Rabu, 18 Februari 2015
Pemilik Mata Indah Itu
Kubuka mataku dan kulirik jam di handphoneku menunjukan pukul 17.07. Ah, lagi-lagi aku telat, pikirku.
Dengan cepat aku beranjak bangun dan bersiap-siap untuk pergi. Mini dress rajutan berwarna kuning dengan sendal berwarna serupa serta rambut yang diikat agak tinggi, begitulah kira-kira style ku sore ini. Tujuanku adalah pantai. Rumahku memang tidak terlalu jauh dari pantai yang biasa kukunjungi. Aku hanya melewati jalan setapak yang menghubungkan rumahku dengan pantai itu. Aku pasti terlambat lagi, pikirku.
Sesampainya di pantai ku edarkan pandanganku ke semua orang yang lalu lalang di pantai itu. Dan akhirnya pandanganku terhenti kepada seorang lelaki dengan gitarnya yang duduk di bawah pohon kelapa sambil memandang ke arah matahari yang akan menenggelamkan sinarnya.
Perlahan kulangkahkan kakiku untuk mendekatinya. Semakin dekat dan semakin dekat. Seketika itu juga ia menoleh kearahku. Dia menatapku dan tersenyum.
“Telat lagi ven? Sunsetnya udah lewat tuh”, Katanya.
“Tadi ketiduran”, jawabku singkat.
Lagi lagi dia menatapku. Menatap dengan mata coklatnya yang indah itu. Mata itulah alasan utamaku menghabiskan setiap soreku disini. Ya mata itulah yang menghipnotisku. Mata itu yang perlahan-lahan menimbulkan rasa rindu untuk melihatnya lagi. Mungkin ini yang dikatakan cinta tanpa alasan.
Yang ia tau alasan utamaku kesini adalah melihat sunset. Ah, padahal itu hanya alasan-alasanku yang selanjutnya.
Jika hari sudah mulai gelap pertemuan itu pun selesai. Begitulah pertemuanku setiap hari dengannya, selalu begitu. Sudah seperti ritual wajib untuk kami berdua. Hampir 4 bulan terakhir ini kami selalu melakukan ritual itu.
Esok harinya aku datang lebih awal dari kemarin. Sekitar pukul 16.36 aku sudah duduk manis menunggu pemilik mata indah itu. Kali ini dia yang terlambat, kataku di dalam hati sambil sedikit tertawa kecil. Pukul 17.00 dia belum juga muncul. Tidak biasanya, pikirku. Kira-kira setengah jam kemudian dia datang dengan berlari dan nafasnya yang tidak beraturan.
“Ah, aku telat” katanya sedikit berteriak sambil melihat ke arah matahari yang menampakkan cahaya kemerah-merahan.
“Darimana? Tumben” kataku penasaran.
“Tadi rencananya mau ngajak temen kesini, awalnya dia mau, tapi tiba-tiba dia bilang gak bisa. Kamu udah lama?”
“Lumayan”
“Maaf ya”
“Iya, santai aja”
Ia pun duduk di sebelahku, memetik gitarnya dan memainkan lagu sendu. Tidak biasanya dia memainkan lagu seperti ini. Biasanya selalu semangat. Dan itu, mata itu berbeda. Tidak pernah sebelumnya mata itu terlihat kosong dan hampa. Ada apa dengannya hari ini? Ah, mungkin hanya perasaanku saja.
—
Kring.. Kring.. Kring..
Jam wekker ku berbunyi. Biasanya jam itu menunjukan jam mandi soreku.
Sejetika mataku menjadi bulat membesar. Dengan setengah melompat aku bangun dari tempat tidurku dan langsung mencuci mukaku yang kusut.
Kuambil sweaterku dan langsung menuju pantai.
“Duh, ini sudah sangat sangatlah telat, dia pasti sudah lama berada disana duluan” kataku kesal.
Sampai di pantai langsung ketujukan pandanganku ke arah tempat duduk kami biasanya. Dia tidak ada. Entah kemana. Mungkin sedang membeli minuman, kataku mencoba menghibur diri.
Hari mulai gelap, dia tetap tidak ada menampakkan diri. Dapat kupastikan bahwa dia tidak datang sore ini.
Akhir-akhir ini dia tidak seperti pencinta sunset yang aku kenal. Dia berubah. Pernah suatu hari dia berkata bahwa ia tidak ingin melewati satu sore pun tanpa melihat matahari terbenam. Tapi hari ini dia mengingkarinya.
Keesokan harinya aku tidak terlambat, aku sengaja datang lebih awal, dan yang pasti hari ini aku tidak lagi ketiduran.
Sampai di pantai aku langsung memusatkan perhatianku ke bawah pohon kelapa, ya tempat favorit kami. Tapi aku sedikit binggung karena disana ada seorang lelaki dan seorang wanita anggun menempati tempat kami biasanya. Kuberanikan diri untuk berjalan mendekat. Semakin dekat aku semakin mengenali siapa laki-laki itu.
Ya, dia adalah lelaki pemilik mata indah yang kupuja selama ini. Tak lama kulihat wanita itu berdiri sambil menarik tangan lelaki itu.
“Sayang, antarin aku pulang yuk, udah sore”
“Tapi mataharinya kan belum terbenam, rugi kalau gak liat”
“Udah ah, kan bisa lain kali”
Kudengar sedikit pembicaraan mereka. Apa? Sayang? Jadi wanita itu pacarnya? Aku kira hanya aku yang akan selalu menemani setiap sorenya. Tapi ternyata aku salah. Dia sudah punya pujaannya sendiri, Bahkan jauh lebih cantik dan jauh lebih feminim dariku.
Aku pun berbalik arah setelah melihat mereka menjauh meninggalkan pantai. Kusesali semua waktu yang telah kusia-siakan setiap sorenya di 4 bulan terakhir. Tak terasa di jalan mataku meneteskan sedikit demi sedikit bukti kekecewaan.
Sore-sore selanjutnya tak pernah lagi kulihat lelaki bermata indah itu. Mungkin ia terlalu sibuk dengan urusannya. Bisa jadi urusan dengan pacarnya. Mungkin dia juga lupa akan janjinya pada matahari dan janjinya denganku, ya aku, gadis yang mencintainya lewat keindahan matahari terbenam.
Cerpen Karangan: Theodora Dayanti IRM
Facebook: Theo Callista
Nama saya Theodora Dayanti IRM, saya bersekolah di salah satu SMA Negeri di Kalimantan Barat, tepatnya di Sintang. Saya masih pemula untuk menulis cerpen, harap maklum kalau masih banyak kekurangan. Jika ingin lebih kenal saya add FB saya Theo Callista dan follow twitter saya @TheoCallista. terimakasih sudah membaca :)
Warna Warni Pelangi
Pernahkah kalian melihat pelangi? Jika sudah, apa yang kalian katakan? Sangat indah, bukan? Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Penuh dengam warna. Warna-warni yang menghiasi birunya langit, menciptakan nuansa damai jika melihatnya. Tapi apa kalian tahu, apa hubungan pelangi dalam kehidupan? Ya, itu sama seperti judul cerita di atas. Dan dalam cerita ini, kita akan membahas nya.
Suatu hari, ada seorang gadis kecil. Badannya kecil, tubuhnya ramping, wajahnya putih pucat. Ia harus menghabiskan hari-harinya dengan beraktivitas dalam kursi roda. Ia lumpuh, bahkan sejak lahir. Dan itu menjadikannya sedikit berbeda dari anak-anak lainnya. Hingga suatu hari, gadis kecil bertanya kepada Ibu nya,
“Ibu, boleh aku bertanya sesuatu?”
“Ya?”
“Ibu, Mengapa aku terlahir seperti ini, tidak bisa berjalan seperti Ibu dan Ayah. Mengapa aku terlahir jauh berbeda dengan yang lain, Bu?”
Sang Ibu terdiam, menelan ludah. Kemudian dengan pelan Ibu menjawab,
“Anakku, pernahkah kau melihat pelangi?” Gadis kecil itu mengangguk,
“Kau tahu, pelangi diciptakan dengan tujuh warna yang berbeda. Dan dari warna yang berbeda itulah, pelangi menjadi indah, bukan? Sama seperti kita manusia, kita terlahir dengan kondisi yang berbeda, dengan suara yang berbeda, dan wajah yang berbeda pula. Itu artinya, semua orang terlahir berbeda, dan perbedaan itulah yang menjadikan kita lebih semangat, saling bekerja sama, saling melengkapi dan sebaginya. Karena perbedaan itulah yang menjadikan dunia ini lebih indah.” Gadis kecil itu tersenyum, mengangguk, lalu mendekat ke arah Ibu nya.
“Terimakasih, Ibu…” Bisik gadis kecil itu. Kini ia sudah tahu, berbeda dari yang bukanlah hambatan dan masalah besar. Ia masih bisa hidup dengan bahagia, selama ia menikmati hidupnya, ya, hidupnya yang sama seperti pelangi…
Jadi, inti dari cerita ini, perbedaan bukanlah sesuatu yang menakutkan, bukan pula untuk dihina dan dicaci maki, namun untuk disyukuri. Percayalah, setiap orang terlahir memiliki kekurangan, kelebihan, dan perbedaan yang membuatnya untuk saling melengkapi. Sama seperti hal nya dengan pelangi, warna yang berbeda tidak menjadikannya buruk, namun warna-warna yang berbeda itulah saling melengkapi dan menjadikannya sebuah pelangi yang indah, yang membuat hati damai jika melihatnya…
Yang saya harap dari cerita kecil ini, hiduplah seperti pelangi. Meskipun dengan segala kekurangan dan kondisi yang berbeda. Hiduplah seperti pelangi, yang saling melengkapi satu sama lain, dan jadikanlah hidup kalian indah seperti indahnya pelangi…
Cerpen Karangan: Linarista
Facebook: Ellina Ariesta
Nama Lengkap: Ellina Ariesta Saputri
Nama Pena: Linarista
Akun Twitter: @3linaas
Asal Kota: Prabumulih, Sumatera Selatan
Asal Sekolah: SMP N 8 Prabumulih
Umur: 12 Tahun
Guru Yang Baik
Tia benar-benar jengkel mengajari adiknya, Yogi yang baru saja duduk di kelas 2 SD. Jangankan mengerti perkalian, penambahan dan pengurangan saja masih sering salah. Padahal ketika seusia Yogi, Tia sama sekali tidak mengalami kesulitan dalam pelajaran apa pun. Ia selalu duduk di ranking satu.
Berbeda dengan Yogi adiknya yang hanya memiliki nilai yang pas-pasan. Pokonya Tia tidak mau mengajari adiknya lagi. Keputusannya benar-benar bulat. “Tia, kalau bukan kamu, lalu siapa yang akan mengajari adikmu? Mama dan Papa kan harus bekerja sepanjang hari. Kamu kan kakaknya, berbaik hatilah pada adikmu sedikit,” keluh Mama. Tia hanya mendengus kesal.
Ting tong… terdengar bunyi bel pintu. Tia buru-buru lari ke depan. Krek! Udin temannya berdiri di depan pintu dengan senyuman khasnya. Teman sekelasnya itu memang suka sekali tersenyum lebar. “Selamat siang! Saya dari warung mie ayam Sedap yang baru saja buka. Saya mengantarkan pesanan 3 mie ayam komplet!” serunya penuh semangat.
“Hah? Apa-apaan kamu Udin? Kayaknya aku nggak pesan mie ayam deh!” kata Tia bingung. “Tapi… rasanya aku tidak salah alamat,” kata Udin ikutan bingung. “Ah, benar Udin. Tadi Tante yang pesan kepada ibumu. Semua jadi berapa harganya?” tanya Mama yang muncul dari dalam rumah.
“Semuanya jadi 15.000 rupiah, Tante,” jawab Udin riang. Mama menyerahkan uang pas di sambut Udin penuh suka cita. “Terima kasih, Tante. Selamat menikmati. Saya permisi dulu. Yuk Tia, aku duluan,” katanya berpamitan.
Tia membawa masuk mie ayam yang dibeli Mama. Ternyata rasanya enak. Yogi si penggemar mie ayam pun merengek minta tambah. Dasar payah! Anak itu bisanya hanya makan saja, keluh Tia dalam hati. Sejak saat itu keluarga Tia jadi sering berlangganan mie ayam di warungnya Udin. Karena tidak begitu jauh, kadang-kadang Yogi pergi berjalan kaki ke warung mie diantar Mbak Nia.
Di kelas pun, Udin sangat rajin mempromosikan mie ayam buatan ibunya. Ia membawa menu warung yang dipesan sehari sebelumnya untuk bekal makan keesokan harinya. “Tia, adikmu suka sekali dengan mie ayam ya. Hampir setiap hari dia main ke tempatku, lho. Kapan-kapan kamu datang juga dong. Sekali-sekali kutrakir deh!” kata Udin cengengesan.
“Beneran nih, Din? Kalau begitu, nanti siang aku datang ke warungmu, deh,” kata Tia yang disambut dengan senyum lebar khas Udin.
Siangnya, Tia benar-benar datang ke warung Sedap. Letaknya di ujung gang, hanya berbeda 5 rumah dari Tia. Yogi dan Mbak Nia juga diajak.
“Eh, Yogi datang lagi!” sapa Udin tersenyum. Warungnya bersih dan apik. Ibu Udin tersenyum manis melihat kedatangan kami. Dengan mata berbinar-binar, Yogi menghampiri Udin yang sedang mencuci mangkuk, sendok dan garpu.
“Kak Udin harus mencuci 17 mangkuk. Sekarang sudah dicuci 6, berapa mangkuk kotor yang tersisa?” tanya Udin pada Yogi seperti main tebak-tebakan. “Sebelas!” seru Yogi. “Wah pintar. Yogi sekarang bisa langsung menebak, ya. Sekarang coba tebak lagi. Kalau tadi ada 5 orang datang memesan mie ayam, masing-masing 3 mangkuk, ada berapa mie ayam yang harus Kak Udin buat?” tanya Udin lagi.
Lagi-lagi dengan cepat Yogi menjawab, “15 mangkuk mie ayam.” Tia benar-benar heran. Sejak kapan adiknya jadi pintar perkalian dan tambah kurang? “Pintar! Sekarang pertanyaan terakhir! Jika ada orang yang membeli lima mangkuk mie ayam komplet seharga lima ribu rupiah dan dua mangkuk pangsit rebus seharga tiga ribu lima ratus, lalu ia membayar dengan uang lima puluh ribuan, berapa kembaliannya?” tanya Udin.
Wah, ini pertanyaan yang cukup sulit bagi Yogi! Tia yakin adiknya pasti tidak bisa menjawab. Namun lagi-lagi dengan cepat Yogi menjawab, “Kembaliannya delapan belas ribu rupiah.” Tia tertegun mendengar jawaban Yogi. “Yak, seratus untuk Yogi. Hebat! Yogi pintar seperti Kak Tia, ya! Kak Udin tambah lagi dua pangsit rebus sebagai hadiah,” kata Udin bersemangat, disambut sorak gembira Yogi.
Sejak kapan Yogi akrab dengan Udin? Lagipula Udin kan tidak termasuk ranking sepuluh besar, kok bisa-bisanya ia mengajarkan matematika dengan mudah pada Yogi? Tia saja yang jauh lebih pintar tidak bisa. Rasanya Tia jadi malu sendiri.
Keesokan harinya, sewaktu istirahat, Tia memanggil Udin. “Apa yang kamu lakukan pada Yogi, Din? Kok dia tiba-tiba jadi pintar matematika? Tanya Tia. “Oh, itu. Yah, biasa saja sih. Aku tahu dari ibumu kalau Yogi butuh bantuan untuk belajar matematika. Jadi, setiap Yogi datang aku ajak dia menghitung tanpa ia sadari. Mula-mula menghitung sendok yang ada di atas meja, sampai soal tebak-tebakan yang kemarin. Yogi itu sebenarnya pintar lho, Tia! Ia cepat bisa. Habis kakaknya saja pintar, pasti adiknya juga pintar,” kata Udin memuji.
“Ah, tidak. Kamulah yang pintar mengajar, Udin. Kamu yang hebat. Selama ini aku tidak pernah berhasil mengajarkan Yogi. Maukah kamu mengajarkan aku caramu mengajar Yogi? Aku juga ingin mengajari Yogi,” kata Tia tulus.
Udin tersenyum lebar. “Tentu saja, dengan senang hati. Tapi, mie ayamnya tidak gratis, lho. Bangkrut aku kalau terus-terusan traktir kamu, hehe…” kata Udin cengengesan.
Udin… Udin… Dia memang teman Tia yang baik hati. Rupanya kali ini Tia si bintang kelas 5A harus mengaku kalah dari Udin yang biasa-biasa saja. Tidak, Udin bukan sekedar anak biasa. Ia bisa mengajari Rafly yang kurang pandai berhitung hingga lancar. Untung ada Udin.
Cerpen Karangan: Aldi Rahman Untoro
Blog: aldirahmanuntoro.blogspot.com
Menurut saya, menulis adalah kegiatan yang mudah dan menyenangkan.
Takkan Terpisah
Hai kawan, sebut saja aku sinta. aku bukan lah anak dari kalangan orang kaya, tapi aku berasal dari kalangan orang biasa aja, kadang kadang juga suka kurang uang. Aku sekolah di salah satu SMP negeri di parakansallak. Setiap hari aku berangkat naik angkot dari rumah ke sekolah, walaupun harus jalan sebentar sebelum naik angkot. Setiap hari yang aku jalani pasti ada kesan nya.
Di sekolah aku punya tiga orang sahabat yang dekat banget sama aku, sebut saja mereka rahma, nur dan selfi. Mereka itu baik banget sama aku. Setiap hari kita selalu bersama. Tapi ada satu masalah yang bikin persahabatan itu jadi bubar, gini ceritanya
Waktu itu lagi ada kelas diskusi, kita saling tentang pendapat. Tanpa sengaja nur kepeleset ngomong “dasar payah” entah kepada siapa omongan itu dituju, tapi rahma malah berfikir kalau nur menujukan omongan itu ke rahma. Rahma malah jadi minder. Kami sering menegaskan sama rahma supaya dia bangkit “ayolah rahma, to err is human” begitulah kata pepatah kamu harus bangkit. Rahma memang bahagia, tapi hatinya tetap sanksi.
Seminggu itu bagai terbentang tabir di antara kita aku malah lebih sering sama nur dan selfin tapi rahma selalu dengan yang lain. Kita selalu mengajak rahma, tapi banyak saja alasan yang dia keluarkan dari mulutnya.
Waktu itu jam istirahat, aku, nur dan selfi melihat rahma sedang duduk di bawah pohon sambil melamun, lalu kami mendekati.
“Hai rahma, lagi ngapain?” Kata ku sambil berusaha mendekati. Tetapi rahma tidak menjawab apa apa.
“Kamu masih marah yah sama aku? Maafin aku yah aku gak maksud ngomong ke kamu kok, beneran!” Kata nur sambil coba berusaha menegaskan.
“Aku gak papa kok, aku cuma mengartikan perkataan kamu aja, kalo aku itu memang gak tau apa apa” kata rahma lemas
“Aku yakin kok dibalik kekurangan kamu pasti ada kelebihan mu yang orang lain gak tau” kata selfi membangkitkan rahma.
“Makasih atas dukungan nya, kalian memang baik” kata ruli tersenyum.
“Jadi apakah kita masih tetap berteman?” Tanya ku
“Apakah kalian merasa pertemanan kita ini telah bubar?” Tanya rahma
“Ohoho enggak donk” kata selfi menjelaskan. Saat itu mereka berpelukan sambil tertawa bersama dan menjadi sahabat lagi.
Cerpen Karangan: Sinta Lestari
Sinar di Matamu
“Saskia… tungguin!”. Kudengar suara sahabatku memanggil. Ku berbalik dan melihatnya, benar memang itu suaranya. Laki-laki dengan wajah tampan, tapi sungguh demi segala yang pernah menginjak bulan aku sangat muak melihatnya. Dengan wajahnya yang tampan, dia belum tentu sama seperti yang digambarkan di dalam novel. Dia sangat jauh dari sebuah kesempurnaan. Jorok, itu adalah sebuah kata yang selalu kudengar dari banyak orang yang mendefinisikannya. Rambutnya gondrong yang jarang keramas dan jarang pula disisir, mungkin sudah jadi peternakan sekarang. Dia sering mandi, tapi bajunya itu loh gak pernah dicuci. Entar kalo dia udah malas pake pasti dia buang juga ke tong sampah, dia kan banyak uang. Celana jinsnya sengaja dirobek sana-sini yang mirip preman pasar, ugggh aku benci melihatnya. “Gembel” itulah panggilan kesayanganku padanya, walaupun kutahu dia anak orang kaya. Dan dengan senang hati dia akan memanggilku Gembrot, padahal aku sudah sangatlah kurus. Aku menatapnya jijik, dan mataku seolah berkata “Cepetan!!! kamu udah ganti baju belom? kenapa sih celana sama sepatu kamu dekil gitu? aduh kapan tuh rambut bisa dirapiin sendiri? jorok banget” aduh memikirkannya saja sudah muak setengah mampus. Dan akhirnya aku hanya berkata “cepetan..” dengan suara yang gak bentak-bentak plus lembut banget. Dia menghampiriku dan mengambil tanganku lalu seolah aku ini ibunya dia menaruh tanganku di jidatnya. Reseh!!!
Aku Saskia, seorang mahasiswi di ITB jurusan arsitektur dan sekarang sudah tahun kedua alias semester empat. Aku sangat menjunjung tinggi kerapian dan kebersihan. Tidak suka yang berlebel jorok. Kalau soal Boy itu lain halnya, dia memang sengaja mengikutiku selalu dan kuyakin menaruh perasaan lebih padaku. Dan sialnya aku sekelas dengannya di kampus, yang mau tak mau selalu bertemu dengannya dan yang paling sial dia selalu sekelompok denganku. Balik lagi ke aku, aku selalu berprinsip, bersih itu sebagian dari iman, hehehe. Dari SMA sampai sekarang aku selalu mempunyai tipe laki-laki idamanku itu harus Bersih, rapi, pintar, baik dan tulus. Sungguh sempurna, tentu saja ini bukan hanya gagasanku sendiri namun bersama Tari sahabatku dan mungkin seluruh wanita di dunia, mungkin. Kalau bisa dokter dan direktur yang masih muda, pikirku dari dulu. Karena kuyakin yang punya semua itu hanya dokter dan direktur.
“Sas.. entar malam ada acara?” tanya tari. “gak ada.. kenapa?”. “ya enggak, bukan aku yang nanya. Tuh si gembel yang nanya” serunya. Kutulis sesuatu di buku catatanku dan menyerahkannya pada tari “kamu gila ya, tau gak aku malas jalan sama cowok jorok”. “dianya maksa sih, tadi aku juga gak mau nanya tapi dianya ngancam” katanya sambil berteriak. Aku melihat ke belakang mencari-cari sosok si boy gembel. “kok dianya gak ada?” tanyaku pada tari. “aku disini gembrot” ku berbalik dan dia sudah ada di depan wajahku dekat pula. “ih minggir…” kataku ketus. “jadi ntar malam kan, aku jemput jam enam biar otak segeran dikit. Gak ada tapi-tapian pokoknya aku jemput. Bye…” katanya sambil berlalu. Aku hanya bengong-bengong heran. “Tuh anak sarap kali ya, belum nanya aku mau pergi apa gak.. eh udah nyerocos kaya kereta api”. “trima nasib aja deh sas.. dia naksir lo udah dua tahun. Dia ganteng kok, tinggal dipoles mentega dikit pasti enak kok. Kan kalo pacaran sama kamu, dia pasti berubah tuh. Emangnya gak sayang tuh kalo cewek lain yang bakalan ngerubah dia. Entar nyesel lagi.. trus nangis lagi deh kaya dulu.. waktu kamu nangisin…”. belum sempat dia melanjutkan kata-katanya aku sudah marah duluan “udah deh tar, gak usah bawa-bawa masa lalu aku malas bahas yang kaya gituan lagi”. Kata-kata tari yang terakhir tadi memang membuatku sedih, sudah empat tahun aku tak juga bisa melupakan Harry. Mengingat sampai sekarang aku masih sangat mencintainya walaupun mengingat wajahnya saja sudah tidak. Namun namanya memang sudah terukir permanen di relung hatiku. Dan jujur saja setiap kali berdoa sebelum dan sesudah tidur, namanya sudah paten terucap dari mulutku. Hanya satu permohonanku agar dia selalu bahagia dimanapun dia berada.
“selamat sore tante..” aku mendengar suara boy dari dalam kamar, huh aku malas sekali pergi dengannya. “Saskia.. ada temen kamu nih nyariin”. “entar ma..” jawabku. Aku memang sudah mandi, tapi melihatku memakai piyama dengan rambut yang masih awut-awutan boy bengong di hadapanku, namun aku juga bengong melihatnya berpakaian rapi, pakai parfum lagi baunya maskulin banget. “ngapain?” cetusku. “kita kan mo jalan, tadi aku udah bilang kan di kampus” katanya memelas. “malas ahh, kita disini aja gimana.. nonton gitu ato cerita kek apa kek” jawabku malas. “Sas.. entar aku ceritain rahasia aku deh, please sekali ini aja. Mungkin abis ini kamu gak mau jalan sama aku lagi gak apa”. Kata-katanya membuatku luluh, dan kubiarkan dia menunggu sampai sejam. Aku ingin membuatnya bosan, tapi ternyata dia sedang asik bercerita dengan mamaku dan anjing kesayanganku juga sedang tidur di pangkuannya.
“yuk jalan, udah jam tujuh nih. Daag mama” kataku padanya dan juga mama. “daag tante, entar kita bagi-bagi resepnya ya tante. Daag boy” katanya sok akrab dengan mama dan anjingku juga diberi nama sembarangan lagi.
Ternyata dia membawaku di tepi pantai, sambil makan jagung bakar. Aku teringat janjinya di rumah tadi. “oh ya boy.. tadi katanya kamu mau ceritain rahasia. Apaan?” kataku transparan. Dia diam saja, huh menyebalkan. Aku membiarkannya diam dan mengambil handphoneku tak kupedulikan lagi kehadirannya di sampingku. Sebuah pesan masuk “Sas. Bisa gak kamu merhatiin aku, kalau aku diam tanya kek”. Aku menatapnya, dan dia membalas tatapanku. Tatapannya teduh tidak seperti biasanya dan walaupun tidak begitu terang aku bisa melihat airmatanya. “what’s wrong?” tanyaku. Dia lalu menunduk “apakah kau tahu aku adalah anak dari keluarga yang broken home?” aku menggeleng. “dulu aku punya keluarga yang lengkap, aku adalah anak tunggal. Ayah dan ibuku seorang dokter. Aku sangat bahagia walaupun aku juga kesepian. Waktu itu aku sedang berjalan-jalan di rumah sakit tempat ayahku bekerja, dan aku melihat dia sedang memegang tangan seorang perawat dan bilang kalau sebentar lagi dia akan bercerai dengan ibuku. Aku berlari hendak bertemu dengan ibu dan aku terlambat, ibuku sudah tiada. Dia terkena serangan jantung, tak tahu apa penyebabnya. Saat itu ayahku menikah lagi, sampai sekarang aku selalu merasa ayah telah membunuh ibuku. Aku sudah tinggal terpisah dengan ayah sejak masuk SMA, aku sengaja melarikan diri. Dan saat lulus SMA aku dipaksa kuliah kedokteran, sungguh aku tak ingin mengambil jurusan itu. Saat itu aku ikut kakakku yang kuliah di kampus kita juga, aku tak berniat kuliah disitu namun saat itu memang ada yang ingin kukatakan padanya. Dia menjadi panitia penerimaan mahasiswa baru, kau mendaftar saat itu. Disitulah pertama kali aku melihatmu dan memutuskan agar kuliah di tempat yang sama denganmu. Aku juga tak mengerti, namun aku sangat ingin mencintaimu” katanya panjang lebar dan kulihat ada sebuah sinar di matanya saat dia bilang dia mencintaiku. “apakah kau bermaksud menembakku?” kataku bercanda. “untuk apa aku menembakmu, jelas aku sudah tau kau akan menolakku, bolehkah aku bertanya sesuatu? Mengapa kau selalu sendiri? apakah tak ada orang yang kau cintai?” katanya sambil menatapku. Raut mukaku langsung berubah menjadi dingin sedingin udara malam ini “aku tak mau membahas tentang itu”. “aku sudah menceritakan rahasiaku yang selalu kusimpan sendiri, kaulah yang pertama tahu. Apakah kau tidak ingin membaginya denganku?” melihat tak ada reaksi yang kukeluarkan akhirnya dia berkata “ya sudah, mungkin besok atau lusa atau beberapa tahun kemudian kau pasti bisa menceritakannya padaku”. Aku terus diam sampai dia mengantarkanku ke rumah. Dia memang tak bersalah, namun aku memang tak sanggup menjawab.
Beberapa minggu setelah kejadian malam itu, aku tak juga mau berbicara dengan boy. Aku juga tak tau kenapa. Dan berbeda dari biasanya, kali ini dia tidak berusaha mencari tahu tentang masalahku itu. Saat malam tiba, aku kaget melihat boy tiba-tiba datang di rumah membawa beberapa kantong berisi sayur-sayuran. “hai sas.. numpang masak ya”. Mama begitu menyukainya karena mereka punya hobby yang sama yaitu masak. Dan papa juga menyukainya karena mereka memang sama-sama pencinta sepak bola. Tapi aku tak peduli, aku asik-asik saja bermain dengan anjingku yang lucu. Papa membawakanku anjing itu saat dia pergi berlibur di china.
Setelah malam itu, aku tak lagi melihat batang hidung si gembel. Sudah sebulan tak kulihat dirinya. Mungkin berhenti kuliah atau cuti aku juga tak tahu. Namun karena dia sahabatku, ku sms saja dia “Gem, dimana?” dan dia membalas “aku udah pindah ke jakarta, mungkin bakal kuliah disini. bokap sakit”. Ternyata udah pindah di jakarta, setelah itu aku kehilangan kabarnya. Dia seperti hilang ditelan bumi. Namun kepergian boy tidak membuatku sedih, setelah dia pergi kursinya diganti oleh Harry. Sedih dan senang memang selalu satu paket, kata-kata itu kukutip dari sebuah film indonesia. Dia harry, cinta pertamaku. Sangat sulit awalnya bagiku, namun lama kelamaan aku sudah terbiasa. Dia tak banyak berubah, masih seperti harry yang dulu. Bedanya sekarang bukan aku yang mengejar-ngejarnya, tapi sebaliknya. Aku ingat dulu aku begitu mencintainya, namun ternyata dia berpacaran juga dengan sepupuku. Tapi dulu memang dia tak tahu aku menyukainya. Seandainya sekarang boy ada disini, pasti pertanyaannya dulu sudah kujawab.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Sudah empat tahun aku berpacaran dengan harry. Karena kami baru jadian setelah mendapatkan gelar sarjana. Dan tinggal menunggu bulan aku sudah akan menikah dengannya. Dan Tari, agggh dia sudah menikah duluan setahun setelah lulus kuliah.
Aku sedang rajin-rajinnya menyiapkan pesta pernikahanku. Namun harry, dia tidak sesemangat dulu. Aku juga tak tau kenapa. Malam itu aku sedang duduk di ruang tamu bersamanya sambil melihat beberapa majalah. “gimana kalau gaunnya yang ini?” tanyaku. Dia hanya bengong, lalu aku menyikutnya “hey.. kok bengong?”. “emmm.. gak kok aku lagi mikir aja din” katanya. “din? Siapa tuh? emangnya aku udin?” cetusku kesal, dari tadi aku bicara panjang lebar eh dianya ngelamun dan salah pula manggil namaku. “maaf sas..” katanya sambil menarikku kedalam pelukannya. Setelah itu tak ada lagi yang dia katakan dan langsung pamitan pulang.
“Tar.. temenin aku dong” kataku pada tari yang sedang asik memberi makan putrinya yang kedua. “kemana lagi?” tanyanya. “temenin aku liat-liat rumah sakit yang mau direnovasi, aku kan dapat bagian buat ngegambar”. “tunggu si alicia tidur siang ya”. “oke deh, trus sambil nunggu aku mau ngapain?”. “ya terserah, mau ikutin bobo kek, atau mau main sama si anisa tuh di depan” katanya sembarang. “suami kamu mana tar? Ini kan hari minggu, masa dia kerja juga sih”. “dia lagi tidur tuh kecapean”. “oh” gumamku.
Aku dan Tari berangkat menggunakan mobilku menuju rumah sakit tersebut. Sesampai disana kami melihat-lihat sekeliling. “Sas.. rumah sakitnya bagus juga ya, gak menakutkan” katanya sambil melihat-lihat halaman rumah sakit yang indah ditumbuhi bunga-bunga. Air mancur di tengah-tengah halaman juga sangat indah. “Sas?” panggil tari. “apaan?” tanyaku. “bukannya itu harry ya? Emang sakit apaan? kok kamu gak nemenin?”. “dia gak bilang kalo lagi sakit kok, entar ya” kataku sambil melangkah hendak menemui harry “Harry..” panggilku. Dia menoleh dan sedikit terkejut “oh hai.. ngapain?”. “aku? kamu kan udah tahu aku yang mau gambar rumah sakit ini. Kamu ngapain disini?”. “tadi aku temuin adik aku disini, anak papa”. “oh.. yang sering kamu ceritain itu ya? Mau pulang bareng gak?”. “boleh, skalian aku mau ngomong sesuatu” jawabnya. Akhirnya Tari membawa pulang mobilku sendirian karena dia malas menjadi obat nyamuk. Gak solider banget, dulu waktu dia asik-asik pacaran aku selalu jadi obat nyamuknya.
“mau ngomong apaan?” tanyaku padanya yang dari tadi diam. “Sas.. maafin aku”. “kenapa minta maaf, emang salah apa?” tanyaku heran. “denger ya, jangan kaget dan jangan nyelah dulu, please. Aku minta maaf, aku tak bisa menikah denganmu. Sungguh aku mencintaimu, namun aku tak bisa. Aku sudah lama menjalin hubungan dengan dokter dinda, dokter yang ada di rumah sakit tadi. Undangan yang dulu kucetak bukan undangan pernikahanku denganmu namun undanganku dengannya. Maaf aku menyakitimu. Aku akan menerima segala tuntutanmu”.
Aku merasa terpukul dan terhina, pantas saja dia tak mengijinkanku melihat undangan yang dulu dia cetak. Harusnya kau minta maaf karena sudah kedua kalinya membuatku terluka, kataku dalam hati. “hubungan kita berakhir, bukan karena kau yang mengakhirinya. Namun aku memang mengiginkannya. Antarkan aku ke rumah Tari” kataku pedas. “maaf saskia”. Aku tak bicara banyak lagi, karena hatiku begitu sakit. Setelah sampai di rumah tari dia memberikanku undangan tersebut. Hatiku seperti tersayat pedang tajam, sungguh pedihnya. Aku menangis di pangkuan Tari, untuk kedua kalinya aku menangis dengan alasan yang sama.
Minggu depan ternyata pesta pernikahannya. “Sas.. kamu bakalan pergi ke pestanya?”. “mungkin..” kataku lirih. “kau memang harus pergi, kau harus membuktikan bahwa kau bisa berdiri walaupun tanpa dia di sisimu”. Semalam Harry mengsmsku, katanya dia sangat merasa bersalah padaku. Memangnya hanya aku yang marah? Bagaimana keluargaku? Sungguh kau begitu jahat padaku.
Pernikahannya pun tiba. Hatiku sakit, namun kutahan semua amarahku agar aku tak menangis di pernikahan mantan kekasihku tersebut. Aku melihat sekeliling, banyak tamu yang datang. Beberapa kukenal sebagai teman-teman SMA dan teman kuliah, ada juga teman kantornya. Ternyata hanya aku yang bego, semua orang tahu kekasihnya adalah dokter dinda, seorang dokter cantik yang masih muda. Ku berbalik dan bugg, sebuah minuman yang untung saja berwarna bening tumpah ke bajuku. Bukannya marah aku malah minta maaf “maaf ya.. maaf..”. “Saskia gembrot?” panggil seseorang yang menabrakku tadi. Kulihat wajahnya, dan aku memang mengenalnya. Bagaimana tidak? Siapa lagi yang akan memanggilku gembrot kalau bukan dia, Sudah tahu aku punya badan yang kurus. Tapi dia tampak begitu berbeda, dia rapi dengan setelan jas hitamnya, rambutnya juga ditata rapi, bahkan bau parfumnya saat datang ke rumahku dulu tak pernah berubah. “Boy?”. “iya ini aku boy, apa yang membawamu kemari?” tanyanya. “mau mendengar sebuah cerita?” tanyaku akhirnya setelah lama berdiam.
Delapan tahun yang lalu boy menceritakan kesedihannya padaku di tempat ini. Di tepi pantai, sambil makan jagung bakar. Aku menatap kosong di depan. “what’s wrong?” waktu seakan terulang, dulu itu adalah pertanyaanku padanya. “Harry.. dia adalah cinta pertamaku. Dulu waktu kita kuliah kau pernah bertanya kan, itu adalah jawabanku. Aku sangat mencintainya, sampai skarang malahan. Kami sempat pacaran empat tahun, dan beginilah caranya mengakhiri. Aku pikir dia adalah orang yang akan mendampingiku” aku tertawa sinis. “Harry adalah kakak tiriku, kau tahu itu? Dia merebut ayah dan juga cintaku”. Aku menatapnya tak percaya. Ternyata adik yang sering harry ceritakan itu boy. Berarti dia adalah dokter yang ada di rumah sakit itu juga. Dari kata-katanya aku tahu bahwa dia mencintai dokter dinda, walaupun dia tak menjelaskannya secara langsung. “bolehkah aku bertanya? Mengapa kau bisa menjadi seperti ini? Aku pikir kau tak ingin jadi dokter” tanyaku penasaran. “karena ini adalah permintaan ayahku yang terakhir saat itu”.
Aku menyelesaikan tugasku untuk menggambar rumah sakit itu. Sekarang aku selalu bersama boy, karena tari semakin sibuk mengurus rumah tangganya. Aku sengaja cepat menyelesaikan gambarku karena hatiku sakit setiap kali mengingat rumah sakit itu adalah tempat bekerjanya dokter dinda. Sudah satu tahun berlalu, aku masih saja teringat dengan cinta pertamaku. Sungguh sial, Walaupun aku sudah berusaha.
Aku terkejut melihat kehadiran boy di rumahku sore ini. “ngapain?” tanyaku pedas. “mama kamu ada gak?” tanyanya sambil melirik ke dalam rumah. “emang kenapa tanya mama?”. “pengen masak bareng”. Huh.. dasar sih boy, dia tahu saja kalau mama senang masak. Anjingku juga senang dengannya. Aneh saja melihatnya, semua sepertinya senang dengannya. Akhir-akhir ini aku tahu dia menyukaiku lagi, aku juga tahu dari tari. Tiap malam dia selalu tepat waktu mengsmsku seperti minum vitamin saja. Karena dia aku mulai lupa pernah disia-siakan.
“enak gak?” tanyanya saat sedang makan di restoran langganannya katanya. Malam ini dia memang mengajakku makan di luar tidak seperti biasanya dia membawa bahan mentah dan memasak di rumahku. “lumayan” kataku sambil melanjutkan makan. “Sas.. mau gak nikah sama aku?” tanyanya tiba-tiba. “hah?”. “iya nikah.. entar ketuaan loh, udah dua sembilan tahun kan”. Aku semakin bingung. “Sas.. tahu gak aku nungguin kamu lama banget”. “entar deh.. bukannya kamu cinta sama dokter dinda ya?”. “ampun deh sas.. yang aku maksud waktu itu kamu kali”. Lama kami terdiam. “gimana? Mau gak?” tanyanya sekali lagi, namun aku hanya terus diam. Sampai dia mengantarkanku, aku terus diam. Saat keluar dari mobilnya aku melihat raut wajahnya yang ceria berubah menjadi suram dan setelah semua kata-kata sudah kurangkai dengan indah aku masuk kembali ke mobilnya. Dia hanya menatapku bingung, kemudian kucium pipinya “maaf membuatmu menunggu, aku bingung harus manjawab apa. Tapi yang pasti aku sangat ingin menikah denganmu. Aku ingin mengucapkan janji suci itu di hadapan Tuhan bersamamu”. Lalu dia memelukku erat dan berkata “terima kasih walaupun terlambat aku tetap mencintaimu. Bagaimana kalau minta restunya sekarang” sudah sekian lama sejak aku pertama kali melihat sinar di matanya, dan malam ini cahaya itu kembali bersinar.
Aku hanya tersenyum. Sejujurnya ini sudah jam dua belas malam, mama dan papa pasti sudah tidur. Dengan wajah yang enggan mama dan papa mendengarkan lamaran boy. Dan dengan enggan dan tanpa menjawab mama dan papa kembali ke kamar. Aku menahan tawa karena melihat wajah boy sedih. Tak lama papa bersuara dari kamar “Boy.. kasih papa keturunan sebelas ya, biar bisa bikin kesebelasan” akhirnya aku tertawa bersama boy. Aku memang yakin mama dan papa mengizinkan karena baru beberapa hari yang lalu mama dan papa mendesakku untuk segera menyatakan cinta pada boy, gila kali ya. Bagaimana tak suka, boy jago masak seperti mama dan gila bola kayak papa.
Beberapa bulan kemudian aku menikah juga dengan boy, tak mau menunggu lama. Aku takut ketuaan seperti kata boy. Akhirnya aku dikaruniai tiga orang anak dengan dua kali melahirkan. Karena yang kedua kalinya kembar sepasang. Yang pertama kuberi nama Sazzy dan si kembar Ferel dan Felicia. Keluarga yang bahagia pikirku. Aku sangat menyayangi suamiku dan juga ketiga anakku yang menggemaskan. Boy juga sangat perhatian pada mereka, mengingat pekerjaannya sebagai dokter yang sibuk dan aku memutuskan untuk mengurus rumah tangga saja. “Setiap kali kau lupa pernah mencintaiku, aku akan dengan senang hati mengingatkan” kataku setiap bangun pagi tentu saja setelah aku berdoa pada Tuhan.
Cerpen Karangan: Sherly Yulvickhe Sompa
Facebook: Sherly Yulvickhe Sompa
Minggu, 15 Februari 2015
Berawal Dari Facebook
hari senin adalah hari paling menyebalkan ....
gua berangkat sekolah pukul 07:40 sesampai di sekolah siswa - siswi pun bergegas meninggalkan kelas untuk berkumpul di lapangan dan melaksanakan upacara hari senin ...
gua mulai masuk ke gerbang sekolah dengan santai, tiba - tiba gua di jewer oleh pak ainin selaku ketua kesiswaan "kamu ya orang lain baru datang juga langsung buru - buru ke tengah lapangan, tapi kamu malah santai - santai aja, cepet kamu langsung ke lapangan aja." gua langsung lari sambil memegang kuping gua yang berwarna merah, gua langsung mengambil barisan ke tiga di depan karena taku di omelin lagi. "Ron kenapa kuping mu merah begitu ? abis di jewer ya ? sama siapa ? sini biar gua tabok tuh orang" bisik Bejo. "bener lu mau tabok tuh orang? emeang lu brani ?" tanya balik gua. "ya berani lah, ah elu kayak belum kenal gua aja ron lu tau kan gua?"
"kagak"
"kmfrt lu". "emang siapa sih yang ngejewer lu? berani - braninya tuh orang ngejewer temen gua"
"bener ya, ntar lu tabok tuh orang? awas lu, kalo- kgk lu traktir gua makan"
"iya bener gua janji mau traktir, biar gua tabok tuh orang, belum tau rasanya di tabok super hero apa tuh orang"
"yang ngejewer telinga gua ampe merah tu, pak haji ainin selaku ketua kesiswaan"
"kmfrt lu tong, mana gua brani, guru killer gitu"
"eetttttt, tapi lu udah janji mau traktir gua kan"
"kmfrt lu ron"
upacara pun selesai, seluruh siswa-seiswi meninggalkan lapangan sekolah, setelah sampai di kelas gua langsung mengambil handphone dan membuka facebook dan membaca status orang juga ngelike, tapi tiba - tiba gua menemuka foto cewe cantik, gua langsung ngeliat profilnya, dan bener orangnya cantik tanpa editan, gua langsung chat tuh cewe, dan dia juga langsung ngebalis chat gua, dan gua enggk mikir panjang apa dia udah punya pacar apa belom yang penting gua kenal dulu ama tuh orang, gua langsung nge add dia, dan dia juga langsung ngekonfirmasi gua.
jam 10 malam chatingan sama dia pun berakhir ... gua liat lagi profil tuh cewe dan gua baca status - statusnya dan gua menemukan beberapa hasil postingannya "
1. kerasa banget sakinya. baru bangun langsung ngeliat DP dia. :'( T_T
2. gak ada yang spesial di hari minggu. yang ada hanya kesedihan & air mata saja :'(
3. Taman Jomblo. :D :v
4. katanya taman jomblo tpi kok banyak yg pacaran. :v jadi ngiri . :'(
asyik ini cewe udah putus ama pacarnya, giliran gua buat nembak tuh cewe, gua pun langsung ngecaht lagi tuh cewe
Roni : "hmm ... sorry sebelummnya gua mau nanya dong boleh, gmna ya ? kamu udah punya pacar belum ?" tak lama dia langsung ngebales chat gua
...... : "wew ... aku baru putus :'( " gua langsung ketawa bahagia HAHAHAHAHA =D
Roni : " sorry ... gua gak maksud untuk ngungkit lagi."
...... : "iya gpp kok"
Roni : " mau gk kamu jadi pembantu ku"
...... : " maksudnya ?"
Roni : "enggk, bukan, maksudnya kamu mau gak jadi pacar aku ?"
...... : "gk ah, aku gk percaya sama orang yang ngataiin cinta enggk di depan aku"
Roni : "oke, besok kita ketemuan, kamu maunya di mana ?" anjrit jauh amat itu kan di bandung lah gua, gua kan di purwakarta
...... : "di taman, taman jomblo, aku tunggu kamu disna jam 10 siang, nanti aku pake baju kuning dan memakai pita di rambut warna merah"
Roni : "oke tunggu aku besok di sana."
gua pun langsung nyari nomer hp tuh cewe di profilnya dan pas nomernya ada, gua langsung telphon dia, dan ternyata di angkat, gua langsung buru-buru matin kan telphonnya, dan gua langsung nyari lokasi taman jomblo, dan ketemu juga lokasinya, setelah itu, gua langsung matiin PC, dan langsung tidur...
ke esokan harinya, gua langsung bolos sekolah, demi cewe cantik itu yang mau nerima gua, dan gua langsung manasin motor gua, 5 menit kemudian gua langsung pergi ke lokasi ....
sesampai di sana gua langsung nyari tuh cewe, tak lama kemudia gua liat tuh cewe, dan benar dia memakai baju kuning juga memakai pita di rambutnya berwarna merah, pas gua mau ngedekit tuh cewe ada dua orang laki sama cewe yang menghapirinya, gua langsung duduk di belakang merka buat mengintip mereka, mungkin tuh cewe yang sama laki tadi temen deketnya, tapi pas gua intip lama - lama laki yang tadi sama cewe dia langsung nembak cewe yang gua incar, dan gua ngedenger kata laki itu " sorry na, waktu gua mutusin kamu itu, gua mau nyoba apa gua bisa ngelupain kamu atau tidak, dan ternyata gua udah jadian juga, gua masih inget kamu na, gua enggk bisa ngelupain kamu na, dan sekarang gua udah mutusin ama pacar gua, dan .... kamu mau gak balikan lagi sama gua gak?" cewe yang gua taksir pun langsung memeluk tuh laki dengan erat, gua pun langsung nelphon cewe inceran gua "Terimakasih udah nyambut kedatangan gua"
Selesai
Cerpen Karangan :Roni Jamaludin
Langganan:
Postingan (Atom)