beasiswaku habis sebelum waktunya, terpaksa aku meminta kiriman kepada ayahku. Aku sering bolos kuliah setiap harinya bukan karena Amelia namun aku senang bergaul dengan komunitas-komunitas hitam di Jakarta, mungkin aku sangat keterlaluan. Nilaiku anjlok bebas sehingga pada suatu saat setelah Ujian semester 5 beasiswaku dicabut.
Aku berjalan pelan dan lemas, saat aku tiba di depan tempat kos, Amelia telah berdiri. Dia memelukku, menghiburku sampai fikiranku mulai tenang. Kami berdua masuk ke dalam kamar kontrakkan. Dia duduk di sebelahku sambil memijit bahuku.
“sayang aku membawakan ini untukmu..” dia mengeluarkan beberapa botol minuman, yang kutahu itu adalah minuman beralkohol tinggi. Dia membuka tutupnya dan memberikannya padaku. Jujur selama ini aku tak pernah menyentuh yang namanya minuman keras. Merok*k saja tak pernah apalagi minum!
“sekali-kali saja, ini hanya menghangatkan badan, di luar hujan lebat” aku mengangguk, mungkin saat itu aku stress berat dan aku meneguknya. Aku mengernyit, rasannya benar-benar tak enak. Setelah beberapa tegukkan lidahku mulai terbiasa. Aku menghabiskan satu botol minuman. Kepalaku rasanya mulai pusing sekali. lebih pusing dari sebelumnya, setelah itu aku seperti terbang dalam khayalan.
“sayang aku membawakan ini untukmu..” dia mengeluarkan beberapa botol minuman, yang kutahu itu adalah minuman beralkohol tinggi. Dia membuka tutupnya dan memberikannya padaku. Jujur selama ini aku tak pernah menyentuh yang namanya minuman keras. Merok*k saja tak pernah apalagi minum!
“sekali-kali saja, ini hanya menghangatkan badan, di luar hujan lebat” aku mengangguk, mungkin saat itu aku stress berat dan aku meneguknya. Aku mengernyit, rasannya benar-benar tak enak. Setelah beberapa tegukkan lidahku mulai terbiasa. Aku menghabiskan satu botol minuman. Kepalaku rasanya mulai pusing sekali. lebih pusing dari sebelumnya, setelah itu aku seperti terbang dalam khayalan.
Hujan yang turun dengan derasnya tak menyadarkanku. Entah apa yang terjadi aku tak tahu. Aku membuka mata, aku mencium bau tak enak pada aroma nafasku. kepalaku masih pening, aku mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi siang ini. aku mengingat-ingat dan akhirnya aku ingat beasiswaku telah hilang. Aku menoleh ke samping, Amilia tertidur pulas membelakangiku. Tanpa baju. Dan aku. aku juga tak memakai baju. Entah kenapa aku terburu nafsu birahiku. Bulan tersenyum riang menyaksikan kami berdua.
Bulan berganti bulan, aku meminta kiriman terus menerus dari ayahku. Aku tak pernah peduli ayahku dapat uang dari mana. Ia tetap memberi, memberi dan memberiku. Pada bulan ke 3 semester 5 ayah menelfonku kalau sawah kita telah habis dijual. Ayah tak memiliki apa-apa lagi kecuali rumah dan beberapa ternak untuk membiayayai sekolah Dion. Entah kenapa semenjak ada Amilia aku tak pernah lagi merindukan orang rumah. Selama aku di Jawa Barat aku belum pernah sekalipun pulang ke Banyuwangi. Ini sudah tahun ke dua aku disini kata ayah aku harus pulang ke Banyuwangi agar aku bisa melihat keadaan rumah sekarang. Aku merenung, merenung dan merenug. Pasca beasiswaku di cabut aku menghindari Amelia. Rasanya aku tak ingin bertemu dia lagi. Aku ingin sendiri dan fokus kepada kuliahku. Aku mulai rajin belajar. Mengejar lagi yang selama ini tertinggal. Belum terlambat fikirku.
Aku bekerja serabutan ini-itu, ngajar les musik, les bahasa inggris dan lain-lain bahkan sampai ngamen untuk membiayai kuliahku yang tinggal satu setengah tahun lagi. Tak ada waktu istirahat bagiku, aku sibuk berat. Metropolitan yang sesungguhnya adalah kejam. Disini terdapat hukum alam siapa cepat dia dapat. Dari bekerja serabutan aku masih kurang untuk membiayai kuliah dan kebutuhan hidupku. Tepat pada bulan terakhir di semester 5. Amelia menemukan tempat persembunyianku pada suatu malam di Bogor ketika itu aku mengikuti penyuluhan kesehatan warga Bogor. Kebetulan aku sendiran, karena saat itu hendak ngamen sambil berjalan pulang ke camp. Lumayan pikirku.
“kenapa kamu menghindariku enam bulan ini Bintang?” tanyanya. Matanya berkaca-kaca. Dia keluar dari taksi dan langsung melabrakku. Aku tak bisa berlari lagi saat ini.
“aaa.. akku, aku mencari uang untuk kelangsungan kuliahku. beasiswaku sudah di cabut dan harta orangtuaku telah terkuras habis.” Jelasku..
“terus kamu mau kabur dariku? Iya? Aku ini hamil Bintang… aku hamil..” ucapnya.. aku terpaku dan diam membisu melihat tangisnya meledak.
“hamil?” aku melangkah beberapa langkah untuk menyentuhnya dan menanyakan apakah ia baik-baik saja selama lima bulan tanpaku, jiwa keayahanku tiba-tiba muncul namun kakiku berat. Kenapa kabar ini sangat menyakitkan, lebih sakit daripada keruntuhan langit. Ini beda, tak seperti yang di rasakan ayahku ketika ibu bilang kalau dirinya hamil. Apa yang harus aku lakukan? Aku terjatuh bersimpuh aku menangis di hadapan Amelia yang berdiri jauh dariku.
“kenapa kita lakukan itu mel? Kenapa? aku belum bisa menjadi ayah yang baik. aku belum bisa menjadi kepala keluarga yang baik dan aku belum bisa membiayai kehidupan kita bertiga nanti.. aku telah hancur, hancur gara-gara wanita sialan sepertimu” teriakku.. membentak
“kenapa harus terjadi seperti ini? kenapa” emosiku meluap, aku memukul-mukul tanah yang mulai mengering seperti mau mematahkan tanganku sendiri. Amelia berjalan mendekat dan semakin mendekat.
“Jangan mendekat kamu.. aku tahu itu bukan anakku.. kamu bermain dengan laki-laki lain kan..!!” tangisku semakin meledak, Amelia juga menangis mencoba meyainkanku.
“Ini anak kamu ham… semenjak malam itu aku mencarimu kemana-mana.. aku hanya ingin kamu tahu aku nggak halangan lagi. ingat saat kita melakukan kita nggak mabuk kan..? kamu berjanji kita akan menikah” ucapnya menggali-gali fakta.
“kamu ayah dari anak kita. Anak kita berdua..” sambungnya lagi..
“Tidakk.. aku nggak pernah punya anak.. hiikkss hikkss..” aku semakin menangis dan merasa kalau ini adalah hari paling buruk dalam sejarah hidupku. Aku berharap ini hanya mimpi. Namun ini bukan mimpi. Inilah kenyataan. Aku terjatuh dalam kesakitan.
“okelah kalau kamu tidak mau mengakui ini anakmu.. bagaimanapun caranya aku akan menggugurkannya. Demi kebaikanmu dan aku. Kebaikan kita bertiga. Aku nggak akan meminta hartamu sebagai ganti keprawananku. Dan aku juga nggak akan minta uangmu untuk membiayai pengguguran ini, namun satu yang aku minta. Temani aku saat proses pengguguran ini. aku mohon. Dampingi aku sebelum aku menghembuskan nafasku terakhir.” Dia berbicara tepat di depanku lalu dia berlalu dengan taksi warna biru. Entah kemana. Aku berlari.. berlari dan berlari.. aku berlari dan berteriak sekencang-kencangnya.. tak peduli jalanan menatapku aku berlariii dan akhirnya aku tak mampu melangkah lagi. Aku terjatuh. Kugenggam lengan gitar dari ibuku. Wajahnya melintas, aku rindu ibu. Otakku yang cerdas berputar kencang, saat ini aku bodoh.
“aaa.. akku, aku mencari uang untuk kelangsungan kuliahku. beasiswaku sudah di cabut dan harta orangtuaku telah terkuras habis.” Jelasku..
“terus kamu mau kabur dariku? Iya? Aku ini hamil Bintang… aku hamil..” ucapnya.. aku terpaku dan diam membisu melihat tangisnya meledak.
“hamil?” aku melangkah beberapa langkah untuk menyentuhnya dan menanyakan apakah ia baik-baik saja selama lima bulan tanpaku, jiwa keayahanku tiba-tiba muncul namun kakiku berat. Kenapa kabar ini sangat menyakitkan, lebih sakit daripada keruntuhan langit. Ini beda, tak seperti yang di rasakan ayahku ketika ibu bilang kalau dirinya hamil. Apa yang harus aku lakukan? Aku terjatuh bersimpuh aku menangis di hadapan Amelia yang berdiri jauh dariku.
“kenapa kita lakukan itu mel? Kenapa? aku belum bisa menjadi ayah yang baik. aku belum bisa menjadi kepala keluarga yang baik dan aku belum bisa membiayai kehidupan kita bertiga nanti.. aku telah hancur, hancur gara-gara wanita sialan sepertimu” teriakku.. membentak
“kenapa harus terjadi seperti ini? kenapa” emosiku meluap, aku memukul-mukul tanah yang mulai mengering seperti mau mematahkan tanganku sendiri. Amelia berjalan mendekat dan semakin mendekat.
“Jangan mendekat kamu.. aku tahu itu bukan anakku.. kamu bermain dengan laki-laki lain kan..!!” tangisku semakin meledak, Amelia juga menangis mencoba meyainkanku.
“Ini anak kamu ham… semenjak malam itu aku mencarimu kemana-mana.. aku hanya ingin kamu tahu aku nggak halangan lagi. ingat saat kita melakukan kita nggak mabuk kan..? kamu berjanji kita akan menikah” ucapnya menggali-gali fakta.
“kamu ayah dari anak kita. Anak kita berdua..” sambungnya lagi..
“Tidakk.. aku nggak pernah punya anak.. hiikkss hikkss..” aku semakin menangis dan merasa kalau ini adalah hari paling buruk dalam sejarah hidupku. Aku berharap ini hanya mimpi. Namun ini bukan mimpi. Inilah kenyataan. Aku terjatuh dalam kesakitan.
“okelah kalau kamu tidak mau mengakui ini anakmu.. bagaimanapun caranya aku akan menggugurkannya. Demi kebaikanmu dan aku. Kebaikan kita bertiga. Aku nggak akan meminta hartamu sebagai ganti keprawananku. Dan aku juga nggak akan minta uangmu untuk membiayai pengguguran ini, namun satu yang aku minta. Temani aku saat proses pengguguran ini. aku mohon. Dampingi aku sebelum aku menghembuskan nafasku terakhir.” Dia berbicara tepat di depanku lalu dia berlalu dengan taksi warna biru. Entah kemana. Aku berlari.. berlari dan berlari.. aku berlari dan berteriak sekencang-kencangnya.. tak peduli jalanan menatapku aku berlariii dan akhirnya aku tak mampu melangkah lagi. Aku terjatuh. Kugenggam lengan gitar dari ibuku. Wajahnya melintas, aku rindu ibu. Otakku yang cerdas berputar kencang, saat ini aku bodoh.
Aku berjalan lagi memutar tubuhku untuk ke camp. tak ada gunanya aku berlari, di tengah perjalan aku berhenti tepat di depan masjid besar. Seperti biasa seperti ada yang menuntunku, aku melangkah masuk. Mengambil air wudhu dan shalat isya. Aku menangis memohon ampunan kepada Sang Haliq. aku membaca beberapa lembar Al Quran yang selama ini lama tak tersentuh olehku. Hatiku mulai tentram. Otakku mulai dingin. Sepertinnya Allah menunjukkan jalanNya. Aku ingat saat ibu meninggal karena keguguran. Aku sedih Aku nggak ingin kehilangan anakku. Aku nggak ingin. Sebenarnya aku mencintai Amelia, cinta pertamaku. Aku berniat untuk membawa Amelia pulang besok. Yaa besok aku akan pulang.
Saat itu juga aku pergi ke tempat kos Amelia. Dari Bogor langsung ke Depok. Kemacetan panjang pun aku terjang. Aku menunggu di depan rumah kos. Aku mengirim sms berkali-kali agar dia keluar namun tak satu pun ia balas, aku mencoba menelfon hpnya tidak aktif. Aku masuk ke dalam rumah dan berdiri mematung di depan kamarnya. Bismilahirahmanisahim aku membuka pintunya, dia tidur dibalut selimut. Aku memberanikan diri masuk. Saat kusisihkan selimutnnya terlihat di tangan kanannya ia menggenggam Al-quran mini. Hatiku berdesir.
“sayang… bangun..” tanganku menyibak rambutnya. Dia menyipitkan matannya dan menatapku.
“Maaf mengagetkan kamu, sini duduk dekat papah..” ucapku sehalus mungkin. Ia menurut lalu duduk di sampingku, wajahnya sangat pucat pasi. Tanganku mengelus perut Amelia seperti yang sering dilakukan ayah kepada almarhum ibuku saat hamil Dion maupun adik perempuanku. Memang perutnya mulai besar. Aku mencium perutnya lalu tersenyum padanya.
“Aku mencintaimu mel.. aku nggak akan menyuruhmu untuk menggugurkan bayi kita.. kita akan menikah.. kita akan bersama selamnya.. aku janji” ucapku.
“Benarkah? Kita akan menikah..?”
“yaa.. besok kita pulang ke Banyuwangi, aku akan mengenalkanmu kepada ayah dan adikku, setelah itu aku akan melamarmu.. dan kita menikah.. tapi maaf aku nggak bisa membuat pesta megah untukmu..” ucapku lagi sambil menundukkan kepala. Seperti tak berguna.
“Aku tak butuh pesta pesta, yang penting kita menikah sah secara agama sudah cukup, aku siap menjadi mualaf” ucapnya, matanya berbinar. Aku memandangnya, ada ketulusan.
“Tapi kamu harus janji, menerimaku apa adannya.. dalam keadaan apapun.. susah senang bersama… janji..!” aku mengulurkan jari kelingking dan dia pun.
“sayang… bangun..” tanganku menyibak rambutnya. Dia menyipitkan matannya dan menatapku.
“Maaf mengagetkan kamu, sini duduk dekat papah..” ucapku sehalus mungkin. Ia menurut lalu duduk di sampingku, wajahnya sangat pucat pasi. Tanganku mengelus perut Amelia seperti yang sering dilakukan ayah kepada almarhum ibuku saat hamil Dion maupun adik perempuanku. Memang perutnya mulai besar. Aku mencium perutnya lalu tersenyum padanya.
“Aku mencintaimu mel.. aku nggak akan menyuruhmu untuk menggugurkan bayi kita.. kita akan menikah.. kita akan bersama selamnya.. aku janji” ucapku.
“Benarkah? Kita akan menikah..?”
“yaa.. besok kita pulang ke Banyuwangi, aku akan mengenalkanmu kepada ayah dan adikku, setelah itu aku akan melamarmu.. dan kita menikah.. tapi maaf aku nggak bisa membuat pesta megah untukmu..” ucapku lagi sambil menundukkan kepala. Seperti tak berguna.
“Aku tak butuh pesta pesta, yang penting kita menikah sah secara agama sudah cukup, aku siap menjadi mualaf” ucapnya, matanya berbinar. Aku memandangnya, ada ketulusan.
“Tapi kamu harus janji, menerimaku apa adannya.. dalam keadaan apapun.. susah senang bersama… janji..!” aku mengulurkan jari kelingking dan dia pun.
Pagi-pagi sekali, matahari belum tersenyum. Aku dan Amelia sudah berada di stasiun. Saat inilah kami akan pulang. Kami membawa ransel yang tak begitu besar. Perjalanan sangat lama sekali. Berjam-jam lamanya, sepertinnya calon istriku sudah tak nyaman duduk di gerbong. Kasihan anakku. Beberapa kali aku mengusap-usap perutnya sambil berkata “sabar ya sayang!!” walaupun belum begitu nampak besar, bayiku pasti kelelahan dalam perjalanan ujung Jawa Barat sampai ke ujung Jawa Timur.
Sesampainya di Stasiun Kalibaru kami turun dan menghentikan bus. Akhirnya perjalanan mengantarkan sampai ke rumahku. Masih sama seperti sebelumnya. Dengan ketakutan yang luar biasa aku mengetuk pintu dan salam beberapa kali, terdengar suara gebyuran orang mandi di belakang rumah, aku mengetuk lagi Dion yang membuka. Ia memelukku penuh rindu.
Kulihat foto-fotoku masih terpampang di ruang tamu. Foto-fotoku yang multitalenta. Bahkan pialaku masih berjajar rapi di rak khusus, ada beberapa yang baru. Aku membacanya. Lomba lari dan lomba renang tingkat Kabupaten. Ya, itu milik Dion. Pasti Dion menunggu kedatanganku untuk memamerkan prestasinya.
“Hebat kau sekarang… mau jadi atlet ya?” aku mengacak-acak rambutnya. Dia tersenyum bangga. Kuperkenalkan Amelia kepadanya. Calon kakak ipar, aku berbisik kalau aku akan numpang tidur di kamarnya beberapa hari ini, biar Amelia tidur di kamarku.
“Mana Ayah?” tanyaku..
“Masih mandi mas..” ucapnya. wajahnya sangat tampan. Mirip wajah ibuku yang cantik.
“Oh ya Amelia kamu duduk di sini dulu yaa, aku cari ayahku dulu..” Amelia mengangguk. Aku menyuruh Dion membuatkan teh hangat dan menemaninya di depan.
“Hebat kau sekarang… mau jadi atlet ya?” aku mengacak-acak rambutnya. Dia tersenyum bangga. Kuperkenalkan Amelia kepadanya. Calon kakak ipar, aku berbisik kalau aku akan numpang tidur di kamarnya beberapa hari ini, biar Amelia tidur di kamarku.
“Mana Ayah?” tanyaku..
“Masih mandi mas..” ucapnya. wajahnya sangat tampan. Mirip wajah ibuku yang cantik.
“Oh ya Amelia kamu duduk di sini dulu yaa, aku cari ayahku dulu..” Amelia mengangguk. Aku menyuruh Dion membuatkan teh hangat dan menemaninya di depan.
Aku duduk di kursi bambu atau biasa di sebut “Lincak”, aku menunggu ayahku keluar. Ketika ayah membuka pintu dan melihat aku duduk di lincak, ayah berlari menghampiriku, memelukku penuh kerinduan bahkan mencium keningku. Oh senangnya bisa bertemu ayahku yang terlihat sedikit tua. Aku mengajaknya duduk. Dia mengungkapkan perasaanya tentang kepergianku. Ia benar-benar merindukanku. Namun aku tak bisa berlama-lama menyembunyikan ini. Aku langsung bercerta tentang Amelia, aku ingin ayah memintakan Amelia kepada orangtuanya karena.. karena.. ia telah aku hamili.
“apa-apan kamu Bintang? Selama ini kamu buat ayah bangga tapi akhirnya kamu hamili anak orang.. sudah bisa apa kamu? Hah? Kuliah saja masih minta orangtua. main-main hidupin anak orang, kamu pikir punya rumahtangga itu enak?”
“maafin Bintang yah.. ini jalan satu-satunya, Bintang mau bertanggungjawab.. Bintang janji akan biyayai keluarga Bintang sendiri, Bintang mohon yah.. nikahkan Bintang sama Amelia. Bintang tidak mau Amel dan anakku meninggal seperti ibu” aku menangis sambil bersimpuh di kaki ayahku. Bersujud dan memohon. Ayah terdiam mendengar penekankanku.
“Bintang, ayah nggak nyangka kamu seperti ini… ayah benar-benar nggak nyangka”
“maafin Bintang yah.. restui kami. Aku berjanji akan berusaha jadi kepala rumah tangga yang baik.. mengurus anak dan istriku.. menjadi imam yahh hikks hikks hikk”
“Plakkkkkkk” ayah menamparku, suaranya terdengar sampai ke ruang tamu. Setelah itu ia memelukku. Kami menangis berdua.
“baiklah ayah nikahkan kamu, tapi ingat setelah kamu berumah tangga kewajiban ayah sudah lepas terhadapmu..” ayah menatapku. Aku mengangguk seperti anak kecil.
“maafin Bintang yah.. ini jalan satu-satunya, Bintang mau bertanggungjawab.. Bintang janji akan biyayai keluarga Bintang sendiri, Bintang mohon yah.. nikahkan Bintang sama Amelia. Bintang tidak mau Amel dan anakku meninggal seperti ibu” aku menangis sambil bersimpuh di kaki ayahku. Bersujud dan memohon. Ayah terdiam mendengar penekankanku.
“Bintang, ayah nggak nyangka kamu seperti ini… ayah benar-benar nggak nyangka”
“maafin Bintang yah.. restui kami. Aku berjanji akan berusaha jadi kepala rumah tangga yang baik.. mengurus anak dan istriku.. menjadi imam yahh hikks hikks hikk”
“Plakkkkkkk” ayah menamparku, suaranya terdengar sampai ke ruang tamu. Setelah itu ia memelukku. Kami menangis berdua.
“baiklah ayah nikahkan kamu, tapi ingat setelah kamu berumah tangga kewajiban ayah sudah lepas terhadapmu..” ayah menatapku. Aku mengangguk seperti anak kecil.
Acara lamaran pun terlaksana. Keluargaku datang ke Jember meminta Amelia. Setelah itu prosesi memuslimkan Amelia dan selang seminggu kemudian Ijab Kabul di KUA terdekat. Kami pun resmi menjadi suami istri. Kami kembali ke Depok. Memulai hari demi hari berdua satu kontrakan.
Beberapa bulan, perut Amelia semakin besar.. aku kewalahan mencari uang sana-sini, uang untuk kuliahku dan kuliah Amelia serta kebutuhan untuk calon bayiku, setiap pukul 07.00 sampai 13.00 aku magang di puskesmas pulangnya ke studio musik menjadi guru les piano setelah itu kuliah dan malam pulang menemani istri. Begitulah setiap harinya.
Pada suatu hari aku mendapat kabar dari teman kalau hari ini ada audisi pencarian bakat oleh salah satu setasiun TV swasta. Aku langsung berlari pulang menemui istriku, meminta izin kepadanya ia pun merestuiku, mengantarkanku mengikuti audisi dengan perutnya yang membesar. Aku memainkan gitarku dan menyanyikan lagu “Ibu” milik Iwan Fals. Bayangan wajah ibu melintasi mataku. Dan tak disangka aku lolos audisi saat itu juga. Aku masuk seleksi dari minggu ke minggu. Sampai akhrinya kini aku menjadi finalis dan berdiri di panggung megah ini. Semua bersorak seraya dentingan musik berhenti. “Trimakasih semua” ucapku, sambil melirik istriku yang duduk paling depan sambil menggendong Baby Tricia.
Bintang kembali bersinar.
TAMAT
Cerpen Karangan: Rachma
Nama: Yulianingtyas Rahmawati
Alamat: Gambiran Banyuwangi.
Sekolah: SMAN 1 GAMBIRAN
Jalan Sriwijaya No 11 Wringinagung Gambiran
Alamat: Gambiran Banyuwangi.
Sekolah: SMAN 1 GAMBIRAN
Jalan Sriwijaya No 11 Wringinagung Gambiran
Facebook: Julie Rahma & Yulian Rahma
Twitter: Yulian Rahma
Twitter: Yulian Rahma
Langganan:
Postingan (Atom)